Ch. 19

102K 4.1K 252
                                    

Aku memijakkan kaki di lantai restoran, memandang setiap sudut di tempat ini tanpa berkedip. Aku merasa kagum dengan apa yang ku lihat sekarang. Ini luar biasa. Mataku tak pernah berhenti untuk menjamah.

Disaat aku hampir tenggelam dalam rasa kagum, seseorang secara tiba-tiba membuyarkan semuanya. Ia menarikku ke dalam sebuah ruangan khusus. Aku semakin dibuat tercengang melihat lilin-lilin yang berjajar, menambah kesan elegan dan romantis restoran ini.

"Kau yang menyiapkan semua ini?" Tanyaku.

"Aku hanya menyarankan sebuah Ide." Ia menjawab. "Um, mau berdansa denganku?"

Reflek aku menoleh ke arahnya saat Ia mengajakku untuk berdansa. Tanpa berbasa-basi, aku menerima, meskipun aku sendiri tidak tahu bagaimana caranya berdansa.

Mr. Styles merapatkan jarak di antara kami. Tubuh tingginya menjulang, membuatku sedikit gugup. Aroma mint dan apple dari tubuhnya menyeruak, menciptakan kesan nyaman. Dia meletakkan satu tangannya dipinggulku, sementara tangan yang satu berpegangan padaku.

"Letakkan satu tanganmu pada pundakku, Morgan." Dia memberi instruksi, membuatku langsung mengikutinya. "Nah, seperti itu."

Setelah musik mengalun, kami mulai berdansa, melangkahkan kaki kami ke kiri dan ke kanan, mengikuti irama.

"Aku akan berangkat 4 hari lagi."

Aku mengangkat kepalaku saat Mr. Styles mengatakan hal seperti tadi. Mata kami saling bertemu, dan secara spontan kami berhenti berdansa.

"Secepat itu?" Tanyaku lemah.

Dia mengangguk pelan dan berkata, "aku tidak punya pilihan lain." Lalu kedua tangannya bergerak untuk memeluk tubuhku. "Aku masih punya waktu 3 hari untuk bertemu denganmu, Morgan."

Aku diam, mencoba untuk menahan air mataku agar tidak tumpah. 3 hari adalah waktu yang singkat untuk sebuah pertemuan, belum lagi aku tidak tahu sampai berapa lama Mr. Styles akan menetap di Amerika.

"Pegang janjiku, aku akan kembali." Ucapnya lagi.

Aku menggeleng pelan di dalam pelukannya, "aku tidak bisa."

"Kenapa?" Dia langsung melepaskan pelukannya dan menatapku intens.

Aku menggeleng lagi, "aku --aku tidak tahu."

.....

Merebahkan tubuh di atas sofa, aku memandang ke arah Tes, mengamatinya yang tengah sibuk mengerjakan tugas di laptop. Jari-jarinya bergerak untuk mengetik sesuatu disana, hingga pada akhirnya dia tersadar akan kehadiranku. Bibirnya tersungging, membentuk sebuah senyuman hangat. Ia pun mengakhiri kegiatannya dan segera bergabung denganku.

"Hari yang melelahkan, huh?" Ucapnya seraya melepaskan ikatan di kepalanya.

"Lumayan," aku membalas, menyandarkan kepalaku pada sofa.

"Bagaimana hubunganmu dengan dosen itu?"

"Maksudmu Mr. Styles?"

"Yeah, siapa lagi jika bukan dia?"

"Entahlah," aku menggerdikkan bahu. "Dia tidak masuk tadi, seorang dosen menggantikannya."

Tes hanya membalas dengan anggukkan kepala, kemudian dia meraih ponselnya dan sebuah kilatan cahaya mengarah padaku.

"What the heck, Tes?" Spontan aku langsung menutupi wajahku.

"Aku hanya ingin mengambil gambarmu untuk snapchat, Morgan." Tes menjulurkan lidahnya sebelum pergi meninggalkanku sendirian di ruang tengah.

Ketika suasana mendadak hening, aku meraih ponsel dan memeriksa aplikasi perpesanan. Ku lihat ada beberapa pesan masuk yang belum terbaca, termasuk salah satunya dari Mr. Styles. Aku hampir saja berteriak ketika membaca isi pesan darinya.

'Bisa kau temui aku sebentar di mini market?'

Pesan tersebut dikirim pukul 3 sore, atau yang berarti 30 menit yang lalu. Sontak aku langsung beranjak dari sofa dan melangkah keluar tanpa memberitahu Tes. Aku berjalan dengan cepat, sambil sesekali mengecek jam di ponselku.

Begitu sampai, aku tak menemukan siapapun disana, bahkan mini market itu tutup. Mataku menyisir sebentar, berusaha mencari keberadaan Mr. Styles yang mungkin masih ada disana, namun nihil, aku tidak menemukan dirinya.

Aku merasa bersalah, mengabaikan pesan darinya. Hal itu terjadi karena ponselku dalam keadaan sunyi. Sekarang dia sudah pergi. Mungkin dia kecewa padaku. Merunduk lemah, aku menatap boots berwarna hitam milikku, menyusuri kembali jalan menuju apartemen.

"Morgan," aku menghentikan langkah kakiku saat mendengar suara ini. Bibirku sedikit tersungging, membentuk cengiran kecil. "Aku tahu kau akan datang."

Aku memutar tubuhku untuk bertatap muka dengannya. "Ku pikir kau sudah pergi."

Dia menggelengkan kepala, bibirnya membentuk lengkungan sempurna. "Untuk saat ini aku tidak mungkin pergi."

"Saat ini." Aku mengulang sedikit kalimat yang dia ucapankan, membuat suasana berubah menjadi sangat canggung. Aku bahkan lupa tentang apa yang harus aku katakan selanjutnya. Jadi, aku membiarkan semuanya berlalu begitu saja.

Mr. Styles lama menatapku. Ada sesuatu yang dia pendam dibalik tatapannya itu. Aku ingin bertanya, namun ku paksa untuk diam. Dalam situasi seperti ini sulit rasanya untuk menggerakkan bibir. Yang aku senangi saat ini hanyalah memandang wajah tampannya.

Mungkin aku akan merindukan semua yang ada pada dirinya; rambut keriting itu, bibir merah muda, dan suara beratnya. Aku sendiri tidak tahu apakah Mr. Styles merasakan hal yang sama sepertiku, atau dia hanya menganggapku sebagai salah satu mahasiswi yang diajarnya.

"Seperti yang aku katakan, kita masih memiliki beberapa hari untuk bertemu. Jadi, apakah kau mau menghabiskan waktu bersamaku?" Ia buka bicara setelah beberapa saat terdiam.

Aku mengangguk dengan cepat, merasa bersemangat, meskipun ada rasa dimana aku merasa berat untuk melepaskan seseorang yang bahkan tidak dapat aku miliki.

"Come on," Mr. Styles menarik satu tanganku, kemudian mengaitkan jari-jarinya padaku.

Aku tersenyum pelan, membiarkan angin yang berhembus menerpa wajah dan rambutku. Di situasi seperti ini, ingin rasanya aku memeluk tubuh tingginya, lalu mengatakan jika aku ingin dia untuk tetap berada disini.

"Apa kau membenciku?" Tiba-tiba saja pertanyaan itu terlontar dari mulutnya.

Aku sempat terdiam beberapa saat, menggerakkan bola mataku untuk menyusuri ekspresi wajahnya. "Apakah pertanyaan itu sangat penting?" Balasku.

Mr. Styles mengangguk. Pancaran matanya mengatakan jika dia memang serius dengan pertanyaannya barusan.

Aku mengambil nafas dalam, menghembuskannya ke udara bebas sebelum berkata; "aku tidak pernah membencimu."

"Lalu apakah kau menyesal dengan apa yang telah terjadi di antara kita?" Dia kembali bertanya.

"Tidak ada hal yang harus aku sesali selama aku menyukai hal tersebut." Aku tersenyum, kemudian secara bergantian aku melemparinya dengan sebuah pertanyaan. "Kenapa kau bertanya seperti tadi?"

Mr. Styles terdiam. Matanya memandang lurus ke depan. Aku merasa sedikit khawatir saat dia kemudian menatapku dalam. "Karena ku pikir aku telah jatuh cinta pada mahasiswiku sendiri, dan orang itu adalah dirimu."

** ** **

Very late update, sorry!!!

Sempet mau hiatus bahkan non-aktifin akun ini, tapi setelah dipikir-pikir sayang banget. Jadi, ya sudahlah lanjutin aja hahaha.

Well, jangan lupa vote & komen! Thank you xx

The Scandal [h.s]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang