Mulmed : Regan Anindito Argani
------------------------------------
"Gimana, Than?""Liat nanti aja."
Fathan tengah duduk dikantin bersama dengan kelompok 'siswa populer', dimana Regan juga termasuk didalamnya. Fathan menatap gelas kosong dihadapannya. Tatapannya tak terartikan, lurus dan kosong. Jelas, ada sesuatu yang sedang membebani pikiran nya.
"Woi! Lo kenapa?" tanya Kenzo.
Ah iya, kini Kenzo ikut bergabung bersama kelompok siswa populer ini. Efek kedatangan Kenzo di SMA Wijaya terbilang cukup besar. Ia langsung menjadi sorotan dan mendapat banyak fans wanita sejak pertama kali menginjakkan kaki disekolah ini. Dan karena itulah Kenzo dihadiahi predikat sebagai 'Salah Satu Cowok Populer SMA Wijaya'.
"Doi lagi galau, bor." Celetuk salah seorang siswa populer lain, Alden.
"Gue baru tau kalo si Fathan bisa galau." Timpal Regan.
"Ya bisalah! Galau itu manusiawi kok. Galau juga kan sebagian dari iman! Yang sabar ya, Kak Fathan." Ucap salah seorang lagi. Kali ini seorang adik kelas yang masih memiliki darah keturunan Italia bernama Alessio.
"Gak. Gue gak galau." Fathan merespon singkat.
"Seperti biasa, COLD AS ICE. Ice cream vanilla maksud gua, cold but sweet and good ahahaha." Alden kembali bersuara dan diikuti tawa renyah dari teman-temannya.
"Kata-kata lo basi banget, bro." Cibir Regan.
"Alden tijel emang." Timpal Alessio.
"Gue balik ke kelas duluan." Fathan bangkit dan meninggalkan teman-temannya yang masih betah berlama-lama nongkrong dikantin. Biasa, cuci mata setelah seharian pening karena terlalu banyak menyerap ilmu. Diserap lalu memantul, lebih tepatnya.
"Lha? Dia kenapa? Baper sama kita?" tanya Alden seraya melirik teman-teman di sekelilingnya. Sementara yang dilirik hanya mengedikkan bahu.
"Doi lagi PMS kali. " Celetuk Regan.
"Yekali dah!"
"Ada juga lo yang PMS, Gan!"
"Apaan sih, kok jadi gue?!"
*****
Suasana kelas XII MIA 3 begitu tenang bahkan cenderung sepi –sangat sepi. Sungguh suatu hal yang tak lazim terjadi.
Biasanya kelas ini akan riuh disegala kondisi. Ada apa dengan hari ini? Belum jam istirahat tapi kelas sudah sepi ditinggal para penghuninya. Lantas kemana siswa-siswi itu pergi?
Ditengah sepinya kelas, ada Alsha yang sedanga sibuk bermain game diponselnya. Tiba-tiba seseorang menarik bangku disebelahnya kemudian mendudukinya. Orang itu duduk tepat disebelah Alsha, bangku milik Anaya.
Alsha menoleh dan mendapati Fathan yang tengah duduk bersandar dibangku Anaya. Kebetulan bangku Anaya memang sedang kosong karena pemiliknya sedang pergi ke kamar kecil.
"Fathan?" Alsha mencoba membuka pembicaraan.
"Hmm."
"Kamu ngapain disini?"
"Duduk."
"Udah? Itu aja?"
"Hmm."
"Atau lagi nyari temen kamu yang ada dikelas MIA 3 ya?"
"Hmm."
"Siapa namanya? Sini biar aku bantu cariin deh."
"Hmm."
Alsha beerdecak sebal. Bagaimana mungkin seseorang bisa begitu hemat dalam berbicara? Sedari tadi Fathan hanya menjawab pertanyaan Alsha dengan 'Hmm'-an.
Sedetik kemudian Fathan mengubah posisi duduknya menjadi tepat menatap Alsha.
"Alsha, mulai hari ini dan mungkin seterusnya kalo lo pulang sekolah sendirian, lo harus kasih tau gue ya. Gue yang bakal nganter lo pulang."
Alsha menatap Fathan dan mngernyitkan dahinya. "Maksud kamu? Ah aku tau. Kamu pasti ikutan yang ojek-ojek online itu yah? Makanya kamu mau nganter aku pulang, gitu?"
Fathan menjambak rambutnya sendiri. Ia tampak begitu frustasi mengahadapi kepolosan Alsha.
"Aaaargh! Lo tau gak sih kalo gue tuh lagi nyoba buat lebih perhatian sama lo! Gue tuh suka sama lo, Alsha!" Fathan berteriak emosi. Duh Fathan memang sulit sekali berbasa-basi.
Alsha kembali menatap Fathan lekat-lekat. Mencari kebenaran didalam bola matanya.
"Gimana kamu bisa suka sama aku? Kita kan baru kenal belum lama ini, seminggu aja mungkin belum ada," Kata Alsha dengan polosnya.
"Ya mana gue tau. Pokoknya gue tuh suka sama lo."
"Alshaaaa!" tiba-tiba Anaya datang dan memekik girang ke arahnya. Namun sepersekian detik kemudian ekspresi wajah Anaya berubah tegang setelah menyadari keberadaan Fathan disamping Alsha.
"Gue ganggu kalian ya? Kalo gitu mending gu----" ucapan Anaya terpotong oleh Fathan.
"Engga. Lo sini aja. Gue juga udah mau balik ke kelas." Ucap Fathan dengan nada yang tak bisa diartikan oleh Alsha. Nadanya aneh, terdengar lebih dingin dari sebelum-sebelumnya.
"Yang tadi lupain aja. Ga penting juga kok." Ucapnya lagi pada Alsha sebelum meninggalkan kelas XII MIA 3. Fathan juga sempat melirik sebentar ke arah Anaya dan Anaya malah memalingkan wajahnya dari Fathan.
Entah ini hanya perasaan Alsha aja atau Fathan dan Anaya memang terlihat canggung satu sama lain?
Dan pernyataan Fathan tadi ... Apakah tulus atau hanya sekedar wacana semata?
*****
"Gue suka sama lo. Sebenernya udah lama tapi gue baru berani ngungkapin hal ini sekarang. Lo ga perlu ngebales perasaan gue kok. Gue cuma sekedar menyatakan perasaan. Tapi kalo ternyata lo juga ada rasa sama gue sih ya lain lagi ceritanya. Hehe."
Perempuan itu terdiam mematung. Ia begitu kaget dengan pernyataan cinta yang serba mendadak ini. Terlebih saat melihat siapa yang menyatakan perasaannya pada dirinya. Sungguh tak terduga olehnya.
"TERIMAAA!" terdengar teriakan histeris para penonton yang ikut meramaikan pertunjukkan pernyataan cinta ini.
"Gimana, Thal?"
"Apanya?"
"Jadi, gimana perasaan lo ke gue? Apa lo mau jadi pacar gue?"
Jederrrrr. Rasanya seperti ada ribuan petir yang menyambar hati Alsha ketika ia melihat pemandangan dihadapannya. Dadanya sesak. Jantungnya terasa mencelos dari tempatnya. Pelupuk matanya kini mulai dibasahi oleh cairan bening yang siap meluncur saat itu juga.
Regan sedang menyatakan perasaannya pada Athaly. Ditengah lapangan dan menjadi tontonan gratis bagi siswa tiga angkatan sekaligus. Lantas saja penghuni kelas tiba-tiba menghilang. Ternyata mereka berbondong-bondong menyaksikan pertunjukkan gratis ini. Sepertinya mereka semua tampak bahagia, kecuali Alsha. Ah tidak, bukan hanya Alsha, ada satu orang lagi. Bahkan sepertinya orang itu jauh lebih hancur dibanding Alsha. Entahlah.
*****
YOU ARE READING
The Twins Hypomania
Roman pour AdolescentsDi tahun terakhir SMA, dua remaja perempuan yang lahir dari satu rahim dengan dua kepribadian berbeda, terlibat dalam lingkaran cinta segi banyak beraturan yang rumit. Empat pria, tiga wanita. Begitu banyak konflik yang terpaksa mereka rasakan. ...