Chapter 1

2.9K 15 0
                                    

Apa ada pelajar tawuran ya?

Ku hentikan langkahku dipertengahan gang kecil. Gang yang hanya selebar 1 meter dengan tembok sangat tinggi di kedua sisinya. Suara langkah kaki itu semakin dekat dengan cepat. Aku rasa, mereka memang sedang mengejar sesuatu atau seseorang. Suara teriakan sesekali terdengar. Suara yang lebih terdengar seperti memaki dan menghujat.

Dari suara itu, sepertinya mereka semua perempuan. Tapi, untuk apa? Sekelompok gangster perempuan kah? Aku memilih diam,  menunggu dengan tidak sabar melihat kelompok masa apa yang akan ku temui. Sepertinya mereka sedang dalam masalah pelik. Kali ini, rasa penasaranku lebih besar dari rasa takutku. Walaupun bayangan kerusuhan sesekali terlintas di depan mata. Membayangkan bagaimana naasnya korban kerusuhan akibat tingkah para pelajar yang brutal dan saling menyerang. Ah, lupakan.

Seseorang muncul.

Ya, ternyata hanya seorang laki - laki.

Aku bernapas lega. Lelaki itu menabrakku dengan napas yang tersendat. Jantungnya sudah seperti ingin copot. Badannya lunglai, melemah seketika disaat mencoba berdiri dengan kedua kakinya yang berlumuran darah. Jika saja ia tidak pingsan saat itu, aku tidak mungkin menyeretnya ke dalam tong berisikan sampah untuk menghindari masalah selanjutnya.

Suara kerumunan masa kembali terdengar. Sadar akan gerombolan masa yang semakin mendekat, aku yang masih tidak mengerti dengan situasi ini cepat memasukkan pria berlumuran darah itu dan membawanya bersembunyi di sana. Ia masih tidak sadarkan diri di saat aku membantingnya cukup keras agar dapat masuk ke dalam tong sampah yang muat untuk berdua. Untung saja ia tidak segera sadar dan menimpukku dengan benda keras. Buat apa juga kami berada di sini. Bersembunyi seperti sepasang kekasih yang sedang kawin lari.

"Kemana dia pergi?" Ucap seorang perempuan berambut cepak. Aku yakin perempuan itu adalah pemimpin mereka. Dari satu-satunya lubang kecil yang ada, aku dapat melihat mereka sedang mencari keberadaan seseorang.

"Mungkin dia pergi ke ujung gang ini bos!" Sahut perempuan yang lebih kecil dengan rambut sepinggang dan berwarna ungu.

"Ayo cari sampai dapat," sahut yang lain.

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu mereka segera bubar dan menghilang. Setelah mendapatkan arahan dari si perempuan berambut cepak, mereka lekas pergi ke arah yang ditunjuk oleh si perempuan berambut ungu.  Setelah aku merasa situasi telah aman. Aku bergegas keluar karena sudah tidak tahan dengan bau menjijikan ini. Tubuh pria itu pun kembali ku buat jungkir balik agar dapat dengan mudah aku keluarkan.

"Uuuhhh, kamu hampir saja membuat seluruh napasku hilang tau." Ucapku kesal. Dan sekarang aku marah-marah dengan pria yang tidak aku tahu nyawanya masih ada atau tidak.

Aku tertarik melihat wajahnya. Namun, tidak sempat ketika tangannya lebih gesit meraih lenganku dan membawaku lari. Bukannya kaki pria ini berlumuran darah? atau mungkin saus tomat, pikirku dalam pelarian.

"Heiiii, itu dia!" Teriak si perempuan berambut cepak ketika kembali melihat incarannya. Akupun ikut berlari.

"Heiii, lepaskan! Kamu mau menculikku ya?" Gerutuku di sela - sela pelarian kami, tapi ia tidak menghiraukannya sama sekali. Ia sibuk berlari menjauh dari gerombolan wanita - wanita yang semakin banyak mengejarnya.

"Kamu tau tempat persembunyian yang aman?" Tanyanya memaksa. Apa-apaan sih ini. Aku mau pulang, kalau mau mati jangan ajak orang gini dong. "Hei, kenapa diem?" Aku gak mau mati sama kamu. Lagipula itu darah atau saus tomat sih? "Please, bawa aku ke tempat yang aman." Kali ini aku dapat menatap wajahnya. Namun lagi-lagi penuh sesuatu berwarna merah. "come on, let me know the save place around here." Ia kembali berteriak di depan wajahhku.

"Ya sudah ikut aku."

langit mulai gelap. Aku menyimpan seseorang yang tidak ku kenali di dalam rumah yang sudah ku diami sejak 3 tahun yang lalu.

"Ayo masuk!" Perintahku cepat.Sekarang semakin galak.

Aku menutup pintu rumah dan melihat suasana diluar dari balik jendela. "Oke, disini aman," setelah memberi intruksi aman, aku membiarkannya menuju toilet.

Momi El sedang berada di pertemuan para ibu-ibu, aku hanya punya waktu 30 menit sebelum momi balik ke rumah dan meneriaki segala hal yang telah ku lakukan. 

"Ada apa?" Ia muncul dari balik pintu.

"Cepat menunduk!" Aku cepat menyuruhnya bersembunyi, ketika momi tanpa terencana datang lebih awal.

"Elmaaaa!!" Iya mom. Elma tahu sudah lupa apa. Hari ini penuh malapetaka.

"Mana belanjaannya?" Momi El datang dengan sekeranjang coklat penuh. Raut mukanya perlahan mengerti melihat anak satu-satunya mulai tersenyum dengan mata memicing. Ini sudah kesekian kalinya aku tidak membawa hasil belanjaan momi ke rumah. Minggu lalu, aku tergoda dengan tawaran Jessica untuk pergi nonton Alladin saat bertemu di jalan. Hari ini, aku terjebak dengan kasus pelarian seorang pria yang tidak ku kenali.

Aku tidak tau harus menjawab apa. Aku juga tidak paham dengan kejadian yang aku alami hari ini. Kalau sudah begini, hanya satu yang aku minta. Sebuah Permintaan maaf eh satu lagi deh, dan sekeranjang coklat penuh darinya. Anak yang baik kan aku.

"Ya sudah, mama mau pergi. Kamu makan dulu, mama sudah siapkan di meja!" Ucapnya. Ia pun pergi dengan taksi yang telah menunggunya di luar. Pergi lagi. Baru juga datang.

Aku menengoknya ke bawah ranjang. Memberinya intruksi agar segera keluar.

''Aahh, apa sudah aman?" Tanyanya sambil merangkak keluar.

"Lebih baik kamu pergi sekarang, aku lapar, pintunya tidak di kunci!" Aku melangkah ke dalam, tepatnya menuju meja makan di tengah dapur. Sampai saat ini, aku belum melihat jelas siapa yang ada di balik wajah berlumuran darah itu. Ia menyusulku ke dapur dengan handuk yang masih melekat di rangkulannya.

"Kamu?" Aku berdiri mendekat. Wajahnya kini tampak sangat jelas. Dengan rambut setengah kering, ia tersenyum lebar sambil menggaruk kepala.

"Aku mimpi ya?" Tapi, sosok itu tidak mau hilang, walau aku sudah berusaha menganggap itu hanya halusinasi. Hari ini aku kebanyakan nonton film Disney. Tadi malam aku juga terlalu banyak mengonsumsi lagu-lagu dia. Pasti ini cuman bayang-bayangku saja.

Ia memilih tinggal sebentar, karena ia tak ingin mengambil resiko kalau saja para gangster  menyerbunya lagi. Disini tempat yang aman menurutnya. Aku berusaha tenang, walaupun perasaanku telah memberontak tidak karuan. Tidak lama aku membenarkan diri, berusaha menganggap ini hanya sebuah ambisi yang memberontak ingin dipenuhi. Aku berjalan menuju pintu keluar dengan Justin yang mengekor di belakang.

Benarkah itu kamu?

Aku masih tidak ingin percaya.

"Lebih baik kau pergi dari sini!" Aku benar-benar memaksa. Menjadi semakin galak menandakan aku mulai sangat frustasi.

"Keluar!" Tolong, aku tidak ingin menangis di depanmu malam ini.

"Kau yakin?" Sangat yakin. Aku tidak bisa melakukan apa-apa selain mengangguk, kemudian lekas pergi ke dalam meninggalkannya.

                         ***

STUCK ON YOU (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang