-Get well soon darl. I realy miss you, I hope there's no one can hurt you. -Justin-
Aku membuka pesan masuk di ponselku. Tak lama kemudian ponsel itu berdering. Awalnya, aku tidak ingin mengangkat. Tentu saja. Justin mencoba menghubungiku kembali. Melihat apa yang sudah menimpaku, bullyian dan segala terpaan dari fans dan media membuatku sangat terpukul. Kali ini benar-benar terpukul. Aku sudah cukup kuat untuk menahan semua yang berhubungan dengan Justin. Tapi, untuk saat ini aku benar-benar tidak tahan.
-El, angkat-
Justin memberi pesan masuk.
-Tidak akan-
Ku balas pesan itu dengan singkat. Aku melangkah ke arah kamar mandi untuk segera bergegas ke kampus.
Di dapur, terdengar suara brisik. Ibu akan datang besok dari Paris. Luthfi dan mba Grayse juga akan datang seminggu lagi. Alex, mungkin saja.
Setelah mempersiapkan diri, dengan baju terusan berwarna biru dan syal tebal serta sweater coklat, aku keluar menuju ruang tamu. Dapur yang tadi terdengar suara kini hening. Rumahnya kembali sepi.
Mungkin kucing, pikirnya.
Tidak lama kemudian, seseorang datang dari arah dapur. Aku sigap mengambil pemukul baseball untuk menjaga diri.
Kali ini seseorang benar-benar ada di dapurku. Tapi, siapa?
Langkah kaki berhenti. Aku maju dengan perlahan.
"Hallo?? Ada orang disana?"
Tak ada suaraSeketika pemukul baseball jatuh. Aku berbalik badan, ingin pergi menuju pintu.
"El, wait"
Tidak mungkin. Tidak akan ada lagi Justin dirumah ini.
"El, jangan pergi," Justin berhasil menghadangku di depan pintu tepat saat aku ingin keluar.
"Tidak ada lagi Justin. Ku mohon, jangan ganggu aku," aku menunduk, tidak kuat melihat wajah itu. Wajah seseorang dihadapanku, wajah yang mungkin akan membuatku jatuh cinta kembali, walau memang rasa itu tidak akan pernah hilang.
Justin tetap berdiri disana. Ia tahu, aku tidak akan kuat menatapnya. Ia bersuara, memastikan aku mengetahui niatnya datang kesini.
"Aku hanya ingin melihat keadaan mu,"
Justin berbicara pelan. Mencoba kembali mengatur kata yang tepat.
"Aku tahu kemarin kamu pulang dengan siapa. Alex kan yang mengantarmu pulang. Aku juga tau kemarin kamu duduk sendirian di pinggir jalan, aku yang menghubungi Alex untuk menemui mu disana," aku tetap menunduk, air mata mulai ku rasakan. Justin yang sadar aku mulai menangis, langsung mengangkat wajahku yang sudah tak dapat menolak.
"Aku sangat ingin datang dan memeluk mu saat itu, tapi tidak bisa. Kamu tahu, aku akan lebih menyakitimu jika terlihat bersama. Tapi, saat ini tidak ada siapa-siapa. Hanya aku dan kamu. Kamu tidak ingin menghabiskan nya berdua. Seperti pertama bertemu. Kamu yang dulu menyelamatkanku dari serbuan fans. Mencoba sembunyi dari kejaran mereka. Aku sangat ingin mengulang semuanya,"
Aku jatuh ke pelukannya, aku masih menangis. Justin mencoba menenangkan dengan membawaku untuk duduk.
Rasanya tenang. Beban di hatiku selama ini seakan hilang. Justin disini bersamaku seperti apa yang aku mau. Tidak peduli apa kata Sayna. Hanya ada aku dan dia. Bisakah dia diam untuk selamanya. Aku tidak ingin ini berakhir.
Untuk sekian kalinya ia membawa ku dalam pelukan hangatnya. Aku tahu hanya dia yang membuat rasa nyaman seperti ini muncul, setiap detak jantung ku berdetak pelan beriirama. Aku memang menangis. Tapi hati ini bahagia melihat dia.
Mendengar penjelasannya tadi, membuatku semakin percaya. Tidak akan ada perempuan lain di hati nya. Justin kini milik ku. Dia akan tetap begitu hingga nanti.

KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU (COMPLETED)
FanfictionBertemu dengan Justin adalah mimpi pahit Elma. Ia bahagia sekaligus berduka. Ketika masalah semakin membuatnya harus melepaskan Justin, Elma memilih bertahan menderita dengan sikap Justin yang kian berubah. Bila waktu dapat berputar, ia tidak ingi...