"Braun?" Aku memegangi keningku. Kepala ini masih sedikit pusing rasanya.
"Ya." Ia berbalik
"Oh, Kau jangan bergerak. Cukup tenang saja di tempat mu itu!"
"C'mon dude. I'm fine!" Ia membuatku seperti orang yang sangat sakit.
"Kau tidak tau. Aku yang tau keadaan mu sekarang. Sudah ini perintah!" Ah, tidak. Aku merasa baik - baik saja. "Tunggu. Kau mau kemana?" Ucapnya saat melihatku bangun dan melangkah. "Makan." Jawabku singkat. Kalau ia menganggapku seperti orang sakit. Seharusnya ia merawatku, bukannya membiarkan ku kelaparan dengan menyuruhku duduk diam diatas tempat tidur. "Kau memang keras kepala. Sudahlah, aku tak akan mencegah mu melakukan apapun." Ya, kuhampiri Braun dan berterimakasih untuk itu. Ia terdengar pasrah. "Kau lapar, atau memang suka dengan makanan itu?"
"Kenapa?" Ia hanya mengatakan "Tak ada."
Aku kembali menghabiskan sarapan yang ku buat sendiri. Terdengar suara ketukan pintu dari luar. Braun menghampiri. Mungkin saja itu hanya tamunya. Tanpa ku gubrisi, aku melangkah ke arah dapur untuk mengambil minuman.
Tak lama kemudian, aku kembali dan menemui seseorang yang kukira tamunya Braun. "Elma?"
"Uupss.. I have to go." Ucapnya cepat saat melihatku.
"Don't go. El, wait, please!" Suara ku terdengar memohon.
Iya tetap ingin pergi. Namun Luthfi menghalanginya didepan. "Tidak baik baru datang langsung pergi." Kulihat ia tersenyum pada El. "Tapii, Fi.." Ia menggeleng. Aku tak tau ini akan menjadi beban buatnya atau tidak. Tapi ia masih dengan baik hati kembali dan menghadap ke arah ku. "Baiklah." Ia menghela nafas.
Elma mendekat. Braun memberikannya tempat duduk. Aku hanya bisa tersenyum saat ini."Kenapa tersenyum?" Ekspresi itu sangat persis dengan sikapnya dua tahun yang lalu. Saat dimana ia terlihat kesal ketika aku membawanya dalam mobil.
"I just happy today."
"Kenapa?" Ia bertanya lagi.
"Thanks El, kau sudah mau menemui ku." Aku mencoba meraih lengannya. Tak lama, ia langsung menghempaskannya begitu saja.
"Kau jangan salah paham Justin. Aku tak ada maksud apapun." Ketusnya
"Kau benar - benar belum berubah El. It's not yourself. Why?" Kini ku berhadapan dengannya. Berusaha membuatnya bicara dengan jelas akan semua ini. Aku tau ia tak kan kuat menerima tatapan ku. "Lalu, aku harus bagaimana? I don't know what should I do, Justin. I don't know what I feel. I just want to protec myself and my parents. It's not me? Yess it's not me." Sudah untuk kesekian kalinya aku melihat ia menangis. Sementara Luthfi dan Braun memperhantikan kami dari jauh.
"Kau tak bisa lagi menghalangi hubungan mereka Braun." Luthfi berucap. "Tapi ku kira, Justin masih menyayangi Sayna?" Katanya. "Kau tak bisa melihatnya? Mereka mempunyai perasaan yang sama." Ucap Luthfi lagi. "Aku tak pernah tau. Justin tak pernah menceritakannya padaku."
Elma mulai terisak. "Kau tak perlu menangis El. Maksud mu apa untuk melindungi dirimu dan orang tua mu? Apa ada yang menganggu mu?" Aku berbicara lagi. Kali ini aku berhasil menggenggam jemarinya. "Sudahlah, tak usah mengurusi ku. Aku hanya ingin memberikan ini." Diletakkannya serangkai bunga yang ia bawa. "Jangan bilang kau ingin pergi. Aku masih ingin kau ada disini, dihadapan ku. Hanya untuk hari ini ku mohon." Ia tampak sedang berpikir. Ayolah El. "Kau mau kan? I want to spend my time just for today with you. Before tomorrow I must going to show my next tour in France." Jelas ku. "Kau akan pergi?" Sikap El mulai berubah. Iya terdiam lama. Lalu kujawab "Ya.." Ia langsung memeluk ku saat itu. Aku tak yakin kalau ia akan merasa kehilangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
STUCK ON YOU (COMPLETED)
FanfictionBertemu dengan Justin adalah mimpi pahit Elma. Ia bahagia sekaligus berduka. Ketika masalah semakin membuatnya harus melepaskan Justin, Elma memilih bertahan menderita dengan sikap Justin yang kian berubah. Bila waktu dapat berputar, ia tidak ingi...