Chapter 22

26 0 0
                                    

Berada disini, dengannya dan hanya berdua merupakan hal ternyaman yang aku rasakan. Justin disini, dengan pelukan eratnya ia memeluk tubuhku seakan tak ingin aku pergi kemana-mana. Kami tak bersuara untuk waktu yang cukup lama, sampai seseorang datang membuka pintu.

"Alex?"

Alex datang membawa makanan ditangannya. Ia tersenyum pahit sedikit lalu pergi, sebelum ia sempat mengucapkan apa-apa. Ia kembali menutup pintu itu, Justin yang sontak melepaskan pelukannya membuatku bangun ingin mengejar Alex.

"Al wait," pintaku. Ia berhenti tepat di depan mobilnya. Ia tak berbalik. Alex membuka pintu mobilnya yang berhasil ku tutup kembali lebih cepat.

"Tunggu Al!" Dengan cepat ku tutup pintu mobil itu dengan mendorongnya.

"Kalau kamu terganggu, aku bisa pergi sekarang El," ucapnya lirih.

"Tidak ada yang terganggu. Sama sekali tidak. Jadi kamu bisa masuk dulu. Ayoo," ku raih lengannya berusaha memintanya untuk masuk.

Justin yang duduk di sofa terdiam melihat kami. Ia menaruh kaki nya menyilang dan merentangkan kedua tangannya. Aku menegur gaya duduknya itu. Ia terlihat sangat tidak suka Alex disini. Aku tahu.

"Jadi ada apa dia kesini? Mengganggu saja,"

Aku menatap Justin tajam. Dan, kualihkan pandangan itu ke Alex seolah membiarkannya merasa nyaman sehingga tidak memperdulikan sikap acuh Justin.

Melihat Alex membawa plastik di tangannya. Aku mencoba melihat.

"Kamu bawa apa? Coba lihat," ia memberikannya dan membukakannya.

"Siomay. I really Love it," Justin yang heran melihatku begitu riang segera menyeletuk.

"Kamu gak pernah bilang kalau suka siomay,"

"Kamu tahu apa si, kamu gak pernah nanya apa-apa juga," jawabku ketus. Membalas sikapnya yang kurang sopan.

Menurutku dia hanya memberikan sesuatu yang ia bisa beli, dan tidak membiarkanku untuk memilih apa yang aku suka. Mendengar jawabanku itu, Justin menoleh dengan tawa kecil

"Aku tau semuanya. Aku juga tau yang ada di hatimu,"

"Siapa? " tanya ku cepat.

"Aku. Siapa lagi,"

Ia menghampiri kami di meja makan. Memakan nasi goreng yang ia buat di dapur.

Dengan gaya asiknya ia memandangku dengan senyum menang.

"Apa si Justin. Sok manis deh. Gak enak juga paling itu nasi goreng,"

Ia tak menggubris. Alex memakan siomay yang ia beli, kebetulan dia hanya beli dua. Sehingga hanya aku dan Alex yang memakan siomay itu. Sementara Justin harus memakan nasi goreng gosong yang ia buat untukku.

"Kamu rasain dulu El, enak kok,"

"Melihatnya saja aku gak nafsu,"

"Makasii lo, tapi aku lebih tertarik sama siomaynya Alex,"

"Its oke. Tapi untuk hati, kamu hanya tertarik sama aku kan. Pasti itu," ucapnya pede abis.

Lelah mendengar gombalan garing Justin pagi-pagi, aku memilih menyantap siomay itu dengan khidmat. Tidak peduli apa kata Justin memuji dirinya yang dianggap hebat dan apalah yang lain lagi.

Selesai sarapan, aku berdiri sedikit membereskan diri ke kamar.

"Mau kemana El?" Tanya Justin seraya mendekat ke kamarku. Ia masuk tanpa permisi.

"Eh, kamu kok masuk gak bilang-bilang,"

Aku duduk di meja kaca memakai lipstik yang memudar karena sarapan tadi. Justin berdiri di belakangku. Ia tersenyum disana. Aku berbalik menyuruhnya menunggu di luar. Namun, ia malah memegangiku, tidak membiarkanku berbalik menyentuhnya.

Jadilah kami didepan kaca berdua menatapi wajah di sana satu sama lain.
Kami hanya terdiam.

"Kok diem? Cium ini,"
"Eh, enak aja. Udah-udah keluar dulu,"

"Mau ke kampus kan? Sama aku ya," pintanya.

"Gak bisa, aku sama Alex," aku mendorongnya hingga keluar pintu.

"5 menit lagi,"

Pakaian sudah kembali rapi, aku meraih tasku dan siap untuk ke kampus. Jam pertama sudah lewat. Tapi, masih ada jam kedua yang akan dimulai setengah jam lagi. Aku harus bergegas.

"Al, kita ke kampus ya," Ucapku sedikit merapikan rambut.

"Al?"

Justin duduk di sofa dengan gaya yang sama. Duduk dengan kaki menyilang dan tangan direntangkan, belagak seperti bos besar.

"Alex udah balik. Katanya dia ada jam kuliah. Jadi dia buru-buru,"

haduh...

aku tau ini ulah dia. Alex tidak ada jam kuliah hari ini, aku tahu itu.

"Udah deh Justin, kamu kan yang suruh dia pulang. Aku tau dia gak ada jam kuliah," aku membentaknya kemudian pergi.

"Eh tunggu El. Mau kemana? "

"Sayang."

Aku berusaha marah, tapi tidak bisa. Justin mendekat dan merangkulku. Ia tersenyum manis sekali. Matanya berbinar memohon dengan sangat. Ia menatapku dalam dan memegangi tangan ku erat. Ku mohon aku tidak bisa menolak.

"Mobilnya disana sayang. Ayo,"

Kami pun pergi berdua dengan mobilnya. Untuk kesekian kalinya aku merasa di ambang batas rasa sayangku . Ya Tuhan, kenapa laki-laki ini membuatku jatuh cinta setiap hari.

Aku pun meraih kedua tangannya, membiarkan hangat genggamannya memenuhi suhu tubuhku. Terimakasih Justin, aku tidak akan pernah menyesal sudah mengenalmu. Terlebih lagi, untuk memberikan seluruh perasaan ini hanya untuk kamu satu-satunya.

STUCK ON YOU (COMPLETED) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang