Caterpillar in the tree
how you wonder who you'll be
can't go far but you can always dream"Oh dear, aku sungguh turut berbahagia dengan kelulusanmu," Sandra memeluk Kania erat dengan kedua matanya yang berbinar-binar. Sandra menyerahkan sebuah buket bunga cantik ketangan wanita bertoga itu, ungu lavender, kesukaan Kania. Well, wanita berkulit hitam itu adalah sahabat Kania. Mereka berdua satu jurusan di University of California. Harusnya Sandra lulus bersama Kania, namun wanita itu tahun lalu memutuskan untuk menikah dengan kekasihnya, Sam, dan baru saja melahirkan anak pertamanya sebulan yang lalu, sehingga Sandra tidak bisa mengikuti ujian akhir bersama Kania.
Kania menatap sayang sahabatnya itu dan matanya sudah memerah menahan tangis haru.
"Hey, what's wrong? You must be happy, dear. I'm so proud of you!"
Sandra merangkul tubuh mungil sahabatnya itu. Dibandingkan Sandra yang keturunan Amerika asli berkulit hitam, Kania memang memiliki perawakan kecil, berwajah oval, kulitnya sawo matang dan dua bola mata yang hitam, khas orang Asia.
"Aku hanya terharu, San. Aku masih tidak percaya bisa menyelesaikan ini."
Kania terkekeh sambil mengusap airmata yang keluar di pelupuk matanya yang sembab.
"Tidak ada yang salah. Kau sudah bekerja keras, dan ini hasil jerih payahmu." Sandra menatap Kania dengan serius,"Kalau aku menjadi dirimu pun, aku sangsi apakah aku bisa bertahan hingga saat ini."
Pikiran Kania menerawang jauh, kejadian 5 tahun lalu sampai kapanpun tidak akan pernah dia lupakan. Dia dan calon anak diperutnya tiba di negara ini saat hamparan salju tebal berjatuhan menyelimuti kota. Dia harus kehilangan anaknya diperutnya karena kelelahan bekerja untuk menafkahi hidupnya di negara yang asing ini. Ijazah Dokter yang Kania miliki tidak bisa digunakan di negara ini, dia harus keluar masuk klinik dokter untuk melamar pekerjaan sebagai asistant, berkali-kali dia ditolak, dan sampai pada akhirnya dia harus bekerja sebagai kasir di sebuah minimarket 24 jam.
10 jam sehari, 7 hari kerja, membuat Kania kelelahan. Janin didalam kandungannya tidak sanggup untuk terus mendampingi wanita itu dan pada akhirnya, janinnya pergi untuk selamanya. Kania menyesal, sungguh menyesal akan kehilangannya itu. Hatinya terasa sakit mengingat mengapa semua itu bisa terjadi. Kesalahan dirinya, namun lelaki itu pun juga bersalah, batinnya.
Panggilan Sandra yang cukup nyaring membuyarkan lamunan Kania. Sandra menarik Kania keluar dari kerumunan orang-orang yang masih berbahagia ditengah acara kelulusan universitas tersebut. Kania harus berlari kecil untuk menyeimbangkan langkah Sandra yang besar di hamparan rumput halaman belakang universitas ini. Dia cukup kesulitan berjalan karena heels yang dia pakai cukup tinggi. Well, kania termasuk wanita yang tidak terlalu feminim, dia jarang sekali menggunakan heels dan hari ini, dia benar-benar merasa kerepotan karenanya.
"Aku tidak sabar untuk segera tiba di rumah. Evie pasti sudah memasak banyak makanan untuk merayakan kelulusanmu ini, Kania," Sandra semakin mempercepat langkahnya. Mereka sudah hampir tiba di parkiran dan dengan cepat Sandra masuk kedalam mobilnya, di ikuti Kania yang masih kerepotan dengan heels dan toganya.
Sandra tersenyum maklum. Dia menyalakan mesin mobil dan membawa Kania melaju menuju rumah Evie, yang juga merupakan rumah Kania, tentunya.
Evie dan suaminya, Bob, adalah sepasang suami istri lansia yang begitu baik kepada Kania. Mereka berdua lah yang dengan baik hati menampung Kania dirumahnya. Pasangan itu tidak memiliki anak. Dulu pernah punya, namun saat berusia 15 tahun anak mereka meninggal akibat kecelakaan tabrak lari. Evie merupakan seorang perawat di salah satu klinik di Berkeley dan Bob adalah mantan polisi yang berbahagia menikmati masa pensiun bersama istrinya saat Kania datang tinggal bersama mereka.
Evie lah yang menolong Kania saat mengalami perdarahan dan kemudian kehilangan janin yang di kandungnya. Evie merasa kasihan dengan gadis itu, melihat gadis muda itu menangis meraung meratapi nasibnya. Evie dan Bob menganggap Kania seperti anak kandung mereka sendiri. Kania sangat bersyukur telah mengenal keduanya.
Kania sendiri tidak memiliki orang tua, sejak kecil Kania tinggal di Panti Asuhan di Jakarta. Kania kecil adalah anak yang cantik dan cerdas. Kania mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi S1 nya di Fakultas Kedokteran UI. Di kampus itu lah, semua cerita pahit kehidupan Kania berawal.
Kania yang dulu hanya seperti ulat bulu yang dipandang sebelah mata. Kini perlahan berubah menjadi kupu-kupu kecil yang belajar untuk merentangkan sayapnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
QUARREL
RomanceSudah 5 tahun sejak kedatangan Kania di kota ini untuk pertama kalinya, di Berkeley City. Kota dimana dia kembali menata hidupnya, memulai kembali lembaran kehidupan Kania yang sempat porak poranda. Kania, seorang wanita dengan nasib yang kurang ber...