#6 - Old Story

811 37 2
                                    

"Kau tidak pernah mengatakan kepadaku kalau Reynand adalah residen bimbinganmu, Keenan," ucap Kania getir saat berjalanan beriringan bersama Keenan menuju parkiran. Malam hari telah datang, kegelapan menyelimuti mereka karena rapat audit medik yang berjalan alot.

Langkah Keenan terhenti dan wajah tampan itu memandang Kania heran.

"Apa maksudmu?"

"Reynand siapa yang kau maksud?" tanya Keenan lagi.

"APA KAU PURA-PURA TIDAK MENGERTI ATAUKAH KAU BERPURA-PURA BODOH KEENAN?!"

Luapan emosi Kania yang sudah ia tahan dari beberapa jam yang lalu akhirnya tumpah. Kania kesal, kesal kepada Keenan, kesal kepada Reynand, kesal bercampur amarah ini terasa membakar dadanya. Kania tertunduk, airmatanya jatuh perlahan. Dia merasa terkhianati.

Keenan menangkupkan kedua tangannya ke wajah Kania dan membuat wajah itu menengadah kearahnya. Keenan tersentak melihat airmata mengalir di wajah wanita kesayangannya itu, ia sama sekali tidak mengerti apa yang Kania dimaksud.

Ada apa dengan residen bimbingannya? Kenapa dengan Reynand? Batinnya berkecamuk.

"Kenapa kau menangis, Kania?" tanya Keenan lembut, ia tidak pernah melihat Kania marah seperti ini,"Aku tidak berpura-pura, aku sungguh tidak mengerti."

Keenan menarik tubuh Kania mendekat kearahnya dan kemudian memeluknya. Tangannya mengelus puncak kepala Kania. Kania terdengar semakin terisak.

"Bisa kau ceritakan kepadaku, Kania sayang," bujuk Keenan lagi.

"Kenapa-kau-jahat-kepadaku?" ucap Kania terbata-bata disela tangisannya. Tangannya mengepal dan mencoba memukuli dada Keenan."Aku benci kepadamu, Keenan!"

"AKU BENCI!!"

Pelukan itu terlepas begitu saja. Kania berlari menjauhi Keenan. Rasa sakit hatinya yang sudah ia kubur dalam-dalam, menyeruak keluar mengiris kembali hatinya yang perlahan sembuh. Kania tahu, Keenan berusaha mengejarnya.

Taksi itu melihat isyarat Kania dan berhenti didepannya, Kania dengan cepat masuk kedalam dan terlihat Keenan yang berusaha mencegah taksi untuk pergi. Jendela kaca mobil berbunyi nyaring, Keenan menggedornya dan seruan Keenan yang Kania acuhkan.

"Jalan saja pak."

Perintah Kania kepada supir taksi didepannya.

Taksi itu melaju semakin cepat meninggalkan Keenan dibelakangnya. Hujan mulai turun berjatuhan membasahi jalanan. Keenan masih berdiri mematung, kebingungan.

Kenapa Kania bersikap seperti itu kepadanya?

*

Flashback, 10 years ago.

Kania memejamkan matanya dan menyumpal kedua telinga dengan jari tangannya.

Aku pasti bisa bertahan jeritnya dalam hati.

Sekeras apapun Kania berusaha, suara tawa gerombolan gadis itu masih saja terdengar olehnya.

Fakultas Kedokteran memang terkenal sebagai tempat kuliah anak orang kaya dan juga pintar, namun hal itu tidak berlaku untuk Kania, ia pintar tapi bukan anak orang kaya. Hari-hari bully dari gerombolan gadis itu sudah Kania terima sejak ospek fakultas dan berlanjut hingga sekarang.

Dari 80 orang angkatannya, teman-teman Kania yang lain memilih bersikap acuh tak acuh kepadanya, hanya 3 gadis itu yang selalu saja berusaha agar Kania dikeluarkan. Kania sadar ia berbeda dari teman-temannya tapi Kania merasa tidak ada hal yang pantas dari dirinya yang bisa membuat 3 gadis itu iri kepadanya.

Tapi hanya 1 hal yang tidak dimiliki oleh salah satu gadis itu, yaitu perhatian seorang Reynand Arganta kepada dirinya.

Siapa yang tidak tahu kalau Marsha sangat tergila-gila kepada Reynand.

Flashback end

*

Kania terbangun dipagi hari dengan mata bengkak. Perlahan ia turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Air shower yang terasa dingin keluar membasahi tubuh dan kepalanya.

Sekarang kepala Kania terasa sakit, semalaman ia memikirkan Keenan dan Reynand. Mungkinkah mereka berdua bersekongkol untuk membuat Kania kembali ke Indonesia. Kania tidak habis pikir kenapa Keenan begitu tega kepadanya, membuat dirinya harus kembali mengingat rasa sakit hatinya.

Sekarang Kania terjebak bekerja di tempat dimana Reynand juga berada disana.

*

Semalaman Keenan tidak bisa tidur karena memikirkan Kania. Wanita itu tidak pernah marah seperti itu kepada dirinya. Hari ini pagi-pagi sekali Keenan berangkat ke rumah sakit dan sesampai diruangannya, ia menelpon sebuah nomor dari ponselnya.

"Aku ingin bertemu dengan dr. Rey sekarang. Dapatkah kau menghubunginya dan menyuruhnya segera ke ruanganku?" perintah Keenan kepada lawan bicaranya ditelpon.

Setelah meletakkan kembali ponselnya, Keenan menyandarkan tubuhnya yang terasa lelah dikursi. Keenan memijat keningnya karena kepalanya terasa berdenyut sekarang. Kania masih tidak mau berbicara kepadanya. Semua telpon dan pesan yang Keenan kirim tidak di acuhkan Kania.

Satu-satunya cara untuk mengetahui alasan Kania marah adalah berbicara kepada Residennya, dr.Rey.

*

Kania berjalanan cepat menuju ruang kerjanya. Semalam sebelum mengikuti rapat audit medik, Keenan sudah menunjukkan ruang kerja milik Kania. Selain menjadi staf dokter, disini Kania juga berkerja sebagai pengajar sehingga Kania diberikan ruangan khusus untuk membimbing mahasiswanya.

Pintu ruang kerja Kania sedikit terbuka, Kania tidak merasa aneh akan hal itu dan langsung melangkah masuk kedalam. Betapa terkejutnya Kania karena sudah ada seseorang yang menunggunya disana.

Mendengar langkah seseorang masuk kedalam, sosok itu menolehkan kepalanya.

Wajah itu terlihat keras dan tidak ada senyum disana.

"Akhirnya kau datang.."

"Mama...."

*

QUARRELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang