Kania's PoV
Aku menggeliat pelan ketika cahaya matahari pagi menerpa wajahku. Namun ada sedikit yang terasa janggal, entah kenapa seluruh badanku terasa sakit sekali. Sebuah tangan kekar—yang tanpa aku sadari—melingkar posesif diperutku.
Tangan kekar?
Diperutku?
Jantungku berdebar dengan kencang. Tadi malam sepertinya aku benar-benar mabuk sampai tidak ada secuil ingatanpun yang tersisa di kepalaku. Dengan tangan gemetar aku menyingkap selimut yang menutupi sosok disebelahku ini. Tanpa aku sadari, flashback 6 tahun yang lalu, kembali terulang di masa kini.
Wajah yang sama terlelap tidur disampingku.
"Reynand.."
Hatiku mencelos.
" We did it again.." bisik ku pilu.
*
10 jam sebelumnya.
Reynand's PoV
" Kau tetap tidak mau mengatakan alasan kenapa kau meninggalkan aku huh?" perempuan didepan ku ini benar-benar sudah mabuk berat. Yang di lakukan Kania sedari tadi hanya memandangku dengan wajah mabuknya dan melontarkan pertanyaan yang sama. Entah sudah berapa banyak minuman keras yang Kania minum dari gelasnya.
" Rey.." panggilnya lagi dengan memelas. Kini dia sudah memukul pelan dadaku," Jelaskan Rey.. Jelaskan kenapa kau mengatakan kalau kau masih mencintai ku?"
" Itu bohong kan Rey?"
Pukulan di dadaku terasa semakin kuat, dengan kepalan tangan yang kecil dan begitu rapuh, aku begitu terenyuh memandang wajah wanita didepanku ini. Perlahan aku genggam kedua tangan itu, menghentikan pukulan brutalnya dan menatap kedua bola matanya.
Dia masih Kania yang sama.
Aku masih melihat tatapan cintanya kepada ku, aku berani bertaruh, wanita ini masih memujaku seperti dulu.
" Kita pulang ya?" bujuk ku kepada Kania yang diam memandangku. Kedua mata kami saling bertemu.
Kania mengangguk.
" Aku rindu kita seperti dulu Rey," bisiknya sebelum akhirnya jatuh tertidur didalam dekapanku.
*
Aku merebahkan tubuh Kania di atas tempat tidur apartemenku setelah memapahnya susah payah.
Ini adalah apartemen yang sama dengan apartemen yang aku dan Kania tinggali setelah kami menikah dulu. Setelah bercerai dengan Kania, aku pindah ke rumah orangtua ku, namun apartemen ini masih sering aku datangi kalau aku sedang tidak ingin pulang ke rumah—tepatnya menghindari mama.
Kehidupan awal pernikahan kami yang seumur jagung bermula di sini.
Jujur, aku juga sangat merindukannya.
Kania menggeliat dari tidurnya dan perlahan kedua matanya terbuka. Dia memandangiku yang sedang duduk di tepi tampat tidur. Kania melepaskan tangannya yang aku genggam dan tanpa aku sangka, dia menarik kerah bajuku dan akupun jatuh ke dalam pelukannya.
Kini aku terbaring di atas Kania.
Semuanya terjadi begitu saja. Kania melumat bibirku dengan rakus. Tidak mau kalah dengan sikapnya, aku pun turut melumat bibirnya yang merah ranum itu. Aku menggigit bibir bawahnya untuk membuka celah memasukkan lidahku bergerilya disana.
'Aku sangat menikmatinya'
Tanganku tanpa diminta sudah mulai bergerak meraba dibalik baju terusan yang Kania kenakan. Aku menarik baju dan bra yang dia kenakan dengan kasar, kemudian meremas payudaranya bergantian. Terdengar desahan Kania di telingaku yang membuatku semakin bernafsu untuk mencumbuinya. Bibirku melepaskan tautan ciuman kami dan mulai turun menciumi leher dan bagian belakang telinganya. Leher—belakang telinga yang aku cumbui dengan liar—dan akhirnya bibirku turun ke payudaranya dan mulai menghisap nipple nya yang sudah mengeras sedari tadi. Tanpa diminta aku meninggalkan kiss mark disana. Menandai kepemilikanku atas tubuh ini.
Wanita ini adalah milik ku seutuhnya.
*
Kania's PoV
Nafasku terasa memburu, airmataku sudah tumpah sedari tadi. Aku tidak memperdulikan supir taksi yang memandangku heran dari balik kaca spionnya.
Beruntunglah hari ini adalah hari minggu, sehingga aku tidak terjebak macet seperti biasanya. Aku masih terus menatap keluar jendela dan hanyut memikirkan kebodohan yang telah aku lakukan.
Twice in my life. I did it with same guy.
Tanpa menunggu Reynand terbangun, aku bergegas mengenakan pakaianku dan pergi meninggalkannya. Semua ini terjadi karena kesalahanku. Aku yang tidak berani menghadapi kenyataan. Andai saja saat di kafe itu aku tidak melepas pelukan Reynand saat dia mengakui perasaannya dan mendengarkan penjelasan darinya, aku tidak akan memutuskan untuk pergi ke Bar sialan itu dan mabuk disana.
Ya meskipun aku tahu kalau aku akan tetap sama-sama berakhir dengan terpuruk.
Taksi yang aku tumpangi berhenti didepan apartemenku. Aku bergegas turun keluar dan menaiki lift menuju kamarku. Aku mengeluarkan ponselku dari dalam tas dan mendapati—yang harus aku tahu—ponsel ini dalam keadaan mati karena kehabisan baterai. Aku sangat bersyukur karenanya, dengan ini aku tidak bisa diganggu oleh siapapun.
Aku hanya sedang ingin menyendiri.
*
Keenan's PoV
Tidak aktif.
Aku menghubungi ponsel Kania, tapi tidak ada jawaban darinya. Seharian aku terlalu fokus dengan kebersamaanku bersama Alena, sehingga aku tidak sempat mengecek ponselku dan ternyata Kania ada mengirimiku pesan beberapa kali.
Beruntungnya aku tidak ada mendapatkan panggilan pasien gawat satupun hari ini, sehingga aku bisa menghabiskan waktu seharian bersama Alena—Alena ku—setidaknya itu tanda kepemilikan yang bisa aku ucapkan beberapa tahun yang lalu. Namun kenyataan sekarang berbeda. Alena telah menikah dengan orang lain. Dan statusku hanya sebagai mantan pacarnya—pacar yang dia telah tinggalkan—tepatnya.
Meskipun sekarang Alena sedang mengurus perceraiannya, aku ragu kami berdua masih bisa kembali seperti dulu. Aku tetap mendengarkan ceritanya, beberapa tahun tidak bertemu membuatku banyak ketinggalan tentang cerita hidup wanita yang ku cintai ini. Meskipun Alena telah meninggalkan ku dan menikah dengan orang lain, sangat tidak adil kalau aku bersikap egois kepadanya, kini aku menghargainya seperti seorang sahabat yang selalu ada bersama disampingnya.
Malam sudah semakin larut, aku sudah tiba didepan pintu apartemen Kania, yang hanya berbeda 3 lantai dari kamarku yang berada di apartemen yang sama. Mungkin Kania sudah tidur, tapi memerlukannya. Aku memerlukan tempat bersandar untuk semua perasaan lelahku hari ini.
Aku membunyikan bell beberapa kali. Namun tidak ada jawaban.
Mungkin besok aku bisa bercerita kepada Kania. Aku pun berbalik pergi menuju lift dan naik menuju kamarku sendiri.
*
Keesokan paginya.
Tindakan PCI cito di hari minggu pagi ini membuatku bergegas pergi ke RSCM. Semua kru di ruang tindakan telah bersiap, kecuali Reynand yang tidak datang. Residen jantung—yang juga berada dibawah bimbinganku seperti Reynand—sudah berusaha menghubunginya namun tidak ada respon. Akhirnya kami memulai tindakan ini tanpa Reynand.
Tiga jam tindakan berjalan dengan lancar. Aku melepaskan jubah steril ku dan memasukkan nya kedalam keranjang. Saat keluar dari ruang tindakan, mata ku menangkap sosok Reynand yang sedang berdiri menungguiku. Aku berjalan menghampirinya.
Reynand memandangku dengan tatapan mata bersalah.
"Maafkan saya terlam-"
" Apa kau baru saja menghabiskan malam bersama Kania?" potongku cepat.
Entah kegilaan apa yang membuatku bertanya seperti ini kepada Reynand.
Aku hanya memiliki feeling saja.
*
PCI: precutaneus coronary intervention—salah satu tindakan untuk pasien penderita penyakit jantung koroner
Cito: segera—gawat darurat
KAMU SEDANG MEMBACA
QUARREL
RomanceSudah 5 tahun sejak kedatangan Kania di kota ini untuk pertama kalinya, di Berkeley City. Kota dimana dia kembali menata hidupnya, memulai kembali lembaran kehidupan Kania yang sempat porak poranda. Kania, seorang wanita dengan nasib yang kurang ber...