#21 - Red Flag

334 6 0
                                    

Sebelum Reynand memeluknya dari belakang, Kania sedang memakai pakaiannya kembali.

"Kamu menganggu aku mengenakan bajuku, Rey," Dia tertawa renyah kemudian mengangkat tangannya dan mengusap pipi Reynand.

"Aku merindukan kita yang seperti ini."

"Aku juga," bisik Reynand di telinga Kania. Dia semakin mengeratkan dekapannya.

"Apa kamu tidak ingin bermalam satu malam lagi disini?" Bujuk Reynand kepada Kania.

Kania terkekeh.

"Maafkan aku Rey. Aku tidak bisa. Keenan akan datang besok pagi. Dia pasti sangat khawatir kalau aku tidak berada di apartemenku," jelasnya sembari mulai mengancingkan baju yang dia kenakan.

Jemari Kania terhenti karena pelukan tangan Reynand menghalanginya untuk mengancingkan bajunya.

"Rey, tangan kamu." Kata Kania.

Reynand yang menyandarkan kepalanya di pundak Kania tidak mengacuhkan permintaannya. Pria itu suka sekali mencium aroma tubuh wanita ini. Wangi vanilla.

"Rey.. Tolong," pinta Kania sekali lagi, kali ini Kania berusaha melepaskan pelukan Reynand namun Reynand semakin mengeratkan pelukannya.

Sepasangan tangan itu sekarang tidak hanya mendekap Kania namun perlahan naik keatas, menyentuh kedua payudara Kania dan kemudian meremasnya. Sentuhan itu membuat payudara Kania menegang dan suara desahan kemudian keluar dari bibir Kania. Reynand tidak dapat menahan senyumnya. Dia mulai menciumi leher wanita itu dengan lembut dan mengecupnya lama. Meninggalkan bekas kepemilikannya disana.

Gairah yang tidak tertahankan itu kembali menjalari sekujur tubuh Kania. Seperti mengerti dengan hasrat Kania yang sudah mulai terpancing, Reynand menggendong Kania kedalam pelukannya dan membawanya kembali ke atas ranjang.

"Aku tidak akan membiarkan kami pulang sebelum kita menyelesaikan ini, sayang," Godanya nakal di telinga wanita itu.

Kania mengangguk tanda memberikan ijin kepada Reynand untuk mencumbunya lagi dan mereka pun semakin memperdalam ciuman mereka.

*

"Kenapa ponsel wanita itu tidak bisa di hubungi?" Kata Keenan gusar, tepatnya dia berbicara kepada dirinya sendiri.

"Ada apa dok?" Tanya John, salah satu Residennya khawatir.

Keenan terkejut mendengar suara John yang menyapanya, dia tersadar dari lamunan ya. Setelah menguasai dirinya kembali, dia melempar senyum kepada Residennya itu.

"Tidak ada apa-apa," jawab Keenan.

Keenan memandang ke sekelilingnya dan memperhatikan satu demi satu orang-orang yang hadir di tempat itu. Pria itu tidak ada di sini, batin Keenan tidak enak.

"Reynand tidak ikut acara kali ini?" tanya Keenan kepada John yang sekarang sibuk menuliskan sesuatu di mejanya.

"Tidak dok. Reynand katanya sedang ada urusan keluarga, jadi dia tidak dapat hadir hari ini," terang John.

Keenan mengangkat alisnya. Heran.

'Urusan keluarga?'

Terdengar aneh bagi Keenan karena selama berada di bawah bimbingannya, hingga sekarang setelah Reynand menjadi Chief Residen, Pria itu tidak pernah absen. Reynand selalu hadir dan mengerjakan semua tugas yang di berikan Keenan tepat waktu. Termasuk Residen yang rajin. Tanpa Keenan sadari, dia telah memuji Reynand, si Pria brengsek itu.

"Bisa kamu panggilkan dokte Via kemari?" Pinta Keenan lagi kepada John.

John menganggukkan kepalanya dan bergegas memanggil Via seperti yang Keenan perintahkan.

Beberapa menit berselang, John datang bersama Via dibelakangnya.

"Selain Reynand, kamu adalah Chief Residen kepercayaanku," kata Keenan setelah mereka cukup dekat.

"Aku akan pulang ke Jakarta lebih awal dan aku serahkan sisa acara ini kepada kamu, Via."

"Baik dokter," jawab Via sembari membungkukkan tubuhnya sedikit ketika Keenan berjalan melewatinya.

"Hati-hati dijalan dokter," timpal John cukup nyaring sebelum Keenan melangkah lebih jauh.

Perasaan Keenan tidak enak. Dia harus kembali ke Jakarta secepatnya. Dia harus mengecek keadaan Kania dan Keenan akan mencoba untuk berbicara kembali dengan Alena.

Keenan tidak ingin hal yang buruk kepada Alena karena keputusannya itu.

*

Langit diluar sungguh terang. Matahari memancar dengan panasnya hari ini meliputi kota Jakarta. Hamparan langit bersih tanpa ada satupun awan mendung disana.

Berbeda dengan teriknya diluar, didalam kamar itu sungguh gelap. Tirai yang tertutup rapat dan penerangan yang dimatikan pemiliknya. Hanya suara isakan wanita yang terdengar. Penampilannya sungguh tampak kacau. Namun hatinya jauh lebih hancur berkeping-keping.

Di lantai kamar itu terlihat sangat berantakan, semua barang tampak berceceran dan rusak. Ada yang hancur akibat dilempar pemiliknya dengan membabi buta.

Tubuh itu meringkuk diatas tempat tidur. Airmatanya tidak kunjung berhenti keluar sejak tadi malam.

Sejak pria itu menolaknya dan tidak mencintainya lagi. Alena dapat melihat itu dari tatapan mata Keenan, kalau tidak ada lagi cinta untuknya. Semua hanya untuk Kania.

Kania, wanita sialan itu.

Alena tidak akan pernah memaafkannya.

.

QUARRELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang