Gadis itu bertubuh ramping dilengkapi wajah yang cantik dan mengenakan jas dokter, matanya yang berwarna cokelat bersinar bahagia.
"Kakak!" serunya dan langsung menghambur memeluk Kania erat. Kania membalas pelukan hangat dari gadis itu, Natasha Arganta.
Natasha adalah adik dari Reynand. Dari semua anggota keluarga Arganta, hanya Natasha yang selalu bersikap baik kepadanya. Tidak seperti kebanyakan anak keluarga kaya, Natasha tidak pernah sombong dan merendahkan orang lain, sifatnya sangat bertolak belakang dengan kakaknya, Reynand. Natasha dulu adalah junior Kania dan Reynand ketika menempuh pendidikan dokter umum.
"Natasha, kamu kerja disini?" Kania bertanya heran melihat mantan adik iparnya itu sudah mengalami banyak perubahan, terutama dalam hal berpakaian, tampak lebih feminim.
"No no no," wajah cantik itu menatap Kania dihadapannya, masih tampak kebahagiaan,"Sekarang aku udah jadi Residen kak."
"Congrats!"
"Kau banyak mengalami banyak perubahan dan kemajuan ternyata, terutama dalam belajar, hmm?" lanjut Kania dengan nada menggoda,"Residen? untuk seorang Natasha yang tidak terlalu suka belajar."
"Kakak!" gerutu Natasha, bibirnya sudah mencibir.
Kania hanya tertawa dan kembali duduk dengan santai.
"Ngapain kamu ke sini, sha?"
"Nganterin tugas kak, tugas dari dokter Keenan," jawabnya sembari melangkah menuju meja kerja Keenan. Diletakkannya sebundel kertas disana.
"Paper?" Kania mengangkat alisnya," Aku dengar kau tadi mengatakan Keenan galak kepada perawat didepan."
Natasha meletakkan jari telunjuk dibibirnya,"Ssshh, kakak. Aku bisa mati kalau dokter Keenan tahu."
"Dokter Keenan ganteng sih kak, tapi sayang galak."
"Apa kalian baru saja membicarakanku?"
Suara berat itu terdengar diikuti bunyi pintu terbuka. Keenan masuk dengan kemeja yang agak berantakan, namun wajahnya tetap saja terlihat tampan.
"Tidak usah terpana begitu memandangku Kania, aku memang sudah tampan sejak lahir," ujar Keenan yang membuat lamunan Kania buyar seketika.
Kania segera memalingkan wajahnya yang sudah memerah karena digoda Keenan.
Natasha terkikik melihat tingkah kedua senior didepannya itu. Kakak iparnya itu, bukan, mantan kakak iparnya itu sekarang tampak lebih kurus, masih tampak guratan beban dan kesedihan diwajahnya. Natasha kira, Kania juga akan membencinya setelah apa yang telah dilakukan kakak dan keluarganya kepada wanita itu.
Natasha sempat mendengar di Amerika, mantan kakak iparnya sedang mengambil pendidikan spesialis, tampaknya Kania telah menyelesaikan pendidikannya dengan baik. Sudah sejak dulu Kania terkenal pintar diantara teman-teman seangkatannya dan sering menjadi asisten dosen.
Natasha terbangun dari lamunannya dan sekarang sedang memandang dokter Keenan dan Kania yang sedang bercakap-cakap.
"Ini paper milikmu?" Keenan melirik kearah Natasha yang sudah berdiri mematung.
"Iya dokter, maafkan saya dok, saya terlambat mengumpulkannya," kata Natasha dengan suara mencicit. Siapa saja pasti akan seperti itu jika berhadapan dengan dokter Keenan, kharisma dan wajahnya yang tampan itu, tidak ada seorangpun yang menyangkalnya.
"Oh baiklah, aku akan memeriksanya nanti," Keenan tersenyum simpul melihat Residen dihadapannya ini tampak ketakutan,"Kita akan presentasi lusa ya, beri tahu teman-temanmu yang lain."
"Kamu boleh keluar."
Suara itu terdengar pelan namun terkesan memerintah. Natasha melirik sebentar kearah Kania dengan tatapan memelas kemudian ia pamit keluar.
"Terima kasih dokter," ucapnya sebelum pintu tertutup.
Kania hendak tertawa terbahak namun niat itu harus dipendamnya dalam-dalam setelah melihat wajah muram Keenan.
"Apa yang terjadi?" tanya Kania khawatir. Ia menggerakkan kursi yang ia duduki agar mendekat dengan meja Keenan.
"Pasienku nyaris saja meninggal," gumam Keenan muram,"Akibat kelalaian Residen asuhanku."
"Bagaimana bisa?"
"Entahlah, padahal dia adalah Residen senior. Harusnya kasus seperti ini tidak mungkin miss," geleng Keenan lemah,"Sore ini akan diadakan rapat audit medik untuk mengusut kasus ini."
"Aku minta maaf karena sudah membuatmu menunggu lama, Kania." kata Keenan lagi dengan nada menyesal,"Aku tidak bisa menemanimu berkeliling untuk orientasi hari pertama mu disini."
Kania meraih tangan Keenan yang bertopang dagu di meja dan menggenggamnya erat.
"Aku tidak papa, Keenan." jawab Kania lembut,"Kau tidak usah mengkhawtirkanku."
"Bagaimana kalau kau ikut rapat audit medik saja sore ini?" tawar Keenan.
"Apa itu boleh?" tanya Kania dengan tidak yakin.
"Boleh saja, toh kau kan sudah menjadi bagian dari divisi ini." ujar Keenan menenangkan,"Ikut ya?"
"Baiklah kalau kau memaksaku," Kania tersenyum kearah Keenan.
"Apa kau tidak lapar?" Kania memegang perutnya dan meringis,"Ayo traktir aku makan."
Mau tidak mau Keenan tertawa dan mengacak rambut Kania dengan gemas,"Yak kau ini! Seberapa besar sih isi perutmu itu."
"Baiklah, ayo kita makan!"
*
"Siapa nama Residen yang bermasalah itu?" tanya Kania penasaran saat dirinya dan Keenan berjalan menuju ruangan rapat.
"dr. Rey," jawab Keenan singkat.
Kania mengangguk paham, namun isi pikirannya kembali berkelana.
Nama yang begitu familiar, batinnya.
"Nah, Kita sudah sampai. Kau bisa duduk bersebelahan denganku nanti," Keenan menghentikan langkahnya dan membuka pintu didepannya. Kania menurut dengan berjalan mengekor dibelakang Keenan.
Meja bundar besar terhampar didepan mereka. Sudah ada beberapa dokter spesialis dengan jas putih lengan panjang mereka duduk mengitari meja. Kania menarik kursi dan duduk tepat disamping Keenan. Mata Kania kini mengeksplorasi seluruh ruangan dan wajah-wajah yang sudah berada disana lebih dulu.
Mata Kania terhenti pada satu sosok yang duduk diseberang mejanya. Kania tidak dapat melihat dengan jelas karena Kania lupa membawa kacamata miliknya, poor Kania.
Keenan duduk dengan tegang. Dia bertanggung jawab dengan kasus ini, karena Residen ini merupakan dokter asuhannya. Keenan selama ini terkenal tidak pernah alfa dengan pasiennya dan ini adalah pertama kalinya. Jujur saja, Keenan khawatir namun ia sedikit lega karena operasi cito* yang ia lakukan tadi pagi berhasil menyelamatkan nyawa pasiennya.
"Baiklah, selamat sore semuanya.." Professor Dini yang merupakan pemimpin rapat membuka suara saat semua kursi sudah penuh terisi,"Kita akan memulai rapat audit medik hari ini."
Seketika ruangan berubah menjadi sunyi senyap. Keenan memandang lurus Residen asuhannya yang duduk tepat diseberang mejanya.
"Dokter Reynand Arganta, apakah anda adalah Residen dibawah bimbingan dokter Keenan..... spesialis jantung......?"
Kania hanya mendengar sayup-sayup apa yang selanjutnya dikatakan pemimpin rapat itu. Isi kepala Kania sudah menjadi campur aduk. Residen itu ternyata adalah Reynand, dan Reynand adalah Residen asuhan Keenan.
Kepala Kania mendadak terasa sakit menusuk-nusuk. Dunia baru yang ia harapkan bebas dari lelaki itu, ternyata ia tidak bisa lepas begitu saja.
*
Cito: segera gawat darurat
.
.
.
Foot note:
•im sorry for late publish
•im not professional writer/author. Saya hanya penulis yang berawal dari penulis blog dan pecinta korea, jd mohon maaf untuk tata bahasa dan penulisan yang sangat tidak rapi ini. Terima kasih telah setia menunggu, thankyou.-henbaby
KAMU SEDANG MEMBACA
QUARREL
RomanceSudah 5 tahun sejak kedatangan Kania di kota ini untuk pertama kalinya, di Berkeley City. Kota dimana dia kembali menata hidupnya, memulai kembali lembaran kehidupan Kania yang sempat porak poranda. Kania, seorang wanita dengan nasib yang kurang ber...