Gelap. Gelap. Tak ada secercah cahaya yang menyinari ku. Dimana aku? Aku terjebak! Ayah, ibu... Tolong aku..
"Hai Rachel ku sayang..." ucap seseorang dalam kegelapan itu.
"Siapa itu? Kak Ted?" tanyaku mencari sumber suara. Kemudian sebuah cahaya muncul sangat terang menyilaukan ku.
"Rachel.. Kau harus pergi.. Berjalanlah lurus, ingatlah aku akan selalu bersamamu..," kata sesosok cahaya itu lalu redup dan menghilang.
Hening menyelimuti hati dan jiwaku. Aku berjalan lurus hingga ada pintu dengan cahaya putih terang. Ku berlari menuju pintu itu.
--
Cahaya.
Cahaya.
Aku bangun dari tidurku. Ku buka mataku perlahan. Bau khas ini, bau rumah sakit. Ku lihat banyak orang berwajah blur. Pusing sekali rasanya. Ku pejamkan mataku dan ku gerakkan badanku yang kaku. Ku buka lagi mataku, dan ku lihat semua orang yang tidak ku kenal. Ada ayah, beberapa perempuan dan laki laki yang benar benar asing bagiku. Mata mereka sembab seperti habis menangis. Setelah jelas, aku bangun dari tempat tidurku di rumah sakit itu. Ku lihat satu persatu orang yang berkumpul di hadapanku. Aku terkekeh pelan melihat ayah yang biasanya cuek, malah menangis menggenggam tanganku yang tidak diinfus. Lalu ku duduk dengan kaki selonjoran masih di tempat tidur itu.
"Ayah.. Kenapa menangis? Apa yang terjadi?" tanyaku tersenyum seakan tidak ada apa-apa.
"Tidak, sayang. Tidak ada apa apa. Istirahat lah.. Ayah sudah tenang kamu baik baik saja, ayah menyayangi mu, cepatlah sembuh oke?" kata ayah lalu ia menangis lagi mencium buku jariku.
Ku lepas tanganku yang digenggam ayah. Ku usap air mata ayah yang mengalir cukup deras, aku mulai pengap dengan orang-orang asing yang memenuhi ku. Lalu mereka semua melepaskan air mata yang mereka tahan sejak ku bangun.
"Ayah, apa yang terjadi?" tanyaku mulai panik.
"Hiks..hiks.." pertanyaan ku dijawab dengan tangis semua orang yang membuat ku ikut menangis.
"Ayah! Ada apa?! Jangan menangis ayah, aku jadi ikut menangis! Hiks," tanyaku mulai menahan tangis bersama firasat buruk ku.
"Dimana Ibu? Kak Ted mana? Ameylia dimana? Jawab ayah!!" tanyaku agak membentak.
"Tapi kamu harus sabar ya sayang.. Begini.. Kamu, Ameylia dan Kak Ted kecelakaan di mobil. Kamu amnesia, sempet kritis tapi sudah lewat. Tapi Amey masih belum sadar sampai sekarang, dan ibu sama ayah udah cerai. Maafin ayah ya," jelas ayahku.
Tes.
Setetes air mata dari mataku akhirnya terjun bebas dengan spontan, lalu diikuti puluhan tetes lainnya. Aku sangat rapuh mendengar semua itu. Bahkan aku tidak ingat apa apa. Aku menahan sesak di dada. Rasa sakit yang paling menyakitkan. Mimpi terburuk ku."Ayah, apa yang terjadi? Kenapa semua itu terjadi? Aku.. Aku bingung ayah! Hiks, keadaan berubah sampai segini nya? Kenapa semua yang ku sayang ga ada ketika aku lagi begini? Bahkan Cilly, dimana sahabatku?" tanyaku meringis.
Semua orang hanya membanjiri wajah mereka meratapi nasibku dengan air mata mereka. Aku sangat panik. Lalu aku ingat. Kak Ted. Ia berpesan padaku agar tetap berjalan lurus. Aku mengerti.
Artinya, aku harus menempuh hidup baru.
Seharusnya tadi aku tidak usah bangun. Biarlah aku terjebak di ruang gelap itu. Tadinya aku berharap semuanya masih sama seperti dulu, tapi setelah mendengar semua itu, hatiku langsung hancur berkeping-keping. Seperti ribuan jarum yang menusukku tepat di luka terdalam di lubang hatiku.
Ruang rawat ku pun dihiasi dengan ribuan air mata. Hening. Hanya isakan air mata dari ku dan orang orang yang tidak ku kenal yang memecah keheningan.
Rasanya kepalaku ingin meledak. Pusing. Setelah lama ku menangis, smua orang menjadi buram, lalu gelap.
"Amey.. Ibu.. Kak Ted.." kata terakhir yang ku ucap sebelum kegelapan merenggut kesadaran ku.
Tuhan... Ambillah nyawaku, aku tidak kuat.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
The Amnesia Girl
Teen FictionApa daya bila aku ialah seorang perempuan amnesia yang menganggap masa lalunya baru saja terjadi kemarin? Aku mencoba untuk menerima semua kenyataan. Impian ku menjadi seorang pianis pun hancur. Begitu juga jati diriku. Hancur. Berkeping-keping. Yan...