Keheningan menusuk tubuhku. Di ruang rawat rumah sakit sepi ini, aku hanya dapat terbaring sambil menangis kebingungan. Aku tidak tau apa-apa. Tidak mengerti apa-apa. Hal terakhir yang kuingat ialah waktu anniversary pernikahan ibu dan ayah. Tapi kini mereka pisah. Ga ada yang jelasin kenapa. Aku seperti orang buta di dalam kegelapan. Rasanya air mata ini sudah habis, berhenti menetes namun hatiku masih sakit. Pikiran pikiran yang membingungkan terngiang di otakku. Hanya dapat terbaring sambil menatap langit langit ruangan sambil menitikkan air mata. Sepi. Hanya ditemani selimut dan infus beserta peralatan rumah sakit.
"Permisi Nona Rachelia Handayni Hamlington," ucap suster Dina memecah keheningan ruangan ini.
"Tolong, Rachel aja." kataku tanpa mengalihkan pandangan ku pada langit-langit rumah sakit.
"Baiklah Rachel. Aku ada beberapa pertanyaan untuk melihat perkembangan kamu," kata suster sambil duduk di sofa yang beberapa langkah dari ranjang rumah sakitku. Aku mengangguk pasrah.
"Siapa nama orang terdekat yang kamu kenal dan ingat sampai sekarang?" tanya suster Dina sambil membolak balik kertasnya.
"Ibu, ayah, Ameylia, Reefan, Ted, Cilly. Mereka yang terdekat," ucapku masih menggunakan selimut erat sambil menggigit bibir bawahku dan menahan air mata ku yang berlinang.
"Baiklah Rachel. Apa hal terakhir yang kau ingat?"
"Anniversary Ibu dan Ayah,"
"Tahun berapa itu?"
"Tahun 2014 waktu umur ku 18 belum lama lulus SMA,"
"Kalau boleh tanya, apa kamu punya pacar waktu itu?" tanya suster Dina blak-blakan.
"Maaf, haruskah ku jawab? Maaf maksudku.. Baiklah. Aku pacaran dengan Reefan baru 3 bulan," jawab ku bangun dari posisi tidurku, segera duduk dengan kaki selonjoran.
"Baiklah Rachel, cukup untuk hari ini..," kata suster menuju pintu keluar ruangan ku meninggalkan ku yang masih duduk mematung.
"Suster... Kenapa suster harus menjadi suster bila mampu menjadi dokter?" tanyaku segera kembali membaringkan tubuhku di ranjang RS. Lalu suster umuran 30 tahun itu terhenti langkahnya dan sejenak diam, lalu berjalan menuju ranjang ku.
"Itu.. Karena di posisi tersebut, ada yang lebih pantas dibanding saya. Dan saya sudah nyaman menjadi diri saya sendiri, seorang suster rumah sakit." jawabnya tenang dengan senyum meluluhkan.
Kalimatnya sangat meluluhkan, tapi nusuk. Seperti nasihat yang ibu berikan, menjadi diri sendiri ialah yang terpenting. Aku melamun sambil tersenyum menatap atap rumah sakit. Ku dengar langkah suster Dina yang mulai jauh dan suara pintu besi yang tertutup.
Aku kesepian lagi..
Masih ku tatap langit-langit ruangan itu, ku bayangkan semua kejadian yang pernah ku alami. Kebahagiaan yang menjadi kenangan. Kesedihan yang menjadi kenangan. Semua menjadi kenangan. Aku pun akhirnya terlelap beberapa saat setelah minum obat.
--
Bugg!! Suara orang sedang berkelahi mengagetkan ku dan membangunkan ku dari mimpi indah ku. Kulihat beberapa orang berkerumun di hadapanku. Ku tatap mereka satu persatu yang sibuk sendiri. Dengan kepala pening, aku pun berteriak kepada pengganggu tidur itu.
"Hei! Apa yang kalian lakukan disini? Siapa kalian?" tanyaku yang baru saja bangun dari tidur ku setelah minum obat.
Ku tatap mata bersalah mereka. Ada 2 orang perempuan dan 3 orang laki-laki. Yang 2 laki laki bertengkar yang satu memisahkan, sementara yang 2 perempuan memanggil suster dan security. Ku tatapi mereka dalam-dalam. Lalu terasa seperti de javu.
"Ahhhh!!!" teriak ku sambil memegang pelipis ku. Kepala ku mulai pusing, ku pejamkan mataku rasanya seperti aku pernah melihat wajah mereka. Terasa amat banyak kejadian terekam dan berulang-ulang cepat di otakku. Semua ini membuatku tegang. Semua kejadian yang berputar di kepalaku selalu diakhiri dengan sifat ku yang keras dan pemarah. Tanpa ku sadari, air mata menetes tetes demi tetes jatuh hingga aku menangis terisak-isak. Lalu ku buka mataku.
"Michel? Nancy? Kamu.. Randy dan kamu.. Reefan?" tanyaku melihat wajah mereka yang menitikkan air mata. Sebentar hening. Lalu mereka satu persatu memeluk ku, pertama Nancy, Michel, lalu Randy. Tapi tidak dengan Reefan atau orang yang belum ku ingat itu. Ia tidak memeluk ku.
"Aku Reza, kamu harus inget itu. Aku teman curhat kamu sejak Kak Reefan putus sama kamu. Aku adiknya Reefan." jelasnya sambil memandangku penuh arti.
Aku mengernyitkan dahi sambil bengong dengan mulut ternganga. Lalu Reza itu memeluk ku.
"Jadi, kau sudah ingat?" tanya Nancy didampingi kiriku. Aku menoleh dan hanya tersenyum tipis sambil mengangguk.

ŞİMDİ OKUDUĞUN
The Amnesia Girl
Novela JuvenilApa daya bila aku ialah seorang perempuan amnesia yang menganggap masa lalunya baru saja terjadi kemarin? Aku mencoba untuk menerima semua kenyataan. Impian ku menjadi seorang pianis pun hancur. Begitu juga jati diriku. Hancur. Berkeping-keping. Yan...