"Rachel... Rachel.." samar-samar ku dengar suara seorang perempuan menyebut namaku.
Tapi semua masih gelap dan mataku belum bisa dibuka entah kenapa. Lalu dengan paksa aku membuka mataku perlahan. Timbul rasa pening dan kunang-kunang, sehingga aku harus pelan-pelan membuka mata.
Bau ini.. Bau rumah sakit.
Sepertinya ada lem di mataku, aku tidak bisa membuka mataku. Tapi ku gerakkan jari-jari tanganku perlahan.
"Rachel bangun dong," kata suara seorang lelaki.
"Rel, jarinya bergerak. Panggilan dokter," suara seorang perempuan lagi.
Tidak lama terdengar suara seorang lelaki dewasa entah siapa. Sepertinya dokter.
Cahaya. Sebuah cahaya yang ku dapatkan ketika akhirnya aku berhasil membuka mataku.
Ku lihat samar-samar wajah dokter, wajah Amey, wajah ayah maksudku wajah papi, wajah mami, ada Reza juga, bahkan Reefan dan Fahrel.
Ya ampunnn!! Fahrel disini? Aku harus gimana nih?!
Akupun terdiam kaku. Aku segera bangun untuk duduk dan melihat sekitar ku.
Ternyata benar, rumah sakit.
Kepalaku yang masih terasa berat tidak dapat memikirkan apa-apa. Bahkan yang terakhir ku ingat adalah ketika aku gagal membuka pintu karena tiba-tiba semua menjadi hitam.
Mereka tidak ada yang berkata sepatah pun, sibuk dengan pikiran masing-masing. Bahkan beberapa malah menunggu ku di luar termasuk Reefan, Reza dan Amey setelah mendapat kode dari papi. Hanya ada papi dan mami disini. Dimana sahabatku?
"Kamu nggak apa-apa sayang?" tanya ayahku-- yang masih memakai baju kemeja kantor begitu juga dengan mami yang masih mengenakan kemeja dan rok formal--membuyarkan pikiran ku. Aku mengangguk pelan berhubung kepalaku yang masih sakit.
"Gimana aku bisa sampai rumah sakit?" tanyaku.
"Tadi Bi Jiyem nelpon, katanya kamu pingsan dan mimisan tapi udah dibawa ambulans ke rumah sakit,"
"Hah? Mimisan?" tanyaku bingung, mereka mengangguk pelan sambil tersenyum. Lalu mami mengelus rambutku sekali. Langsung ku tepis tangannya itu. Lalu dia memasang tatapan,'baiklah kalau begitu'.
Aku memang sudah memanggilnya mami, tapi hati ku masih tidak terima kalau mami itu ibu kandung ku. Aku lebih menyayangi ibu ku. Dan aku butuh waktu untuk berteman dengan keadaan.
"Berapa jam aku di rumah sakit?" tanyaku kembali.
"Tepatnya 1 hari 19 jam," kata mami sambil melirik jam di tangannya.
Whattttttt?!?! Berarti aku udah nginep dong?! Gila,
Aku memasang wajah bingung dan kaget.
"Iya sayang, kamu kecape'an. Jadi kamu harus banyak istirahat," sambung papa. Aku mengangguk tersenyum kikuk.
Tapi Rachel ga punya penyakit serius kan pa?" tanya ku memastikan kalau aku baik-baik saja.
Alhasil mereka terdiam kaku. Namun akhirnya papa menggeleng pelan seperti kepalanya berat digelengkan atau tengklek (encok).
Baiklah, semoga mereka berkata jujur. Aku tersenyum lega. Mereka bilang juga kalau besok aku sudah bisa pulang ke rumah.
Ah, rumah. Alangkah senangnyaaa..
"Papi, dimana teman-temanku? Apa mereka tidak tau kalau aku di sini?" tanya ku lagi sambil menaikkan selimut sampai menutupi pundakku.
"Kami bergiliran menjagamu semalaman," ujar mami.
Dalam hati aku sedikit sebal karena aku bertanya pada papi tapi yang menjawab malah mami. Apaan sih.
Tapi aku sedikit senang karena masih ada yang perhatian denganku.
"Tolong sampaikan terima kasihku pada semua orang yang menjagaku," ujar ku tersenyum manis.
Tidak lama kemudian mami dan papi bilang kalau mereka akan keluar, dan di saat itu juga ada seseorang bertopeng masuk ke rumah membawa banyak bunga.
Dan es krim!!!!
Entah cowok itu siapa, i don't care. But i love him. Him = the ice cream.
Cowok tegap setinggi 1 jengkal lebih tinggi dariku dengan topeng ninja full wajah itu membuatku tertawa lepas. Dari sekian lama, baru aku benar-benar tertawa lepas. Rasanya sungguh lucu karena lelaki bertopeng itu bergerak dengan gaya slowmotion. Kemudian dia berguling dan berlutut memberi bunga yang pucat layu ketiban badannya saat berguling dan sebuah es krim vanilla yang setengah utuh.
Aku langsung duduk dan tersenyum bahagia. Tapi siapa yang memberikan ini?
"Kamu siapa?" tanya ku pada lelaki bertopeng yang masih berlutut sambil ku terima es krim dan bunga itu.
Aku menggendong bunga mawar tersebut dengan tanganku seperti bayi. Aku benar-benar masa bodo. Aku lupa dengan rasa penasaran ku, karena si es krim. Sungguh kalau perlu, aku akan menjadikan es krim suamiku. Dan aku akan memakan suamiku itu tanpa jejak.
"Aku seseorang," jawab si cowok bertopeng itu tiba-tiba.
"Yang jelas sih!" kataku datar sambil menjilat es krim.
"Seharusnya kamu tau siapa aku,"
Apasih mau cowok ini?!

ŞİMDİ OKUDUĞUN
The Amnesia Girl
TienerfictieApa daya bila aku ialah seorang perempuan amnesia yang menganggap masa lalunya baru saja terjadi kemarin? Aku mencoba untuk menerima semua kenyataan. Impian ku menjadi seorang pianis pun hancur. Begitu juga jati diriku. Hancur. Berkeping-keping. Yan...