Aku menjilat es krim vanilla kesukaan ku sambil mengerucutkan bibir.
"Jangan manyun gitu sih, nanti aku cium loh..," kata Reefan sambil menggigit sandwich yang ia pesan. Wajahku langsung merah seperti udang rebus. Segera aku pura-pura batuk, agar dia mengira kalau muka ku merah karena batuk.
"Kamu batuk? Harusnya tadi ga aku pesenin es krim," katanya langsung merebut dan menjilat es krim ku.
Tidak ada yang boleh menyentuh makanan milikku!!!!
3 detik kemudian.
Langsung aku menjambak rambutnya itu sampai dia menjerit kesakitan. Tak peduli jika kami jadi pusat perhatian, tapi jika makanan/minuman yang sudah menjadi milikku disentuh sedikit saja, maka orang itu akan ku habisi!"Aku tidak mau tau!! Sekarang belikan aku es krim lagi!! Atau kau yang akan ku habisi!" teriak ku masih menjambak rambutnya.
"Ahhhhh!! Aaaahhh!!! Oke oke maaf, aku akan belikan sebanyak yang kau mau!" ucapnya sambil berteriak kesakitan.
Lalu dia memanggil pelayan dan memesan es krim vanilla lagi. Barulah aku melepaskan jambakan itu.
Kemudian tidak lama, pelayan tadi datang membawakan es krim. Lalu aku menerimanya dengan tersenyum puas dan berterima kasih pada pelayan tadi, dan kembali aku pasang tatapan tajam pada Reefan yang masih bingung mematung.
"Ingat! makanan/minuman ku tidak boleh ada yang meniupnya, menyentuhnya apalagi memakannya. Kalau kau ulangi, kau yang akan aku makan!!!!" ancam ku dengan tatapan setajam pisau.
"Iya iya maafff..." katanya manyun seperti anak kecil.
Syukurlah moodku sudah kembali normal, terima kasih Reefan. Eh tunggu salah. Terima kasih es krimmm.
"Aku sungguh," ucapnya.
"Apa?" tanyaku.
"Aku masih sayang sama kamu, tidak ada rasa sayang ku sedikitpun yang berkurang sejak dulu. Aku rindu kamu dan a-"
"Cukup. Kita ini adik kakak.Simpan aja rasa cinta kamu itu," ucapku datar dengan keji memotong kata-katanya. Tunggu, sekeji itukah aku? Apa aku menyakiti hatinya? Aku menatapnya yang tersenyum lesu. Dan aku paham di balik senyum itu ada pahatan luka yang kembali menggores. Aku menatapnya dengan tatapan menyesal, lalu ia membalas ku dengan tatapan,'aku mengerti maaf'
"Lagipula aku rasa mencintai orang lain," ucap ku spontan tiba-tiba. Entah kenapa aku ngomong kayak gitu, tapi itu ga sengaja. Langsung aku tutup mulutku dengan tangan.
Upss, keceplosan.
Ku lihat wajahnya yang melongo menahan sakit sesak di dadanya dengan nafas terisak seperti ingin menangis. Apa dia akan menangis di hadapanku? Apa yang harus ku lakukan?! Astaga kenapa aku bilang itu? Lagipula cowok macam apa yang bisa nangis di hadapan cewek sih?! Aku panik. Es krim ku pun sudah habis dan mood ku rusak hancur.
Moodbooster please!!!
Dia terdiam dan sepertinya ingin bertanya sesuatu namun tertahan oleh luka-luka di hatinya.
"Ngomong ngomong Reza sama Amey kemana ya?" tanyaku sebelum dia berucap membahas itu lagi.
"Tolong jangan alihkan topik pembicaraan dulu. Aku ingin kita seperti dulu Chel. Aku ingin waktu kita berdua seperti dulu. Karena sungguh aku masih sangat-sangat menyayangi kamu! Aku ju-"
"Stop!! Kamu harusnya tau sendiri gimana keadaan kita! Kita itu adik dan kakak! Kita itu seibu serahim! Mana mungkin kita bisa kayak dulu lagi?!" kataku memanas menggebrak meja dan berdiri. Kami pun menjadi pusat perhatian dan aku tidak peduli. "Jangan pernah berharap terlalu tinggi deh Fan! Kalau kamu jatuh rasanya pasti akan sakit banget! Aku udah nggak cinta sama kamu.. Seperti yang aku bilang, aku sayang sama orang lain. Dan kita adik kakak. Dan kamu harus terima itu. Keadaan yang memaksa kita, kita keluarga," jelas ku panjang lebar dengan emosi yang memuncak. Rasanya ruangan dengan pendingin ini benar-benar tidak berasa. Wajahku memerah karena marah. Segera aku duduk sebentar menenangkan emosiku.
Jelas sekali terlihat wajah Reefan yang pucat menahan sesak di hatinya. Aku terpaksa ada berbicara seperti ini. Seharusnya dia tahu diri. Kita kan keluarga.
"Maaf aku tidak bermak-"
Kemudian aku langsung meninggalkannya yang masih duduk mematung di meja dan memainkan jari tangannya.
"Rachel!! Tunggu!" terdengar 2 suara berbeda yang sepertinya Amey dan Reza. Sayangnya aku mengabaikannya.
Setelah sampai di luar mall, aku segera menyetop taksi.
"Jl. Delima 12 Pak, tolong cepat." kataku kepada Pak supir yang mengangguk pelan.
"Rachel!! Stop!!! Please!! Tunggu!" kata Amey dan Reza yang mengetuk ketuk kaca mobil dari luar.
Hanya Reza dan Amey.
Tidak ada Reefan.
Mungkin Reefan masih di meja tadi.
Maafkan aku Reefan... Aku terpaksa.
Kenapa dia harus membahas masalah itu sih?
Aku menangis tanpa suara di dalam taksi. Sempat Pak supir menanyakan kenapa, aku hanya tersenyum menggeleng pelan dan menghapus air mata yang tiba-tiba terjun bebas sejak tadi.

ŞİMDİ OKUDUĞUN
The Amnesia Girl
TienerfictieApa daya bila aku ialah seorang perempuan amnesia yang menganggap masa lalunya baru saja terjadi kemarin? Aku mencoba untuk menerima semua kenyataan. Impian ku menjadi seorang pianis pun hancur. Begitu juga jati diriku. Hancur. Berkeping-keping. Yan...