Brugkk!
Aw! Aku menabrak seseorang hingga jatuh. Dasar aku ceroboh. Segera aku ambil iPhone ku yang terjatuh.
"Maafkan aku! Kau baik-baik saja?" ucap suara seorang laki-laki yang tadi menabrak ku duluan.
"Yah!! Mati!" teriak ku setelah melihat iPhone ku yang mati karena jatuh.
Aku marah mengernyitkan dahi. Lalu wajah ku yang panik dan marah tadi langsung mereda sejuk setelah melihat wajah si laki-laki yang cool dan wangi dengan gaya rambut trendy. Mata hazelnya hanya berjarak 1 jengkal dari mataku.
Tampan sekali wajahnya! Dia pasti cowok yang tadi di wallpaper iPhone Amey. Siapa namanya? Cowok itu..
Fahrel.
"Rachelia?" ucap si Fahrel itu memecah lamunanku lalu menarik tanganku untuk bangun.
"Eh, kamu.. Ng.. Fahrel ya?" tanya ku salting penuh keraguan. Dia mengangguk tersenyum.
Sungguh, aku luluh.
"Baru saja aku ingin ke ruanganmu sayang," ucapnya. Lalu pipi ku merah merona. Aku terdiam seribu bahasa dengan wajah melongo.
"Eh gausah bengong gitu kali Chel, gue dari Amey, baru aja gue mau ke ruangan lo," katanya terkekeh pelan.
"Aku mau ke ruang Amey, apa dia masih kritis? Udah satu minggu ini soalnya," kataku membendung air mataku.
"Yaudah yuk ke ruangan Amey. Siapa tau dengan kehadiran kamu di dekatnya, dia langsung siuman." kata Fahrel memegang tanganku dan menariknya ke arah ruangan Amey.
Ternyata ruangannya sudah kelewat. Aku mengetuk jidatku.
Sesampainya di ruangan Amey, ku tatap dari luar ruang rawat seorang Amey yang biasanya menguatkan ku kini terbaring lemah. Hidup tapi seperti mati. Kritis selama 1 minggu. Ingin aku masuk ke dalam dan menyuruhnya untuk bangun. Aku sangat kangen karena dulu aku sering diteriaki olehnya cuma karena aku suka jutek.
Tanpa ku sadari air mata ku menetes mengingat semua ingatan yang masih bisa ku ingat. Aku sangat beruntung jika nanti aku masih memiliki adik cerewet ini.
Ku lihat dari depan kaca tempat ku berdiri, hanya terdapat seorang lelaki. Sedang menguatkan diri, menggenggam tangan Amey.
Ayah. Orang yang ku tunggu selama 2 hari di kamarku. Yang membiarkan ku sendirian di ruang rawat ku. Yang hanya menjaga Amey saat ini. Aku menangis terisak. Bukan karena Amey kritis. Tapi karena perhatian penuh yang ayah berikan ke Amey. Aku merasa ditelantarkan.
Kenapa ayah hanya mementingkan Amey? Aku ada disini, ayah! Aku bukan patung apalagi bayangan yang tidak dianggap. Memangnya hanya Amey yang sakit? Aku juga sakit! Sakit karena merasa dianggap tidak ada oleh ayah! Apa karena Amey kritis sehingga ayah segitu perhatiannya sama Amey?
Kalau begitu, aku lebih pilih untuk menggantikan posisi Amey. Aku ingin lihat siapa yang menangis dan menjenguk ku. Apa ayah akan hadir di samping ku? Ayah!! Aku memanggilmu! Mengapa kau tidak mendengarku? Mengapa kau tidak melihatku? Aku berdiri mematung sambil menangis, yah. Tentu saja kau tidak mendengarku. Haha. Aku memanggilmu dari dalam hatiku. Tentu saja kau tidak mendengarku. Aku tersenyum miris merasakan hatiku yang terbelah dan dan semakin hancur. Aku tersenyum sambil menangis seperti orang tidak waras.
"Hey!" ucap seseorang di sampingku meletakkan tangannya di pundak kiri ku dan membuyarkan lamunanku.
"Eh, maaf Fahrel. Aku tidak ng..mm.." jawab ku terbata-bata sambil tersenyum pahit.
"Aku tahu,.. Aku yakin dia akan segera sadar kok." ucap Fahrel dengan senyum manisnya. Aku mengangguk tersenyum pahit.
Bahkan Fahrel tidak tahu kalau aku menangis karena iri dengan perhatian dari ayah ke Amey.
Sungguh tragis jalan hidupku.
ŞİMDİ OKUDUĞUN
The Amnesia Girl
Teen FictionApa daya bila aku ialah seorang perempuan amnesia yang menganggap masa lalunya baru saja terjadi kemarin? Aku mencoba untuk menerima semua kenyataan. Impian ku menjadi seorang pianis pun hancur. Begitu juga jati diriku. Hancur. Berkeping-keping. Yan...