"Ahahah! Gevan ternyata protektif juga ya.." racau Selvi ke gue. Entah ekspresi seperti apa yang sudah tempampang diwajahku sekarang.
"Gue jadi gak bisa bebas pas liburan kemaren" balasku. Ya, semester genap sudah dimulai.
"Gevan care banget sama lo ya.. jadi kepengen punya pacar kek Gevan deh" gue hanya terkekeh dengerin celotehan Selvi.
"Hem. Terlalu protektif. Gue jalan aja tangannya gak pernah lepas dari pinggang gue" omelku. Selvi langsung histeris.
"Aww! Co cwiitt.. ah, kegenesan gue tiba-tiba kambuh nih" gue hanya tertawa. "Tapi sayang 'kan?" Sambungnya. Gue langsung noleh ke Selvi.
"Sayang banget Sel." Jawabku mantap. Gak perlu ditanyain lagi, udah pasti gue sayang banget sama Gevan.
"Vi!!" Tiba-tiba suara Gevan terdengar seperti manggil gue. Gue segera noleh kebelakang.
"Eh, Ge--"
Brukk!!
Gue langsung terjatuh ke lantai. Apa? Apa yang tadi terjadi?
"Sorry.." lirih orang itu.
Suara ini.. mungkinkah..
"Vi!" Nada khawatir Gevan langsung memasuki gendang telingaku lagi.
Gue noleh kearah orang yang nabrak gue tadi.
Dan.. benar..
Itu 'dia'
"Vi, lo gak papa? Lo pusing? Ada yang sakit gak? Dimana? Kasih tau aku" tanya Gevan bertubi-tubi. Gue langsung menggeleng.
"Aku gak papa, Ge" ucapku. Gue noleh lagi kearah cowok yang tadi nabrak gue.
Mata kita bertemu dan tatapan untuk waktu yang lama.
Entahlah, gue gak ngerti gimana perasaan gue sekarang.
Greb! *bunyi apa ini-.-*
Gevan langsung menutup mataku dengan salah satu telapak tangannya. Untunglah. Tadi itu gue bener-bener gak bisa ngalihin pandangan.
"Kita ke UKS" ucap Gevan padaku lalu segera ngangkat gue ala pengantin-penganti gitu. Gue hanya bisa nunduk saat ngeliat Gevan menatap dingin kearah cowok itu sebelum kami ke UKS.
●
"Aku gak papa, Ge" ucapku menenangkan dia. Gue heran, gue yang jatoh tapi Gevan yang khawatirnya kebangetan. "Kaki aku cuma terkilir doang kok"
"Terkilir?!" Gevan langsung megang pergelangan kakiku. "Tahan bentar sakitnya"
Gevan mulai muter-muter pergelangan kakiku. Entah sudah jadi apa kakiku sekarang.
Gue nahan sakit yang teramat sakit, sumpah. Gue hanya bisa ngeremes lengan Gevan dengan kuat nahan sakitnya.
Kakiku kek mau lepas rasanya. Gue gak tahan.
Dan tanpa gue sadari, bulir air mata itu jatuh membasahi pipiku. Oh astaga, napa gue nangis?
Memang ini sakit.
"Maaf, sakit banget ya?" ujar Gevan lembut. Gue hanya menggeleng sambil tersenyum kearahnya. Ini bukan salahnya.
Gevan segera mendekat padaku dan mengecup keningku lama.
Gevan kenapa?
Gue mejamin mata sejenak.
Gue bisa rasain rasa sayangnya ke gue lewat kecupannya dikeningku itu. Tapi, rasanya seperti bercampur dengan kepedihan. Sebenernya ada apa ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Be MINE
Teen FictionCinta itu menyakitkan bukan karena orangnya yang tidak tepat, tapi karena waktunya yang belum tepat ❤ -Be Mine-