Denzel menyuruh Reina datang ke kamarnya. Untuk mengepak bajunya hehe. Dan dengan senang hati Reina menyanggupi. Buktinya saja sudah duduk manis dan melipat bajunya. Jangan katakan ia jahat. Sebenarnya ia tidak ingin merepotkan kekasihnya itu tetapi karena ia payah dalam hal mengepak baju.
"Rei aku keluar sebentar,"
Tanpa persetujuan Reina ia langsung keluar. Reina mendesis. Dasar. Lalu ia mendengar Denzel berbicara di telfon entah dengan siapa yang jelas itu bisik-bisik. Ia memicingkan matanya. Bahkan Denzel terlihat panik karena bolak-balik seperti setrikaan. Ia menghela nafas lalu kembali mengepak baju Denzel dan mencoba tidak berfikiran negatif.
"Udah?" tanya Denzel seraya mematikan telfonnya.
Reina mengangguk.
"Mau langsung ke bandara?""Ya," Denzel langsung membawa kopernya lalu menggandeng Reina.
"Aku kabarin Alvin dulu,"
Reina merogoh tas nya lalu mengambil ponselnya. Ia menarik nafas sejenak setelah itu ia menempelkan ponselnya ke telinga.
"Halo," sapa Reina.
"Hei sayang. Ada apa?" balas Alvin.
Reina mengernyit saat ada suara berbisik. Hari ini pada demen bisik-bisik apa ya?
"Aku mau pulang ke indonesia. Kamu sama Akira gak mau anter aku?" suara Reina mulai serak. Tuh kan sedih.
"Ha? Cepet banget,"
"Kerjaan Denzel gak bisa ditinggal," Denzel merangkul pundak Reina seraya mengusapnya. Untung liftnya sepi.
"Sumimasen sayang. Aku gak bisa nganter. Aku sibuk banget. Maaf"
Reina menangis sesenggukan. Waktu itu pas Alvin balik ke jepang ia rela-relain untuk datang. Lah sekarang. Ish. Ia langsung memutuskan sambungan telefonnya secara sepihak. Nyebelin. Ia pun beringsut ke dalam pelukan Denzel.
Ia mengusap-usap bahu Reina agar tenang. Tidak tega sih sebenarnya. Tapi mau diapakan lagi. Ia menggandeng Reina untuk segera masuk taksi yang ia pesan tadi.
Reina bahkan masih setia bergelung di pelukan Denzel. Ia ngerasa kesel gara-gara Alvin tadi. Pokoknya marah. Bodo.
"Bandara Haneda ya pak,"
Supir taksi itu mengangguk lalu membelokkan mobilnya tepat di depan bandara. Denzel segera membayar argonya lalu mengambil barang-barangnya.
Reina mendengus kesal. Sial banget hari ini. Pertama, Ia harus pulang hari ini juga padahal kan belum puas. Kedua, Alvin sama Akira gak mau nganterin sampai bandara. Ketiga, Denzel asik sama gadget nya dan ia suruh bawa koper sendiri dan parahnya lagi adalah kondisi wajahnya. Pokoknya hari ini pada ngacangin. Setaunya hari ulang tahunnya masih lima bulan lagi. Masa mau dirayain sekarang. Eh pede amat.
Denzel menoleh kearah Reina. Ia terkekeh lalu sibuk menelfon lagi.
"Saya mau jam 8 tepat udah selesai ya,"
Ia langsung mematikan telfonnya dan memasukkannya kedalam saku. Ini rencana biarlah jadi rencana rahasia. Ia menghampiri Reina dan merangkul pundak gadis itu. Hanya merangkul.
"Kamu kenapa sih? Marah ya?" tanya Reina
"Ha? Enggak" ujar Denzel seraya menggelengkan kepalanya.
"Terus tadi yang nelfon siapa? Asik banget," Reina mengerucutkan bibirnya.
"Urusan kantor. Aku kelamaan ninggalin. Mungkin berkas-berkasnya kangen sama aku,"
Denzel tertawa ringan yang membuat Reina mencibir. Dalam hatinya sedikit lega karena Denzel tidak selingkuh. Awas aja kalo sampe kaya gitu. Langsung plak plak plak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Childish
Teen FictionAda yang pernah bilang. "seseorang yang tidak ada hubungan darah denganmu tapi dia dekat denganmu kemungkinan besar dia jodohmu" semoga saja