Keenam

9.5K 580 14
                                    

Gua kasih tau dulu dah ya. Kalo tulisannya gua miringin ya itu pokoknya lah berarti itu pov nya reina ya.
***

Reina melingkari kalender dengan spidol merahnya. Ia menatap lingkaran merah yang mengurung angka 28 ditengahnya. Itu tanggal ya yang waktu itu di kamar apartementnya loh. Pipinya memanas seketika. Ia menutup wajahnya dengan telapak tangannya. Aduh nih pipi masih anget aja. Ia menghela nafas. Dari satu bulan, empat minggu, tiga puluh hari ia hanya empat kali bertemu Denzel.

Biasanya Denzel menemuinya setiap hari. Bahkan dirinya sampai khatam apa yang akan dilakukan pria itu. Dan ajaibnya bagai punya ikatan batin dengan Denzel. Salsa menghilang juga. Sebenarnya sih tidak menghilang hanya saja Salsa sibuk sekali dengan pekerjannya.

Membuatnya sulit untuk curhat. Gatau apa orang cantik lagi gegana, bentar lagi gue dumang nih. Ia memutuskan untuk bangkit dan mengambil tas selempangnya. Kalau Salsa tidak bisa menemuinya. Ya ia yang akan menemuinya. Tentu saja ke rumahnya.

Gue memutuskan buat kerumah salsa naik taksi. Abisnya sok sibuk banget ampe gak bisa di curhatin. Gak berapa lama gue sampe. Aduh rumahnya masih unyu aja. Pink. Sebenernya gue jijik ama warna pink. Au kenapa. Bagus sih cuma gue gak demen aja. Yang pecinta pink sorry dah.

Reina membuka pagar rumah salsa. Ia langsung di sambut Bi Ijah. Ia memeluk Bi Ijah dan ber-highfive. Udah lama ia tidak kesini.

"Apa kabar bi? Widih makin subur aja nih." Reina menaik turunkan alisnya membuat Bi Ijah terkekeh.

"Bibi makan mulu sih non ya jadinya ngebuntel disini." ujar Bi Ijah seraya menunjuk perutnya.

Reina terkekeh.
"Salsa mana bi? Dia gak masuk kantor bi. Kan aku gaada temen jadinya. Minta di kepret."

"Itu lagi ditaman belakang sama pacarnya. Tadi dia baru aja ngenalin ke bibi sama nyonya."

"Dia punya pacar kok gak bilang sama aku bi? Untung temen." reina mengelus dada."aku kan bisa minta peje traktir steak"

"Aduh non ada-ada aja. Sana samperin. Pacarnya ganteng loh non awas keplek keplek." Reina tertawa. It's oke lah si Bi Ijah mau ngomong apa gek.

Reina melambaikan tangannya pada Bi Ijah. Ia menatap taman belakang sesuai clue yang bi ijah kasih. Bener-bener sialan. Salsa lagi pacaran. Ia menghela nafas.

Bikin gue iri aja dah. Gue kan jones. Eh bukan gue sinting. Single waiting.

Ia menatap tubuh tegap pria itu dari belakang. Posturnya seperti tidak asing dimatanya. Ia menatap salsa yang tiba-tiba memekik kaget karena pria itu menggendongnya ala bridal.

Ayo buruan puter puterin biar gue bisa liat muka lo.

Benar. Merasa seperti memiliki telepati dengannya. Pria itu memutar-mutar Salsa. Refleks reina tutup mulut. Pria itu. Pria itu Denzel!. Ia tidak tau harus berterimakasih atau apa karena pria itu mau memutar tubuhnya. Yang jelas sekarang sakit menjalar ke seluruh tubuhnya. Tubuhnya lemas. Kakinya tak sanggup lagi berjalan. Pacarnya Salsa itu. Denzel.

Ia menutup wajahnya dengan telapak tangan. Kali ini matanya yang memerah bukan pipinya. Ia tidak menyangka sahabat yang bersamanya selama tujuh tahun itu mengkhianatinya. Meskipun ia sadar ia tidak berhak atas Denzel. Karena ia bukan siapa-siapa.

Tapi apakah tidak jahat jika sahabatnya tau kalau ia suka pada pria itu namun dengan cepat ia merebutnya?. Jadi ini jawaban atas segala pertanyaan Reina. Jadi ini kesibukan Salsa dan Denzel hingga melupakan dirinya. Good job guys.

Reina bangkit. Lalu menepuk-nepuk roknya yang terkena tanah. Ia mengedip-ngedipkan matanya yang berair. Ia berjalan menghampiri Bi Ijah yang sedang menyiram tanaman.

"Loh kok cepet banget non. Udah dapet peje ya." Bi Ijah terkekeh.

Reina menggeleng seraya senyum tipis. "Aku ada urusan mendadak bi jadi gak bisa ketemu Salsa. Jangan bilang Salsa kalo aku kesini ya."

Bi Ijah menghentikan gerakannya. "Memangnya kenapa non?"

"Gak enak lah bi aku dateng tapi gak ngampirin dia. Pokoknya jangan deh. Aku kan gaenakan orangnya," ujar Reina. Sumpah ia benci berlama-lama disini."aku pergi ya bi dah. Awas loh kalo bilang."

Bi Ijah mengacungkan ibu jarinya seraya tertawa.

••••••

Salsa mengernyit. Reina memintanya bertemu di taman kota. Yang lebih menjijikan lagi gadis itu mengirim berbagai macam emot. Pagi-pagi begini?. Ia menggeleng lalu tersenyum. Ada-ada aja.

Reina mengayun-ayunkan kakinya. Dadanya terasa sesak. Kejadian kemarin masih jelas tercetak di memorinya. Setiap detailnya. Jujur ia takut muak menghadapi Salsa. Ia menghirup nafas dalam-dalam. Masih sama. Sesak. Ada yang menohoknya. Perih.

"Hai Rei. Lo minta gue pagi-pagi begini mau ngapain coba? Ini minggu gue kan bisa molor sepanjang waktu." ujar Salsa.

Reina tak menggubris. Lihat kan? Tidak ada rasa bersalahnya sama sekali. Ia rasa ia akan menampar wajah itu juga. Dia pikir gue gatau gitu. Reina menepuk-nepuk kursi kosong sebelahnya bermaksud menyuruh Salsa duduk.

"Lo kenapa sih?" tanya Salsa. "Mau curhat soal Denzel ya? Cie. Ada perkembang-" Salsa menutup mulutnya saat melihat telapak tangan Reina di hadapannya. Mengisyaratkan agar ia berhenti.

"Lo udah punya pacar ya? Selamat." Reina tersenyum tipis. Suaranya menjadi agak serak. Salsa menjadi gugup.

"Eh iya makasih. Tau dariman-" lagi-lagi Salsa menghentikan ucapannya saat telapak tangan Reina di depan wajahnya.

"Kali ini jangan motong omongan gue. Jangan pernah."

Salsa mengangguk.

"Lo pacaran sama Denzel kan?" air mata Reina menetes. Ia tidak kuat. Ini terlalu sakit. Benar-benar sakit.

Salsa melongo dan menunduk.

"Maaf Rei gue gak ber-" Salsa mengatupkan bibirnya lagi. Ia lupa.

"Gue gak marah sama lo cuma gue kecewa." Reina menarik nafasnya lalu menyeka kasar air matanya."tapi gue seneng Denzel dapetin cewek cantik, baik dan perfect kaya lo bukan kaya gue yang yah lo tau kan agak gila." Reina terkekeh. Air matanya turun lagi. Salsa menatap Reina nanar. Dirinya jahat sekali. Air mata Salsa ikut turun juga.

"Gue cuma pesen jaga dia baik-baik." Reina menarik nafas lagi. sulit. Paru-parunya seakan ada yang menghimpit."dan ada beberapa hal yang harus lo tau tentang dia."

Salsa menunduk. Berkali kali menyeka air matanya. Ia tidak menyangka Reina bisa seperti ini karnanya.

"Dia alergi udang," Reina tersenyum tipis. "Nanti dia bisa garuk-garuk seharian gitu kaya monyet." tenggorokan Reina tercekat. Meremas kuat kerah kemejanya.

"Dia suka banget puding coklat."

"Dia gak suka kalo lo ngatur dia terus. Nanti dia bakal ngambek. Kalo ngambek jadi jelek deh dia." Reina meneguk liurnya susah payah.

"dia suka spagetti sama nasi goreng."

"Dia gak suka lo nyentuh tubuhnya kecuali dia yang mau."

"Dia-" Reina menangis. Erangan kecil tak luput terdengar juga. Ia tidak mampu melanjutkan segalanya. Anak kecil itu tidak akan pernah lagi merangkai cerita indah dengan dirinya. Salsa memeluk Reina erat. Iya merutuki dirinya. Zombi aja gak pernah memakan temannya. Jadi kamu lebih buruk dari zombi sal.

***

Yah makin aneh aja nih cerita hehe. Maaf ya kalo ga nge feel. Gua gajago bikin gituan(?). Maap bgt. Tuh salsa tmt bet. Hajar aja hajar wkwk

ChildishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang