Ketujuh

9.1K 581 25
                                    

Denzel menatap kekasihnya bingung. Tadi ia bilang mau membicarakan sesuatu. Tetapi sekarang ia hanya menunduk dan menautkan jari-jari tangannya. Denzel menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia mengambil cup black coffenya. Lalu menyesapnya perlahan.

"Kamu mau ngomong apa sama aku?" Denzel membuka suara. Tangannya meletakkan cup minumannya.

"Emm a-aku mau kita putus aja gimana?" lirih Salsa diakhir kalimat. Melihat kejadian seminggu yang lalu ia jadi tidak bisa tidur nyenyak karna dihantui rasa bersalah.

Denzel tersentak. Tidak ada angin, tidak ada hujan tiba-tiba meminta putus. Denzel juga merasa sifat Salsa berubah seminggu terakhir. Bisa saja kan salsa selingkuh?.

"Kenapa? Aku butuh alasannya. Tanpa boong." Denzel menyandarkan punggungnya.

"Waktu itu. Ya sekitar seminggu yang lalu aku diajak ketemuan sama Reina. Abis it-

"Kamu bisa balik ke rumah sendiri kan? Aku ada urusan bentar."

Salsa menangguk. Ia menghela nafas karna ceritanya di potong. Denzel mengecup keningnya sekilas lalu melangkah pergi.

Reina menggulung tubuhnya dengan selimut. Ia berdecak kesal. Matanya tidak mau terpejam. Apalagi ia mengingat kejadian antara Denzel dan salsa. Ish. Moodnya turun akhir-akhir ini. Nafsu makannya juga berkurang. Lagi demen makan pedes sama minum soda. Nyari penyakit!. Ia menyingkirkan selimutnya.

Mungkin berjalan-jalan di tengah malam akan membuatnya lebih segar. Malam yang gelap dan dingin. Sepertinya cocok sekali dengan kondisi hatinya. Ia bangkit dari kasurnya. Memakai baju apa adanya dan bergegas pergi. Ia menutup pintu apartementnya tak lupa juga untuk menguncinya.

"Rei." gadis itu menoleh dan mendapati Denzel tengah berdiri dihadapannya. Mata biru yang biasanya menatapnya hangat. Kini menatapnya tajam menusuk.

"Eh-ya,"

"Apa lo gak punya kerjaan lain selain ngurusin hidup orang? Dan sekarang menjelma jadi perusak hubungan orang, gitu?

Reina mengernyit
"Maksud lo?"

"Gak usah pura-pura bego. Lo nemuin salsa dan nyuruh Salsa putus sama gue kan? Iya?" Bentak Denzel. Reina tersenyun tipis. Denzel membentaknya. Denzel mengatainya bego. Sebegitunyakah?

"Bukan gitu ceritanya. Gue bisa jelasin."

"Halah. Terus lo mau nuduh salsa boong sama gue, gitu?"

Reina menggeleng. Bukan begitu ceritanya.

"Harusnya lo bahagia kalo gue bahagia, bukannya malah nyuruh gue putus! Gue tau lo sayang dan cinta sama gue. Tapi cinta gak bisa dipaksain Rei. Mikir dikit!"

Hatinya mencelos. Reina menahan dirinya. Ia baru pertama kali melihat Denzel kaya gini.

"Lo tau gak? Lo itu kaya wanita murahan yang ngejar-ngejar gue." Denzel tersentak dengan perkataannya. Maaf Rei maaf.

Sakit. Pait. Nyelekit. Hatinya nyeri. Kata-kata Denzel benar-benar tepat menghunus jantungnya. Luka seminggu yang lalu belum tertutup sempurna kini terbuka lebar lagi. Matanya memburam karna ada air bening yang bergerumul dimatanya. Ia menatap nanar wajah Denzel yang memerah menahan amarah.

Plak.

Bunyinya nyaring sekali. Denzel menatap tangannya. Lalu beralih menatap Reina yang mengangakan mulutnya. Reina memegangi pipinya yang panas. Sakit. Namun hatinya jauh lebih sakit. Hatinya tersayat-sayat manis.

Denzel menamparnya?. Ia menatap pria itu tak percaya. Tangisannya yang ia tahan kini mengalir begitu saja. Bahkan Denzel hanya diam berdiri memperhatikannya dengan tatapan yang tajam.

ChildishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang