Ketigabelas

10.4K 565 4
                                    

Helaw :3 sebelum baca part ini gua saranin buat yang belom baca dari part pertama tolong dibaca dulu ya. Soalnya gua disini bakal jelasin beberapa hal yang masih dibingungin para readers. Takutnya kalo gua jelasin pada planga plongo kan kesian hehe. Makasih.

••••

Reina menunduk dalam. Merutuki kebodohannya sendiri. Bagaimana bisa ia lupa bahwa Bi Ijah adalah pekerja rumah tangga dirumah Salsa dulu. Tetapi ia baru menyadari jika wanita paruh baya itu tinggal dirumah Denzel sejak berhari-hari lalu. Bi Ijah tersenyum tipis. Sudah seharusnya Reina tau.

"Non maaf ya bibi gak bilang dari awal," Bi Ijah menggenggam tangan Reina yang sebelah kiri. Karena yang sebelah kanan sudah dari tadi berada di genggaman Denzel.

"Gak papa Bi. Aku aja kan yang gak nyadar."

"Waktu itu Non Salsa pulang. Tiba-tiba Bibi di pecat. Kata Non Salsa dia gak suka sama yang orang yang deket sama Non Reina," Reina tersenyum tipis. Bukankah harusnya Reina yang melakukan seperti itu?

"Untungnya Den Denzel baik hati nerima Bibi dirumahnya. Kalo enggak ya Bibi mau makan apa Non,"

Reina mengangguk. Ia melepas genggamannya dari tangan Denzel. Lalu mengusap-usap tangan Bi Ijah lembut. Seulas senyum tersemat di bibir Bi Ijah. Jika majikannya ingin menikahi Reina ia sangat merasa bahagia. Setidaknya ia sudah tau kepribadian calon istri majikannya kan?

Jadi tidak perlu siap mental yang berlebihan untuk menghadapi semuanya. Bi Ijah tersentak saat reina memeluknya. Pertama kalinya orang yang bukan anggota keluarganya memeluknya. Pelukan yang benar-benar hangat. Pelukan seorang anak dengan seorang Ibu. Hati Bi Ijah ternyuh. Bahkan Reina tidak jijik sama sekali.

"Yaudah Bi. Selamat kerja lagi ya," reina melepas pelukannya dan tersenyum saat melihat Bi Ijah melambaikan tangan menuju dapur.

Ia menoleh. Mendapati Denzel yang merengut kesal. Reina terkikik geli lalu mengambil posisi di samping Denzel yang melipat tangannya di dada.

"Kenapa?" tanya Reina jail. Membuat Denzel makin semangat memberengut.

"Bi ijah dipeluk. Aku ngga?" Ibu Melia yang sedang turun tangga pun ikut terkikik geli.

"Dih ngapain? Enakan juga meluk Alvin. Alvin oh Alvin aku merindukanmu. Peluk aku."

Denzel mendelik. Ia menatap kesal Reina yang berjalan entah kemana. Ia berlari mengejar Reina. Pacarnya lagi cemburu kok malah ditinggal kabur.

"Yaudah sana samperin Alvin. Gak usah mikirin aku. Aku mah apa," teriak Denzel dengan nada menghentak.

Reina tertawa dalam hati. Denzel cukup menjijikan ya? Ia menggelengkan kepalanya. Ia dan Denzel benar-benar idiot couple rupanya.

"Sana samper. Kenapa balik kesini?" Denzel memicingkan matanya.

"Udah sayang marah-marahnya? Peluk dulu sini," Reina merentangkan tangannya. Denzel melongo. Ia tidak tahan untuk menghambur ke dalamnya. Namun karna egonya ia harus menahannya.

"Oh gak mau. Ya-"

Ucapan Reina terhenti saat Denzel memeluknya erat. Ia tersenyum lalu menenggelamkan wajahnya di dada denzel.

"Jangan gitu lagi. Jangan bikin aku cemburu. Jangan sebut-sebut cowok lain," Denzel mengecup kening Reina lamat-lamat.

Denzel melepas pelukannya dan menatap Reina intens. "Aku kangen ini,"

Ia menunjuk-nunjuk bibir reina. Refleks Reina menutup bibirnya dengan telapak tangannya.

"Gak lagi-lagi ya Zel. Bukan muhrim," ujar Reina dengan mulut yang masih di bekap oleh telapak tangannya sendiri.

ChildishTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang