Chapter 3: "The Truth", Part 3

115 5 0
                                    

Jo yang sudah tahu akan pesan terakhir komandannya berlari ke dalam istana. Niatnya memberikan surat ke presiden, tetapi ternyata presiden sudah dievakuasi meninggalkan istana. Ia berlari ke laboratorium dadakan untuk bertemu dengan profesor Asep sementara diluar makhluk-makhluk yang mengelilingi mereka sudah mulai habis.

"Permisi prof. Komandan Ahmad sudah gugur. Dan ia memberi saya secarik surat, ia memang tidak bilang ini untuk profesor, tetapi setelah dibaca isinya cukup mengejutkan prof!"

"Oh.. ha... baiklah, aku sudah tahu dia akan berakhir seperti itu, lebih baik mati sekarang daripada nanti.. toh.. keadaannya akan sama buruk." Balas Profesor Asep dengan sikap agak sedih tetapi ia tidak ingin dilihat oleh Jo.

"Baiklah.. sini berikan kertas itu!"

Setelah kertas itu dibuka, isinya kira-kira seperti ini, Prof Asep pun terlihat takjub:

"Assalamu'alaikum. Ini adalah surat kematian bagi seseorang prajurit yang mati muda. Saya ingin berguna walaupun saya telah meninggal. Apa yang hari ini kita hadapi adalah penyebar seperti yang dikatakan Profesor Asep. Saya tidak akan berbuat bodoh seperti demikian jika saya tidak tahu apa yang kita hadapi. Penyebar bekerja sangat cepat dengan virus yang ditularkan lewat lendir yang keluar lewat mulutnya, jangan pernah menghirup atau terjilat tetapi boleh dipegang. Semua makhluk ini menurut pengamatan saya dapat bermutasi, kita tidak boleh terus menembak atau memukulnya. Walaupun setelah di kalahkan mereka terlihat mati, itulah saat mereka meng-upgrade kekuatan mereka hingga nanti sadar kembali, sesuatu di tubuh mereka sudah bertambah kuat. Ini akan berakibat fatal. Semua yang saya laporkan berdasarkan hasil pengamatan beberapa saat terakhir ini. Tempat yang kalian tempati saat ini sudah tidak aman. Saat pasukan kavaleri datang saya sarankan kalian pindah ke tempat yang lain. Semoga Allah melindungi kita semua. Wassalamu'alaikum.

Ahmad Sulaiman Gifari"

Profesor menyadari ternyata pengamatannya saat itu juga benar. Ia merasa sedikit kehilangan berhubung Ahmad orang terdekatnya telah meninggal. Sebenarnya ia adalah prajurit yang memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata. Lihat saja pengamatannya.

"Baiklah! Berhubung saat ini presiden sudah meninggalkan kita, dan almarhum berkata kita harus pergi ke tempat lain, ayo kita pergi dari sini setelah bantuan dari kavaleri datang." Perintah Profesor

"Baik pak! Saat ini Profesorlah yang memimpin pasukan ini karena para pejabat maupun prajurit berpangkat tinggi seperti Komandan Ahmad sudah gugur." Balas Jo sambil menunjukkan sikap hormat.

"Itu tidak masalah. Jika kalian menemukan mayat Ahmad tolong bawa dan makamkan dengan selayaknya."

"Lapor Prof! Pasukan Kavaleri sudah di depan gerbang! Saat ini mereka sedang masuk!" Lapor salah seorang prajurit yang baru datang.

"Jangan suruh mereka masuk! Tahan saja disana kita akan keluar mencari tempat lain! Sekarang dari pasukan kita Profesor Asep lah yang memimpin!" Balas Jo

"Siap Dan!"

Pada akhirnya, mereka berhasil keluar dari istana negara yang telah berubah menjadi tempat kematian. Profesor tersebut membawa sebuah mobil pengirim sinyal yang dapat digunakan mencapai provinsi Jawa Timur sekalipun jika dihubungkan dengan sebuah tower yang cukup tinggi.

Profesor Asep dibantu dengan Komandan pasukan kavaleri AD, Bapak Jatmoko, sepakat untuk mengirim pesan menggunakan sinyal radio.

Pesan itu berisi:

"Jakarta sudah dikarantina, presiden sudah dievakuasi. Jika kalian orang selamat dan mendengar kami, kami berada di rest area KM 97. Disini bisa dibilang sangat aman dan dijaga ketat dengan tentara. Terimakasih. Semoga Allah melindungi kalian."

End of Chapter 3 : "The Truth"



Deep Dark Fear Stories: Strange BehaviorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang