Hujan. Sebagai siswi baru di salah satu sekolah di Jakarta, tentu saja cuaca seperti ini akan mengganggu perjalanan. Namaku Assyifa Ririn. Sebenarnya aku adalah siswi di sekolah Yogyakarta. Tapi, karena ayahku dimutasi dari pekerjaannya, akhirnya kami sekeluarga pun pindah ke Jakarta dan aku memulai segalanya dari nol.
Ini hari pertamaku berada di sekolah baru. Kupegang payungku dengan erat karena angin semakin kencang.
Sesampainya di teras sekolah, aku pun melipat payungku dan menyusuri lorong sekolah.
Bagus. Itu kata pertama yang terlintas di pikiranku saat melihat sekolah. Aku pun menuju ruang guru dan menemui Pak Abror, wali kelas 11 MIA 3 sekaligus juga kelasku.
Gugup. Itu yang kurasakan saat berdiri di depan pintu kelas baruku.
"Silakan masuk, Assyifa." Pak Abror memanggilku.
Aku pun masuk dan berdiri di samping meja guru.
"Perkenalkan dirimu." Kata Pak Abror. Aku menarik napasku panjang dan membuangnya perlahan.
"Nama saya Assyifa Ririn. Saya berasal dari Yogyakarta. Saya pindah ke Jakarta karena pekerjaan orangtua." Ucapku gugup.
Hening. Semua murid melihatku dengan... aneh? Ada apa? Belum selesai berpikir, Pak Abror menyuruhku untuk duduk di bangku paling depan bersama seorang perempuan berkulit putih dan berhidung mancung. Kupikir dia adalah orang Belanda karena wajahnya memang seperti itu. Ternyata ibunya yang punya keturunan Belanda.
"Namaku Diyah Amanda Gnishilda. Panggil Diyah nggak apa apa, Manda juga nggak apa apa." Diyah memperkenalkan dirinya padaku dan aku pun memperkenalkan diriku lagi.
Pada jam istirahat, kami berdua jadi dekat dengan ngobrol-ngobrol hal yang tidak penting. Selama mengobrol, aku mengenal 2 orang lagi yang tiba-tiba ikut nimbrung. Namanya Rahma Putri dan Maura Abdy Ayunda.
"Gimana kalau kita keliling sekolah? Kamu belom pernah lihat-lihat sekolah kan?" Ajak Rahma antusias. Aku pun menurut dan Diyah, Rahma, dan Maura menemaniku berkeliling sekolah.
Selesai istirahat, Pak Nardi datang dan mulai mengural pelajaran fisika. Aku yang tidak terlalu suka fisika mulai melirik-lirik meja sebelah.
Aku baru sadar kalau yang duduk di meja sebelahku itu laki-laki. Dia putih, kurus, dan ganteng sih. Kira-kira siapa namanya ya? Kulirik buku paket fisikanya dan tertulis,
Muhammad Ghifara Dirgantara XI MIA 3
Jadi namanya Ghifara. Kulirik dia dan dia sedang mencoret-coret bagian belakang buku tulisnya.
"Assyifa!" Panggil pak Nardi dan aku terlonjak kaget.
"Kamu sedang apa? Perhatikan bapak!" Ucap pak Nardi dengan nada marah.
"Maaf, Pak." Jawabku
***
Pulang sekolah, aku menunggu jemputanku di gerbang bersama Diyah dan Maura. Rahma sudah dijemput makanya pulang duluan.
"Diyah." Panggilku dan Diyah menoleh.
"Di kelas kita ada yang namanya Muhammad Ghifara Dirgantara kan?" Tanyaku dan Diyah awalnya terlihat kaget, tapi segera ditepis olehnya.
"Iya, emang kenapa?"
"Enggak apa-apa sih. Cuma kulihat dia selalu diem di kelas." Jawabku.
"Agi emang gitu orangnya." Sahut Maura sambil memainkan handphonenya, "Dia emang misterius. Tapi otaknya nggak ada yang bisa ngalahin." Lanjut Maura dan meletakkan handphonenya di sakunya.
Agi? Jadi nama panggilannya Agi? Pikirku.
"Agi pinter banget. Makanya guru-guru selalu ngebangga-banggain dia. Sayangnya dia terlalu pendiem, jadi dia nggak bisa bagi ilmunya ke kita. Kan lumayan kalau dia bisa ngajarin kita."
Sambil mendengarkan cerita Maura, aku hanya manggut-manggut. Kesimpulanku dari cerita Maura, Agi adalah anak kuper yang sangat pintar, atau jenius bahkan?
Sangat menarik untuk didekati. Pikirku saat itu, tanpa tahu kalau pikiran itu akan merubah semua sudut pandangku terhadap Agi.
***
Di rumah, aku menyelesaikan PR fisika yang maha susah itu. Sesekali melirik handphoneku yang sepi dari notif.
Trrr... Trrr...
Handphoneku bergetar dan dengan semangat aku membukanya.
Sisa kuota yang anda miliki adalah kurang dari 10 MB. Selanjutnya akan di kenai biaya tarif normal. Untuk tarif lebih hemat, beli paket internet di *1234#
Dengan kesal kuletakkan kembali handphoneku di meja. Rahma janji akan memberitahuku tentang tugas kelompok kimia, karena itu aku menunggu SMS darinya.
Trrr... Trrr...
Dengan malas kuambil handphoneku.
Besok pulang sekolah kita mulai kerja kelompoknya. Kita bikin makalah tentang Asam-Basa. Anggotanya kamu, aku, Diyah, Delian sama Agi. Yang bawa laptopnya nanti Deli.
Mataku langsung tertuju pada nama Agi.
Aku bingung dengan diriku. Kenapa aku terlalu terobsesi dengan Agi? Padahal dia orang yang biasa saja. Bahkan terlalu biasa saja untuk dikepoin. Aku baru ketemu dia hari ini dan ngobrol pun tidak pernah.
Karena kepalaku pusing melihat soal fisika, kututup buku fisikaku dan pergi tidur.***
"Syifa!! Bangun!! Udah jam 6 lewat! Nanti telat!" Teriak mama dari bawah. Dengan malas kuambil handukku dan menuju kamar mandi.
Setelah memakai seragam, aku turun untuk sarapan.
"Gimana di sekolah?" Tanya mama.
"Biasa aja."
"Udah punya temen?"
"Punya, tapi belum semuanya."Hening. Hanya ada suara dentingan sendok yang mengenai piring kaca.
"Kakak berangkat duluan ya? Buru-buru nih." Pamit Kak Bayu, kakakku.
"Hati-hati ya." Setelah cium tangan pada papa dan mama, Kak Bayu pun pergi.
"Kita berangkat, Syif." Ajak papa. Setelah cium tangan pada mama, aku pun berangkat.
***
Note : Ini cerita pertama buatanku. Semoga kalian semua suka. Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai. Sampai jumpa di chapter 2 ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATH
RomanceHanya sebuah kisah fiksi cinta SMA yang sederhana--menjurus mainstream.