#11 Lelah

316 26 2
                                    

Akhirnya hatiku membuat suatu masalah.
Seharusnya aku tidak mencintaimu, tidak.
Aku berusaha keras untuk menahannya.
Meskipun aku tahu itu akan menyakitkan, aku masih membuat masalah itu.
Tanpa kuketahui, hatiku membentuk cinta itu untukmu. (Accident by Davichi)

Kubaca novelku dengan malas di perpustakaan. Rasanya sudah dua hari aku membaca novel ini tapi tidak pernah selesai karena ada banyak gangguan.
Pertama, Kak Angga yang datang dan membuat masalah dan kedua, Kak Rifky datang dan menyuruhku bersih-bersih mushola.

Sebenarnya aku ingin membawa novel ini ke rumah, tapi aku jamin aku akan lupa mengembalikannya. Buku kimia yang kupinjam tempo hari saja dikembalikan oleh Diyah.

Sampai sekarang, aku masih menunggu Agi di sini. Kenapa dia tidak ke sini? Apa dia diseret Kak Rifky supaya tidak bolos bersihin mushola?

Semua pikiranku langsung buyar saat mendengar suara pintu terbuka.

Kukembalikan wajahku ke depan novel. Ternyata cuma Riski dan Kak Yoga.

Heh? Kak Yoga?! Aku tidak salah lihat?

Aku berusaha untuk tidak memedulikannya. Bagaimana pun juga Riski pasti sudah tau soal Kak Yoga yang suka padaku.

"Eh, Yoga, bukannya itu cewek elu?" Riski kelihatan seperti menunjukku. Aku? Ceweknya?!

"Dia bukan cewek gue."

Aku pun pura-pura tidak mendengar walau sangat terdengar dari sini. Mereka berdua sedang mencari buku di rak ilmu bahasa.

"Prian udah tahu lu suka sama dia? Terus Shafina lu kemanain?"

"Prian udah tahu dan gue sadar kalau gue ternyata nggak suka sama Shafina."

Aku terkejut. Jadi Kak Yoga nembak Kak Shafina untuk apa?

"Jadi sekarang lu bener-bener suka sama cewek yang namanya Syifa itu?" Riski mulai bertanya pertanyaan yang  membuatku ingin segera keluar dari perpustakaan.

"Sebenernya gue itu..."

Baru mau mendengar jawaban Kak Yoga, seseorang menutup telingaku dari belakang. Siapa?

Kutengok ke belakang. Agi!!

Aku langsung terlonjak dari bangkuku.

"Kamu ngapain?!" Marahku meskipun senang juga sih. Hehe. Dia terdiam. Mungkin dia kaget karena aku yang langsung melompat dari bangkuku.

"Maaf." Agi memungut novel yang kujatuhkan, "Aku nggak bermaksud untuk mengagetkanmu." Dia memberikan novel itu padaku.

"Makasih." Kataku sambil menerima novel dari Agi.

"Woi, Agi!" Suara Kak Yoga terdengar dari celah rak buku.

Agi tiba-tiba melempar buku yang dipegangnya ke arah Kak Yoga. Aku baru tahu kalau ternyata Agi sedang memegang buku. Dengan sigap Kak Yoga menangkapnya.

"Gue udah baca semuanya. Elu yang blo'on atau gue yang kepinteran? Masa' soal segampang itu aja nggak bisa?"

Kulihat buku yang sedang di pegang Kak Yoga. Buku matematika kelas dua belas.

Agi bilang soal segampang itu aja nggak bisa? Itu soal matematika kelas dua belas, bro!

"Elunya aja yang kepinteran. Bukan gue yang blo'on!" Kak Yoga tidak terima dihina,

"Jangan berisik!" Marah Bu Siti dan Kak Yoga langsung diam.

"Gue duluan. Jagain tuh Syifa yang bener."

Aku bingung dengan kalimat terakhir Kak Yoga. Maksudnya apa?

"Biarin aja dia." Agi bicara padaku.

"Memangnya Kak Yoga ada masalah apa?" Akhirnya aku berani bertanya.

"Dia minta aku ngajarin dia matematika dan aku baca bahannya dulu."

"Kamu bilang soal itu gampang? Itu soal kelas dua belas."

"Memang gampang kok. Dianya aja yang bodoh. Aku yang kelas sebelas dan belum diajarin aja ngerti. Masa' dia yang tinggal nunggu beberapa bulan buat lulus masih nggak ngerti juga?"

Aku yang mendengar itu agak merasa... sedih? Kak Yoga beberapa bulan lagi lulus? Itu artinya tinggal satu tahun lagi aku akan meninggalkan SMA-ku ini. Tidak bertemu dengan teman-teman dan tidak bertemu dengan... Agi.

Aku bahkan belum mengutarakan perasaanku padanya. Perasaan yang entah kapan munculnya. Membuatku jadi ingin lebih dekat. Lebih dekat lagi.

Tanpa sadar, tahu-tahu tanganku menyentuh punggungnya dan dia menoleh.

Apa yang kulakukan?!?!?!!? Bodoh!!!

"Eh, eh, ma--maaf. Aku enggak bermaksu..." Agi meletakkan jari telunjuknya di depan bibirku. Menyuruhku untuk diam.

"Kak Rifky lagi lewat sini."

Se--sebentar, kalau cuma Kak Rifky yang lewat terus kenapa jarak wajahnya dengan wajahku cuma lima belas cm?!?!

"A--Agi... anu--" Aku tidak bisa berkata apa-apa. Agi pun menarik wajahnya.

Aku segera membelakanginya karena mungkin wajahku sudah tidak tahu seperti apa.

"Kak Rifky udah pergi. Aku mau bolos bersih-bersih."

"Jadi... kamu menyuruhku diam karena kamu mau bolos?!" Marahku.

Siapa yang tidak marah digituin?

Aku pergi keluar perpustakaan. Maksudku sih mau teriak ke Kak Rifky kalau Agi ada di perpus.

"Kak Rifky!! Agi ada di si..." Agi menutup mulutku dari belakang dan menarikku kembali masuk perpus.

"Sssttt. Jangan gitu, Syifa. Nanti kamu juga jadi tumbalnya."

Agi masih menutup mulutku dari belakang.

Sumpah! Jantungku sudah tidak tahu seperti apa!

Akhirnya kudorong Agi ke belakang.

"Jangan kayak begini di perpus!" Marahku, yang sebenarnya panik. Bahkan Bu Siti sampai melihatku dengan heran.

Agi terdiam.

To Be Continued~

Note: Akhirnya chapter 11 terbit juga. Kenapa di sini Agi jadi romantis(?) Perubahan karakternya Agi bener-bener berubah dan mungkin terkesan maksa. But, I still like Agi. Author nerbitin chapter kali ini satu hari lebih cepet karena besok author banyak kerjaan. Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 12 ^^

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang