Di rumah, aku benar-benar galau dan entah kenapa omongan Kak Yoga lebih membuatku galau dan sedih daripada saat aku ditolak Agi. Semua omongan Kak Yoga memang benar.
"Elu gak ngerasa sakit? Walau Agi tau perasaan lu ke dia, tapi dia masih nganggep lu cuma temennya?"
"Dia gak pernah merhatiin lo dan lo nganggep dia punya perasaan ke lo?"
Apa maksud Kak Yoga ngomong itu semua?! Apa dia nyuruh aku buat move-on dari Agi?! Aku benar-benar emosi! Yang punya perasaan aku, malah dia yang repot.
"Woi Syifa! Ngapain marah-marah sendiri? Gila?" Kak Bayu mengintip dari celah pintu kamarku.
Apa aku marah-marah dengan suara keras? Dan kenapa dia selalu datang pas orang lagi marah?
"Aku lagi emosi! Udah sana pergi!" Usirku dan aku menutup diriku dengan selimut.
"Kakak serius nih, Syifa kenapa? Kata mama akhir-akhir ini kamu makannya dikit, makanya mama khawatir."
Memangnya aku makan sedikit? Kurasa semenjak aku ditolak Agi, makanku memang sedikit sih.
"Bilangin mama, mama nggak perlu khawatir."
Kak Bayu mengangkat alisnya sebelah.
"Udah sih cerita aja, Syifa. Kakak bukan orang asing."
Aku langsung bangun dan menatap Kak Bayu yang masih berdiri di pintu kamarku.
"Maaf, Kak. Aku nggak bisa cerita. Aku masih perlu ketenangan." Suaraku terdengar parau.
Kak Bayu terdiam.
"Oke. Nanti kalau Syifa udah tenang, Syifa bisa cerita kok." Kak Bayu pun menutup pintu kamarku dan derap langkah kaki terdengar menjauh di lorong. Kak Bayu sudah pergi.
Kurasa aku sangat terlihat galau di depan Kak Bayu. Tapi apa boleh buat? Itulah perasaanku sekarang.
***
Jam setengah enam pagi, aku sudah ada di perpustakaan sekolah. Melanjutkan novelku yang kemarin.
Sekarang aku menunggu Agi yang belum datang. Kuharap yang datang bukan Kak Angga atau Kak Rifky, apalagi Kak Yoga. Aku benar-benar masih marah karena omongannya kemarin.
Suara pintu perpustakaan langsung membuatku menoleh. Ekspresiku langsung berubah menjadi senang karena kali ini yang benar-benar datang adalah Agi. Bukan Kak Angga atau Kak Rifky, apalagi Kak Yoga.
Tapi... aku langsung terkejut karena Agi tidak datang sendiri.
Dia... dia... dia bersama Kak Shafina!
Aku benar-benar shock sekarang. Kenapa Agi bersama... Kak Shafina?
Agi melihatku yang sedang melihatnya dengan ekspresi terkejut.
"Kenapa?" Tanya Agi padaku dan Kak Shafina menoleh ke arahku. Aku refleks menggeleng.
Kenapa Agi bersama Kak Shafina?
Aku terus-terusan mengulang pertanyaan itu di dalam hatiku.Aku tidak boleh marah karena dia bukan siapa-siapaku. Aku harus sadar dia bukan siapa-siapaku!
Agi dan Kak Shafina bersama-sama mencari buku di rak ilmu sosial.
Bahkan mereka mencari buku sambil tertawa bersama. Tawa yang tidak pernah kudengar dari Agi.Aku mencengkram novelku erat. Karena tidak tahan, aku meletakkan novelku di meja, mengambil tasku, dan pergi keluar dari perpustakaan.
Aku melihat pemandangan lapangan dari lantai dua. Apa sebenarnya salahku bila aku menyukainya? Apakah Agi harus memberikan penolakan sejelas itu padaku?
Aku tidak menangis kan?
Akan sangat bodoh kalau aku menangis karena Agi."Syifa?"
Suara seseorang yang sangat familiar di telingaku memanggilku. Syukurlah, itu hanya Rahma.
"Kamu menangis?"
"Eh? Enggak kok." Kataku sambil mengusap pipiku.
Aku menangis? Benarkah?
"Kenapa, Syif? Cerita aja."
Kuceritakan kalau sekarang di dalam perpustakaan ada Agi dan Kak Shafina yang sedang bersama. Kulihat ekspresi Rahma yang terlihat terkejut dan marah.
"Agi bersikap begitu padahal dia tahu kalau kamu punya perasaan sama dia?!" Rahma terlihat marah.
"Udahlah, Ma. Nggak apa-apa." Kataku menenangkan Rahma, "Mereka cocok kok, bener-bener pasangan yang serasi."
Plak!
Aku tidak percaya apa yang barusan Rahma lakukan padaku. Dia menamparku? Tidak keras sih, tapi lumayan keras untuk menyadarkanku.
"Kenapa bisa-bisanya kamu ngomong begitu?! Padahal kamu bener-bener suka sama dia?!"
Aku terdiam.
"Ini cuma perasaan sesaat, Ma! Aku yakin ini cuma perasaan sesaat!" Aku pergi meninggalkan Rahma ke kelas.
Bisa-bisanya Rahma melakukan itu padaku? Aku... aku percaya ini cuma perasaan sesaat. Iya kan?
Tanpa kuketahui air mata ini telah mengalir untukmu.
Aku mengetahui ini hanyalah sebuah awal dari kepedihan.
Tidak kuketahui bagaimana akhir dari kisah ini.
Kupercayakan semuanya pada waktu yang akan memberikan akhir kisah yang terbaik untukku.To Be Continued~
Note: Akhirnya chapter 18 terbit juga. Di sini pokoknya tentang broken heart gitu deh. Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 19 ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATH
RomanceHanya sebuah kisah fiksi cinta SMA yang sederhana--menjurus mainstream.