#15 Ternyata

173 15 0
                                    

"Dia... cerita kalau dia... punya seseorang..."
Seseorang apa? Siapa?

"Dia punya seseorang yang nggak bisa dia lupain gitu aja."

Aku kaget. Agi... suka sama orang lain??

"Ka--kamu tahu darimana?"

"Itu alasan dia menolakku dan ternyata aku benar. Sampai sekarang dia nggak bisa ngelupain orang itu."

Aku terpaku. Siapa orang yang bisa disukai oleh Agi.

Kami berdua saling diam. Kurasa pikiran kami sama-sama kacau.

"Maura, kamu masih suka sama Agi?" Tanyaku memecah keheningan. Maura menggeleng.

"Itu udah lama, Syif. Cuma cinta monyet. Aku menganggapnya begitu."

Kami pun segera menyelesaikan tugasku. Kukumpulkan tugasku pada Bu Inez. Setelah pamit pada Maura, aku langsung naik ke mobilku.

***

Aku sedang berguling-guling tidak jelas di kamar. Sembari membaca komik, aku memikirkan omongan Maura tadi.

Agi suka orang lain.

Apakah itu juga alasan dia menolakku? Jika memang itu alasannya, seharusnya dia bilang saja begitu! Kenapa dia harus menolakku dengan alasan seperti itu?!

Aku tidak tahu aku marah atau sedih atau keduanya. Yang pasti aku tidak mau melihat Agi lagi!

***

Sudah lima hari sejak aku ditolak Agi dan selama itu juga aku tidak pernah bicara dengannya.

Istirahat, aku pergi ke kantin sendirian. Dari pagi sampai sekarang, orang-orang menatapku dengan aneh. Ada apa?

Kulihat Kak Yoga dan Agi ada di tengah lapangan!! Mereka mau apa!?!?!! Mereka tidak akan berantem kan?? Aku jadi panik sekaligus bingung.

Sebentar.... Kenapa aku jadi panik? Kak Yoga dan Agi kan bukan siapa-siapaku. Mereka mau berantem atau pukul-pukulan, itu bukan urusanku. Aku pun naik ke kelas, tetapi tangan seseorang menahanku.

Farah!

"Gara-gara lu!" Farah mulai bicara.
"Ada apa denganku? Aku nggak ngapa-ngapain." Aku melepaskan cengkraman Farah dari lenganku.

"Elu yang nembak Agi dan Agi nolak lu dan sekarang Kak Yoga yang marah! Lu pura-pura bego atau bego beneran?!"

Seakan-akan dadaku turun ke kakiku. Darimana Farah tahu kalau aku... nembak Agi???

"Pasti lo nanya, kenapa gue bisa tahu? Jangankan gue! Satu sekolahan udah pada tahu lu nembak Agi!"

Aku terdiam. Jadi itu sebabnya kenapa orang-orang memandangku begitu. Tapi kenapa jadi Kak Yoga yang marah? Apa hubungannya Kak Yoga dengan Agi dan aku?

Kukembalikan pandanganku ke lapangan. Kelihatannya suasana di sana semakin tidak terarah. Murid-murid berkumpul di pinggir lapangan. Kenapa mereka harus ribut di tengah lapangan sih??

Aku membelalakkan mataku saat aku melihat Kak Yoga menarik kerah kemeja Agi!!!

Dengan bodohnya aku berlari ke tengah lapangan.

"HENTIKAN!" Tahanku dan seketika itu juga Agi dan Kak Yoga terdiam.

"Kalian berdua boleh berantem sesuka kalian! Tapi bukan sekarang dan bukan di sini!"

Seketika satu sekolahan menjadi hening. Aku mengatur napasku yang masih satu-satu.

Kulihat Kak Rifky bersama Bu Inez tergopoh-gopoh menuju lapangan.

Tiba-tiba pandanganku menjadi kabur. Kenapa? Apa karena aku belum sarapan tadi? Aku terjatuh dan semuanya gelap.

***

Aku membuka mataku. Cat putih di mana-mana. Aku tidak tahu ini di mana. Tapi saat melihat ada kotak P3K di sampingku, aku yakin ini adalah UKS.

Oh iya, aku melerai Agi dan Kak Yoga yang mau berantem. Tapi aku keburu pingsan. Sebentar... sekarang jam berapa?? Kulihat jam yang digantung di dinding.

Jam sebelas!! Aku ketinggalan mata pelajaran ketiga! Aku buru-buru mengambil dasiku yang diletakkan di rak dan membuka pintu UKS. Aku kaget karena Kak Yoga ada di depan pintu yang kubuka. Kami saling bertatapan.

"Kamu nggak apa-apa?" Tanya kak Yoga. Aku mengangguk cepat.

"Maaf, Kak. Saya sudah ketinggalan mata pelajaran ketiga. Saya buru-buru." Dengan cepat kulewati Kak Yoga.

"Kamu nggak ingin tahu kenapa saya dan Agi hampir bertengkar di tengah lapangan?"

Aku langsung berhenti melangkah dan aku kembali menengok ke belakang.

"Itu urusan laki-laki. Kamu nggak perlu khawatir. Bukan masalah besar kok. Ya kan?" Aku mengulang kata-kata Agi saat kutanyakan kenapa dia mau duel dengan Kak Angga di lapangan.

Kak Yoga terlihat terkejut dengan jawabanku kemudian dia tersenyum.

"Ternyata kamu sudah sedekat itu dengan Agi ya?"

Aku bingung.

"Agi mengatakan kata-kata seperti itu pada saya dan dia bilang itu adalah kata-kata yang akan ia katakan pada orang-orang tertentu."

Aku terdiam kemudian tersenyum, "Aku hanya beruntung telah mendengar kata-kata itu darinya."

Kutinggalkan Kak Yoga yang masih berdiri di belakang dan masuk ke kelas. Pak Abror sedang duduk di bangkunya dan anak-anak lain yang sedang mengerjakan tugas langsung menoleh ke arahku yang bahkan belum memakai dasi.

"Maaf, Pak saya terlambat." Kataku memecah keheningan.

"Bapak dengar kamu pingsan? Kamu tidak apa-apa, Assyifa?" Pak Abror menanyaiku.

"Iya, Pak. Saya baik." Jawabku sambil tersenyum. Setelah pak Abror mempersilakanku duduk, aku pun segera duduk.

***

Hujan sudah turun daritadi. Aku tidak suka hujan karena itu mengingatkanku pada Agi yang meminjamkanku payung.

Kulihat di gerbang Pak Bagas belum datang. Aku terpaksa menunggu di teras sekolah.

Kulihat Agi melewatiku dan pergi keluar gerbang. Dia tidak membawa payung? Dan bahkan dia tidak melihatku sama sekali?

Seharusnya aku tidak menyatakan perasaanku.

Selama lima hari aku bisa tahan tidak bicara dengannya. Tapi sekarang... aku rindu saat dia membantuku, saat bercanda konyol bersamaku. Semuanya.

Kukejar dia dengan payungku yang terbuka dan kupayungi dia dari belakang.

To Be Continued~

Note: Akhirnya chapter 15 terbit juga. Menurutku di sini Syifa jadi pemberani. Hehe. Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 16 ^^

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang