Agi terdiam beberapa saat dan menarik kembali tangannya.
"Agi, itu adalah... gelangku."
Kami sama-sama terdiam.
Gelang yang dipakai Agi adalah gelangku. Waktu kecil, aku pernah memberikan gelang itu pada seseorang sebagai jaminan kalau kita akan bertemu lagi.
Jadi... dia adalah... Agi?
"Ini gelangmu? Serius?" Tanya Agi seolah tidak percaya.
Aku mengangguk pelan. "Aku memberikan gelang itu pada seseorang sebagai jaminan kami akan bertemu kembali...."
Agi terdiam beberapa saat dan akhirnya dia bicara.
"Akhirnya kita bertemu.... Syukurlah, kamu nggak mengingkari janjimu."
Dia tersenyum. Senyuman yang berbeda dari sebelumnya.
Jadi orang itu Agi???
Karena terlalu shock, akhirnya aku kabur ke kelas. Jadi anak yang kuberikan gelangku itu Agi?! Takdir macam apa ini?!
Aku menenggelamkan wajahku ke lenganku. Diyah, Rahma, dan Maura hanya melihatku dari meja Maura.
"Dia badmood lagi?" Tanya Maura.
"Kelihatannya." Jawab Diyah.
Aku benar-benar tidak menyangka kalau anak itu adalah Agi! Aku tidak bisa menggambarkan perasaanku seperti apa. Senang, kaget, bingung.
"Diyaaahhh!!" Teriakku.
Kulihat Diyah kaget dan langsung kupeluk dia.
"Kamu kenapa sih?!" Marah Diyah sambil berusaha mendorongku.
"Aku lagi seneng!!!"
"Syukurlah, Yah. Akhirnya dia seneng juga." Rahma mulai bersuara.
"Kenapa nih? Cerita dong!"
"Aku belom bisa cerita sekarang."
"Ih, cerita gak!" Ancam Rahma.
Bel sekolah berbunyi dan tak lama kemudian Agi datang.
Ya ampun Agi.... Aku tidak menyangka kalau itu kamu.
***
12.30.
Aku sudah pulang dan sedang berjalan di lorong lantai satu.
Aku masih tidak menyangka kalau anak yang kuberikan gelangku adalah Agi dan sampai sekarang Agi masih menyimpannya.
Aku sangat senang sekaligus terharu.
"Syifa."
Aku langsung menoleh ke belakang karena kaget. Seseorang menyapaku. Ternyata kak Septi.
"Sendirian aja?" Tanyanya.
"Iya. Ada apa?""Kamu kaku banget sih. Kita sama-sama anak KIR." Kak Septi tersenyum.
"Hahaha, iya." Aku pun juga tersenyum.
"Eh, aku mau nanya deh."
Aku langsung menoleh. "Nanya apa?" Tanyaku.
"Kenapa kamu berantem sama Shafina di toilet tempo hari?"
Aku langsung terdiam.
Oh iya, waktu itu yang menyelamatkanku kak Septi."Hahaha.... Nggak apa-apa kok. Masalah konyol, Kak. Nggak perlu khawatir."
Kami sama-sama terdiam.
"Aku nggak bermaksud buat nguping, tapi aku denger kalian nyebut-nyebut nama Agi sama Yoga."
Aku langsung tertohok karena kaget.
"Hehe, kurang lebih itu alasannya."
Kami kembali diam.
"Oke, makasih atas jawabannya. Aku duluan ya?"
Aku mengangguk dan Kak Septi pun pergi.Aku melanjutkan kembali perjalananku menuju gerbang.
Pak Bagas belum datang.
Tiba-tiba seseorang memegang tanganku dan menarikku. Siapa?!
Setelah kulihat ternyata itu Agi!
Dia mau membawaku ke mana?!Kami berhenti di tempat parkir motor. Seketika jantungku jadi berdebar.
"Aku ingin memastikan sekali lagi. Apakah ini gelangmu?" Agi menunjukkan gelang yang dipakainya.
"Iya, itu gelangku. Aku memberikannya pada seseorang saat aku masih kecil sebagai jaminan bahwa kami akan bertemu. Tapi ternyata aku harus pindah Yogyakarta dan aku nggak bisa ketemu dia lagi." Jelasku panjang, "Ternyata seseorang itu kamu ya, Agi?"
Agi terdiam.
Aku harus apa sekarang? Aku masih berpikir dan tiba-tiba Agi menggenggam tanganku.
Aku langsung membelalakkan mataku dan membeku.
"Kamu." Ucap Agi.
Hah? Aku makin membeku.
"Kamulah perempuan itu. Perempuan yang kusukai. Kucintai."
Aku makin beku saat mendengar ucapan Agi barusan.
Dia-bilang-apa-?
"Aku menunggumu kembali padaku dan akhirnya kamu datang."
Apa yang barusan Agi katakan?
"Bu--bukannya kamu menolakku?" Tanyaku tidak percaya.
"Aku terkena karma seperti yang dikatakan temanku."
Karma? Benarkah karma itu ada?
Tak terasa air mataku langsung tumpah. Kenapa aku jadi menangis?
"Apakah aku sudah terlambat?"
Aku menggeleng cepat.
"Belum. Kamu belum terlambat." Jawabku sambil mengusap air mataku.
"Maafkan aku karena terlambat menyadarinya. Maafkan aku telah menyakiti hatimu. Maaf."
Semakin Agi berkata begitu, semakin cepat aku mengusap air mataku.
"Aku suka kamu, Syifa."
A... apa? Agi barusan bicara apa? Apakah ini mimpi?
"Aku juga... suka..." Jawabku terisak-isak.
Aku selalu memimpikan ini karena Agi adalah... cinta pertamaku.
"Jangan menangis."
Agi memberikan tisunya padaku. Aku mengambilnya dan menghapus air mataku.Syukurlah aku tidak menyerah. Syukurlah aku kuat menghadapi semuanya. Syukurlah aku tidak berhenti bermimpi jika suatu hari Agi akan membalas perasanku.
To Be Continued~
Note: Akhirnya chapter 22 terbit juga. Aaaaahhhh, author baper sebaper-bapernya sama chapter ini :'v #abaikan. Author publish ulang soalnya ceritanya error. Vote dan konentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 23 ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATH
RomanceHanya sebuah kisah fiksi cinta SMA yang sederhana--menjurus mainstream.