#9 Pendekatan

289 26 1
                                    

Kulihat seseorang berpayung hitam dan payung lain di tangannya menghampiriku.

Agi. Kenapa dia disini? Bukannya dia marah padaku?

Dia memberikan payung hitam yang sedang dipakainya padaku.

Aku di antara terkejut dan bingung. Kenapa dia memberikan ini?

"Pakai saja itu." Katanya dan pergi.

"Agi!" Panggilku dan dia menoleh.
Kenapa aku jadi diam?

"Terima kasih." Kataku dan dia... tersenyum? Benarkah?

Setelah mengetahui perasaanku, aku jadi lebih malu dari sebelumnya.

Aku memang suka pada Agi.

Sampai sekarang aku bingung. Kenapa bisa?

Dia selalu membantuku diam-diam. Menolongku tanpa berkata apa-apa dan dia hanya bersikap begitu padaku.

Apa Agi juga suka padaku?

Aku pun segera naik ke angkot dan angkot pun melaju pelan.

***

Keesokannya di sekolah.

Aku pergi ke perpustakaan lagi. Kejadian kemarin sama sekali tidak membuatku kapok karena aku tahu Agi ada di sana.

Sesampainya di sana, dugaanku benar. Agi ada di sana.

"Eh, Syifa. Silakan masuk." Bu Siti menyapaku, "Eh Ibu, akhirnya inget nama saya juga." Kataku nyengir karena Bu Siti tidak pernah mengingat namaku. Aku pun masuk dan langsung menuju rak novel. Kuambil novel yang belum selesai kubaca kemarin dan duduk di depan Agi.

Kok aku bisa jadi berani begini sih? Dulu aku juga pernah begini kok.

Aku pun menyerahkan payung yang dia pinjamkan kemarin.

"Oh iya, aku mau bilang sesuatu." Kataku dan Agi menghentikan bacaannya.

"Aku cuma mau bilang terima kasih." Akhirnya kukatakan juga.

"Makasih buat apa?"

"Makasih karena sudah membantuku belajar, berkatmu nilai bahasaku 95. Makasih juga karena udah nyelametin aku dari amukan Kak Shafina. Makasih juga buat payungnya. Terakhir, makasih karena kamu udah bikin aku sadar sama perasaanku."

"Barusan kau bicara apa?" Tanya Agi seakan-akan aku bicara dengan bahasa Mandarin dan dia sudah kembali bicara dengan aku-kau.

Aku pun baru sadar dengan ucapanku yang kalimat terakhir. Uwaaaa!!

"Eh.... Mak--maksudnya makasih karena kamu udah bikin aku sadar kalau kamu itu emang bukan cowok dingin." Kataku berusaha mengelak. Aduh, malunya.

"Ooh." Agi pun melanjutkan bacaannya. Kurasa dia tidak memikirkan kata-kata bodohku barusan. Baguslah! Aku pun melanjutkan bacaanku juga.

"Syifa." Panggil Agi dan aku menoleh. Aku agak terkejut karena dia memanggil namaku.

"Kau suka buku?"

"Lumayan. Aku suka baca novel sama komik. Tapi nggak dengan buku pelajaran." Aduh Syifa! Kenapa jawabanmu kedengaran begitu bodoh?!

"Oh." Jawab Agi singkat, tidak padat, dan tidak jelas.

"Di sini jarang ada yang ke perpustakaan, kecuali yang suka buku atau yang punya urusan kayak Kak Angga kemarin."

Aku sedikit terguncang karena nama Kak Angga.

"Memangnya benar kalau dua hari yang lalu kau diantar pulang sama Kak Yoga?"

Ini pertanyaan yang sudah dari kemarin ingin kujawab. Untung saja Agi menanyakannya sekarang, "Iya. Dia yang menawariku."

"Kau terlalu ceroboh." Agi tiba-tiba bangkit dari bangkunya, "Jangan semudah itu memercayai laki-laki."

Barusan dia khawatir padaku? Serius?

"Kenapa?" Tanyaku polos.

"Karena dia laki-laki. Bahkan kau nggak boleh memercayaiku."
Aku mengangkat alisku sebelah.

"Aku duluan." Katanya. Dia meletakkan kembali bukunya ke rak dan pergi.

Dan aku di sini masih kagum dengannya. Dia mengkhawatirkanku? Aku merasa ngefly sekarang.

Suara pintu perpustakaan membangunkanku dari khayalanku.

Itu Kak Rifky!! Kenapa dia ke sini dan pertanyaan paling besar, di mana Kak Angga? Padahal mereka udah sepaket.

"Woi, cewek. Lu liat Agi?" Tanya kak Rifky padaku.

"Dia baru keluar." Jawabku masih kaget.

"Ya udah, lu aja deh yang ikut gue." Aku terperangah. Agi tidak ada dan sekarang dia malah mengajakku?

"Cepetan! Lu ikut gue." Kak Rifky benar-benar menyuruhku?

Aku segera mengembalikan novelku ke rak, mengambil tasku, dan menyusul Kak Rifky yang sudah jalan duluan.

Aku mau diajak kemana?

"Lu Syifa kan?" Kak Rifky ternyata tahu aku. "Iya." Jawabku singkat, tidak padat, dan jelas.
"Sebenernya Agi yang seharusnya ngelakuin ini. Tapi berhubung adanya elu doang dan lu temennya Agi, jadi elu aja deh." Dan aku semakin bingung.

Kami pun sampai di depan mushola. "Bantuin gue bersihin mushola. Gue yang di bawah, lu yang di atas." Suruh Kak Rifky dan aku tidak tahu harus berkata apa.

Jadi kak Rifky ngajak aku ke sini buat bersihin mushola?!

"Eh, kalau mau nyari Agi paling dia ada di kelas." Aku berusaha untuk kabur.
"Gue tadi udah ke kelasnya, dia gak ada."
Jadi si Agi pergi ke mana?

"Lu kan temennya Agi. Tiap pagi dia bantuin gue bersihin mushola loh."

Agi tiap pagi bersihin mushola?

"Memang ke mana anggota rohis yang lain?" Tanyaku masih berusaha untuk kabur.

"Mereka belom dateng. Ini masih jam 6 soalnya." Jawab Kak Rifky sambil memberikan sapu padaku. Aku pun dengan pasrah menerimanya. "Lumayan Syif. Hitung-hitung buat nambah pahala."

Ya ya ya. Apapun itu, aku segera menuju ke mushola atas.

Bahkan Kak Rifky pun sudah mengenalku sebagai temennya Agi. Tapi tetap saja kenapa aku yang harus disuruh bersihin mushola? Seharusnya Kak Angga saja tuh biar dia taubat.

Jam 6.25.

Aku masih sibuk melipat mukena yang berantakan.

Kulihat dari bayangan di depanku ada seseorang di belakangku. Aku menoleh dan itu Agi.

"Biar aku yang lanjutkan. Kamu kembali saja ke kelas. Padahal niatku mau bolos, tapi Kak Rifky malah jadi nyuruh kamu."

Aku tidak salah dengar? Agi bicara -kamu? Dan siswa teladan seperti dia bisa mau bolos?

To Be Continued~

Note: Akhirnya chapter 9 terbit juga. Akhirnya Syifa berani juga PDKT. Vote dan komentar kalian akan sangat ku hargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 10 ^^

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang