#29 Kabar Mengejutkan

158 14 3
                                    

Jam setengah enam pagi.

Aku sudah berada di perpustakaan. Hari ini aku akan mengerjakan PR yang belum kukerjakan. Bukannya aku tidak mau mengerjakan, tapi aku tidak mengerti.
Di pikiranku sekarang, barangkali Agi mau mengajariku mengerjakan PR. Haha.

Aku mengambil buku biologi di rak dan mulai mengerjakan soal. Tapi entah kenapa konsentrasiku lebih ke 'ke mana Agi?' daripada soal.

Kudengar suara pintu perpustakaan terbuka. Tapi... itu bukan Agi. Dia laki-laki yang tidak kukenal.

Ganteng juga.

Ya ampun, Syifa! Sadarkan dirimu!!

Lelaki itu mengambil novel yang kubaca kemarin dan entah kenapa dia duduk di depanku. Kulihat nama yang terjahit di bajunya Dimas Prayogo.

"Nama lo Ririn?"

Aku kaget karena dia tiba-tiba bersuara.

"Kamu bicara dengan... ku?" Tanyaku ragu.
"Menurut lo yang ada di sini siapa aja?"
"Aku sama Bu Siti."
"Terus yang namanya Ririn di sini siapa?"
"Aku."
"Ya udah."

Dia lelaki yang agak menyebalkan. Tapi aku juga salah sih.

"Nama lo Ririn?"
"Bukan. Namaku Syifa."
"Tapi kalau gue manggil lo Ririn nggak papa kan?"

Tidak ada yang pernah memanggilku dengan nama Ririn. Semua orang memanggilku Syifa.

"Silakan." Jawabku singkat. Aku kembali mengerjakan PR.

"Rin, lo udah punya pacar?"

Pensilku langsung patah karena pertanyaan orang yang bernama Dimas ini. Apa-apaan dia bertanya begitu padahal baru juga kenalan.

"Hah?"

"Gue serius nih, lo udah punya pacar?"

Apa aku harus menjawab pertanyaan orang ini?

"Apa itu pertanyaan yang harus ditanyakan pas baru kenalan?" Aku kembali mengerjakan soal.

Dimas terdiam. Apa jawabanku nggak jelas untuknya?

"Lo kelas sebelas kan?"

Aku menatapnya tajam, "Iya. Kenapa?"

"Gue kelas sepuluh. Lu percaya?"

Aku kaget. Kupikir dia kelas sebelas atau dua belas. Ternyata dia kelas sepuluh??

"Kalau kamu kelas sepuluh, terus kenapa?" Tanyaku masih mengerjakan soal.

"Soalnya lu judes banget sama adek kelas."

Apa? Judes? Ya iyalah aku judes. Dia baru juga kenalan nanyanya begitu. Dan lagi dia nggak memanggilku -kakak. Apa dia tidak diajari sopan santun?

"Oohh."
Aku kembali berkonsentrasi ke PR-ku. Agi ke mana sih? Dia kok belum datang?

Jam setengah tujuh, aku sudah menyelesaikan PR-ku dan bersiap-siap akan ke kelas dan sampai sekarang Agi belum datang. Tiba-tiba ada yang mencolek pundakku. Dimas.
Apa maunya lagi sih?

"Pertanyaan gue tadi serius."

"Pertanyaan yang mana?" Padahal aku tahu pertanyaan apa yang dia tanyakan.

"Lo udah punya pacar?"

Aku terdiam. Tapi aku masih harus menunjukkan kalau aku ini senior.

"Perbaiki cara bicaramu. Baru aku akan menjawab pertanyaanmu."
Aku meninggalkannya. Tentu saja. Dia harus memperbaiki cara bicaranya pada orang yang lebih tua.

Sesampainya di kelas.
Namira dan Farah sedang mengobrol dan beberapa anak laki-laki sudah datang. Agi bahkan belum datang. Tiba-tiba Farah dan Namira mendatangiku. Ada apa?

"Tadi gue ngeliat lu sama Dimas. Ada apa nih?" Tanya Namira sinis.

"Dimas? Cowok yang nggak sopan itu?"

Namira langsung melotot melihatku. Apa omonganku salah?

"Lo bilang Dimas cowok nggak sopan?"

"Iya. Dia ngomong ke kakak kelas yang baru dia kenal pake -gue-lo."

"Elo nggak berhak ngomong kayak gitu tentang Dimas."

"Kalian juga nggak berhak nanya-nanya aku ngapain sama Dimas." Balasku.

Namira terdiam dan dengan kesal dia menarik Farah keluar kelas.

Jadi Dimas juga diperebutkan di sekolah ini? Orang tidak sopan begitu ngapain diperebutkan? Ganteng iya, tapi percuma kalau tidak punya akhlak.

Sambil menunggu teman-temanku datang, aku membaca novel yang kubawa dari rumah. Padahal sudah jam 6.45, tapi kelas masih sepi.

Agi ke mana ya? Kok dia belum datang?

Satu persatu teman-temanku datang. Bahkan bel sudah berbunyi, tapi Agi belum datang. Dia ke mana?

Pak Abror masuk ke kelas dan mengabsen kami.

"Ghifara hari ini tidak masuk. Dia sakit dan dirawat sejak kemarin." Pak Abror mengabarkan berita yang mengejutkan.

Agi dirawat?

"Yaaahhh, Syifaa... Ayangnya sakit tuh." Ejek Diyah keras-keras dan aku memelototinya. Semua murid tertawa.

Pak Abror mendiamkan keadaan kelas dan melanjutkan, "Dia kena DBD dan harus istirahat total. Kita bisa jenguk dia besok sepulang sekolah. Siapa yang mau jadi perwakilan untuk menjenguknya?"

"Ada Syifa nih, Pak!" Teriak Rahma dan aku memelototinya. Bisakah mereka berhenti membawa namaku?

"Kamu mau, Assyifa?" Tanya Pak Abror padaku. Aku sangat ingin, tapi gengsi.

"Bapak nggak ngajak, Syifa pasti mau, Pak." Diyah tersenyum iseng.

"Ya sudah, Pak. Saya pergi." Akhirnya aku mengiyakan.

"Syifa mau jenguk Ayang Agi nih.... Kalian semua jangan ada yang ikut!" Teriak Diyah dan aku memukulnya.

Pak Abror mendiamkan keadaan kelas. "Sudah sudah. Deli, kamu ketua kelas besok ikut Bapak beli buah untuk jenguk Ghifara."

"Baik, Pak." Jawab Deli.

"Yang lain kumpulkan uang 2000 untuk Ghifara. Serahkan ke bendahara."

Setelah masing-masing anak memberikan 2000, Pak Abror segera memulai pelajaran.

***

Note: Akhirnya chapter 29 terbit juga. Akhirnya Agi sakit juga. Hehe. Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 30 ^^

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang