#6 Ekskul

337 29 9
                                    

Jam istiraha, aku, Diyah, Rahma, dan Maura pergi ke kantin bersama.

Setelah membawa jajanan kami masing-masing, kami kembali ke kelas.

"Assyifa." Panggil seseorang dari belakang.

Kami berempat terkejut karena yang memanggilku adalah Kak Yoga!

"Eh, iya..." Sahutku shock.

"Agi udah kasihtahu saya kalau kamu mau ikut KIR. Jadi saya cuma mau kasihtahu kalau pulang sekolah nanti kita kumpul di ruang KIR. Ada di lantai 2 di samping ruang BK."

Entah kenapa aku masih terkejut.

"Eh, iya. Nanti saya ke sana."

"Oke, makasih." Kak Yoga pun pergi.

Teman-temanku langsung heboh.
"Kak Yoga ganteng banget..." Maura mulai bicara ngawur dan aku hanya bisa menatap teman-temanku.

"Udah ah! Kak Yoga mulu! Urusin tuh tugas Pak Nardi!" Kataku sambil menarik lengan Diyah.

***

Sepulang sekolah.

Sesuai dengan kata Kak Yoga tadi. Aku pun menuju ruang KIR di lantai 2. Kubuka pintunya dengan perlahan. Sudah ada 4 orang di sana. Ada 3 laki-laki dan 1 perempuan dan salah satu laki-laki di sana adalah Agi.

"Silakan masuk." Sang perempuan mempersilakanku masuk. Aku pun masuk dan duduk di samping perempuan itu.

"Siapa namamu?" Tanyanya.
"Syifa."
"Kelas berapa?"
"11 MIA 3."

"Namaku Septi. Kelas 12 MIA 1." Dia pun memperkenalkan dirinya dan aku tersenyum.

"Berhubung semuanya sudah berkumpul, kita akan memberitahu ketua ekskul KIR kita yang baru." Kak Yoga mulai bicara. Kami semua pun bertepuk tangan dan Agi yang malah ditunjuk kak Yoga untuk bicara.

Agi jadi ketua ekskul KIR?!

Aku kaget.

Agi yang jarang ngomong itu jadi ketua ekskul?!

Aku masih shock. Agi pun mulai bicara.

"Nama saya Muhammad Ghifara Dirgantara dari kelas 11 MIA 3. Suatu kehormatan bagi saya karena telah dipercaya untuk menjadi ketua ekstrakurikuler Karya Ilmiah Remaja tahun ini." Kami pun bertepuk tangan dan Agi kembali ke tempat duduknya.

Bahkan kata-kata pertamanya sebagai ketua ekskul pun singkat.

Tiba-tiba ada yang mencolek punggungku dan aku menoleh.

"Boleh pinjem pulpen?" Seorang lelaki bertanya padaku dan aku pun meminjamkan pulpenku.

"Mulai minggu depan kita akan mulai ekskulnya. Untuk hari ini, kita sudah selesai. Silakan yang mau pulang atau yang mau tetap di sekolah juga silakan." Kak Yoga pun mempersilakan kami pulang.

Aku pun memutuskan untuk pulang. Buat apa juga aku tetap di sekolah?

"Tunggu!" Suara laki-laki memanggilku dan aku menoleh.

"Ini pulpennya." Oh! Aku lupa sama sekali.

"Makasih." Katanya dan aku tersenyum.

"Prian! Pulang yuk!" Suara Kak Yoga terdengar dari belakang dan dia segera menyusul kak Yoga.

"Mau nyusul si Riski dulu gak?"

"Lu aja. Gue mau pulang." Tolak Kak Yoga.

Aku pun turun dan menuju gerbang sekolah.

Trrr... Trrr...

Aku pun membuka handphone.

Hari ini Pak Bagas nggak bisa jemput. Pulangnya naik angkot saja.

Uffftttt...
Aku yang tadinya menunggu di gerbang pun pergi ke halte sekolah.

Mana sih angkot? Kakiku pegal.

Tiba-tiba sebuah motor matic warna putih berhenti di depanku. Dia memakai celana abu-abu dan pasti dia laki-laki.

Dia pun membuka kaca helmnya.

Aku shock. Aku tahu itu bukan Agi karena motornya berbeda.

Itu Kak Yoga!!

"Mau ke mana?" Tanyanya.
"Mau pulang."
"Rumahnya di mana?"
"Perumahan Griya Asri."
"Oh, lu ikut gue aja. Gue sekalian lewat."

Aku terperangah. Dia biasanya bicara pake saya-kamu dan sekarang gue-lo.

"Eh, nggak usah. Aku naik angkot aja."
"Ikut gue aja. Lumayan nggak usah ongkos angkot."

Aku berpikir, iya sih. Lumayan, nggak usah bayar ongkos angkot.

"Ya udah deh."

Aku pun naik ke motor. Kak Yoga menarik gas dengan pelan dan motor pun melaju sedang.

Aku nggak tahu mesti apa karena satu-satunya kenyataan adalah...

AKU DIANTAR KAK YOGA PULANG!

Agak lebay sih memang, tapi... Kak Yoga tuh punya banyak fans dan salah satunya adalah teman-temanku. Apa kata mereka kalau aku bilang hari ini aku pulang diantar Kak Yoga?

Dengan cepat motor membelah angin jalanan. Gedung-gedung tertinggal jauh di belakang.

Aku masih menatap takjub Kak Yoga dari belakang. Aku ini kenapa sih? Mungkin aku akan lebih takjub lagi kalau yang ngantar aku itu Agi.

Kok tiba-tiba jadi inget dia?

Tidak peduli. Laki-laki dingin gitu tidak usah dipikirkan.

Tahu-tahu saja motor sudah berhenti di depan perumahan Griya Asri.

"Lo ke dalem naik apa?" Tanya Kak Yoga.
"Jalan kaki."
"Tunjukkin gue arahnya." Dan Kak Yoga membelokkan motornya masuk ke dalam perumahan.

Kak Yoga bakal nganter aku sampai rumah?! Aku pun pasrah. Lumayan juga tidak usah jalan kaki.

"Dari sini lurus aja terus belok kanan."
"Jauh juga, lo tiap hari jalan kaki?"
"Iya."

"Itu rumahku yang pagar biru."

Kak Yoga pun berhenti di depan rumahku dan aku segera turun.

"Makasih banyak, Kak. Mau masuk dulu?" Tawarku.
"Nggak usah, gue masih ada urusan." Kak Yoga pun menarik gas.
"Gue duluan." Dan aku mengangguk.

Kak Yoga pun menghilang di belokan.

Aku masih tidak percaya kalau tadi aku diantar kak Yoga.

Aku pun masuk ke rumah dan mama ternyata sudah menungguku di pintu.
"Siapa tuh? Pacar Syifa ya?"
"Bukan! Itu kakak kelasku!"
"Ganteng juga."

Bahkan mama pun berpikir begitu.
Aku pun segera masuk ke dalam rumah.

***

Note: Akhirnya chapter 6 terbit juga. Makasih banyak buat vote dan komennya. Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar jadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 7 ^^

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang