Tiba-tiba Kak Yoga mendekat ke arahku dan akhirnya sampai tepat di depanku.
"Bilangin ke Agi kalau gue nggak bakal nyerah gitu aja."
Hah? Maksudnya apa?
Tiba-tiba seseorang menarik tanganku dari belakang.
Agi.
Kenapa Agi bisa di sini?!
Agi dan Kak Yoga saling bertatapan. Tapi tatapan Agi jauh lebih tajam.
"Ada urusan apa?" Agi masih menggenggam pergelangan tanganku.
Kak Yoga tersenyum, "Gue nggak apa-apain dia kok. Kalo nggak percaya, tanya aja sama orangnya."
Agi diam dan masih menggenggam pergelangan tanganku. Kapan dia akan melepaskannya?
Kak Yoga pun melewati Agi dan bicara sesuatu di telinga Agi. Tapi aku tidak bisa mendengarnya.
Tapi ekspresi wajah Agi langsung berubah dan Kak Yoga pergi begitu saja.
"Syifa, kamu jangan terlalu deket sama dia ya...."
Aku menaikkan alisku sebelah. Tanpa disuruh pun aku akan melakukannya.
Aku mengangguk dan Agi melepaskan genggamannya di pergelangan tanganku.
"Memangnya dia bicara apa?"
Agi terdiam. Tapi dia segera menjawab, "Itu urusan laki-laki. Kamu nggak perlu khawatir. Bukan masalah besar kok."
Ah, kata-kata itu.
"Mmm... oke. Aku duluan ya...."
Agi mengangguk dan aku segera pergi.
Kira-kira Kak Yoga bicara apa ya?
Apa sama dengan kata-kata yang Kak Yoga katakan padaku?"Bilangin ke Agi kalau gue nggak bakal nyerah gitu aja."
Semakin aku memikirkannya, aku semakin pusing.
Pak Bagas sudah menunggu di gerbang sekolah. Aku pun segera naik ke mobil.
***
Sesampainya di rumah, aku sedang melihat nomor handphone Agi di kontakku.
Sebenarnya aku ingin mengirim SMS padanya, tapi aku bingung mau ngomong apa. Aku mulai mengetik sesuatu.
Lagi apa sekarang?
Jangan begini! Ini terlalu menunjukkan kekepoanku. Aku menghapus kembali pesanku.
Hai, Agi. Aku ganggu nggak?
Kayaknya jangan begini deh. Kalau misalnya dia bilang aku ganggu, gimana? Nanti aku tidak jadi SMS-an.
Apa kirim SMS-nya lain kali saja ya?
Tapi kalau aku nggak memulai nanti aku tidak SMS-an sama sekali.
Aku mengetik apa yang ada pikiranku.
Kirim.
Kira-kira balasannya seperti apa ya?
Trrr... Trrr...
Dari Agi! Aku langsung membuka pesanku dengan semangat.
Iya.
A... apa? Iya doang? Memang sih pesan yang kukirim memang bisa jawabannya sependek itu. Kulihat kembali pesanku pada Agi.
Jangan lupa besok ajarin aku fisika.
Aku juga sih yang salah mengirim pesan sependek itu.
Tiba-tiba aku berpikir kalau sekarang aku adalah pacarnya Agi.
Ya. Pacarnya Agi.
Padahal dia menolakku dengan sangat menyakitkan dan sekarang dia membalas perasaanku.
Aku benar-benar tidak menyangka kalau teman masa kecil yang kujanjikan untuk bertemu kembali adalah Agi. Takdir macam apa ini?
Aku terus-terusan membaca pesan dari Agi dari awal sampai sekarang.
Padahal kata-katanya cuma begitu saja. Tapi entah kenapa aku jadi sangat senang.
***
Jam 7.15.
Aku berlarian menuju kelas dan sialnya lagi, kenapa aku harus telat di pelajaran Bu Inez lagi? Masalahnya tidak mungkin Bu Inez belum datang. Jadi aku harus ikhlas dihukum lagi hari ini.
Aku langsung membuka pintu kelas dan sesuai dugaanku, Bu Inez sudah datang. Apa dia tidak bisa tidak tepat waktu masuk ke kelas?
Bu Inez menatapku tajam. Aku langsung masuk.
"Saya kesiangan, Bu."
"Saya nggak tanya kenapa kamu telat!!"
Aku langsung terdiam.
"Apa hukuman yang Ibu berikan padamu nggak bikin kamu kapok?!"
"Lumayan, Bu."
"Kamu nggak usah jawab Ibu!"
Aku terdiam.
"Seharusnya kamu itu tidur lebih cepat biar nggak kesiangan. Kalau kamu Ibu hukum kan Ibu juga yang repot."
"Kalau gitu Ibu nggak perlu hukum saya."
"Enak saja kamu! Kamu harus tetap dapat hukuman!"
Rasanya lebih baik aku diam saja.
"Kalau Ibu kasih kamu soal kayaknya percuma. Kamu pacarnya dia kan?" Bu Inez menunjuk Agi, "Dia pasti bakal bantuin kamu!"
Aku terbelalak. Bahkan Bu Inez sampai tahu berita itu?!
"Ibu tahu darimana?"
"Kamu nggak perlu tahu! Sekarang kamu letakkan tasmu di sini dan pergi ke lapangan! Hormat ke arah tiang bendera sampai bel pelajaran Ibu selesai!"
Dengan pasrah kuletakkan tasku di depan kelas. Aku dibawa ke depan tiang bendera dan hormat di sana.
"Sekarang kamu di sini sampai pelajaran Ibu selesai! Ibu nggak mau teman-temanmu jadi ketinggalan pelajaran karena kamu! Ibu tinggal kamu. Tapi kalau kamu sampe macem-macem, hukuman kamu Ibu tambah."
Apa dosaku telat lagi di pelajaran Bu Inez?
Matahari mulai menyilaukan mataku. Kenapa bel tidak bunyi-bunyi sih?
Untung saja Bu Inez cuma menghukumku sampai selesai pelajaran dia. Kalau sampai istirahat? Entahlah.
Bel berbunyi. Aku lega karena akhirnya aku selesai. Tanganku sudah kram karena hormat 80 menit!
Tidak lama Bu Inez datang.
"Jadikan ini pelajaran biar kamu nggak telat lagi!"
"Iya, Bu."
Aku pun menaiki tangga dan sampai di kelas. Anak-anak sedang ngobrol sedangkan Agi hanya diam sambil membaca buku.
To Be Continued~
Note: Akhirnya chapter 25 terbit juga. Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 26 ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATH
RomanceHanya sebuah kisah fiksi cinta SMA yang sederhana--menjurus mainstream.