#13 Saat Yang Tepat

343 26 3
                                    

Entah kenapa aku merasa yakin kalau Agi juga menyukaiku.

Aku akan bicara dengannya. Aku akan menyatakannya.

Aku meyakinkan hatiku. Aku memang tidak akan menyatakannya sekarang. Tapi dalam waktu dekat. Itu keputusanku.

Tahu-tahu kami sudah sampai di depan komplek.

"Makasih banyak ya?" Kataku sambil tersenyum. Aku pun turun dari motor.

"Maaf ya cuma bisa anter sampai sini."

"Nggak apa-apa. Supirku udah jemput di depan sini."

"Oke. Aku duluan." Agi pun menarik gas motornya dan menghilang di antara mobil-mobil.

Aku barusan diantar Agi? Sudah kena harapan palsu dua kali, barusan dia benar-benar mengantarku?

Aku pun berjalan menuju mobilku yang sedang parkir di pinggir jalan.

***

Di kamar, aku masih tidak percaya. Aku diantar Agi pulang? Kyaaa!! Kenapa aku jadi gila begini?

Kulihat kak Bayu mengintip dari celah pintu kamarku.

"Kak Bayuuu!!!" Marahku dan dia kabur. Dasar kakak kurang ajar! Mengganggu kebahagiaan orang saja. Kututup pintuku dengan rapat.

Apakah aku benar-benar akan menyatakannya? Benarkah kalau Agi juga punya perasaan yang sama denganku?

***

Sudah tiga hari sejak aku memutuskan akan menyatakannya pada Agi. Tapi aku harus memberitahu teman-temanku dulu.

Di kelas, Farah dan Maura sudah datang. Seperti biasa, Farah tidak melihatku. Entah karena dia tidak tahu atau dia memang musuhku.

Setelah Diyah dan Rahma datang, kuberitahu tentang keputusanku dan mereka bertiga terdiam.

"Kamu yakin?" Pertanyaan pertama kudapat dari Maura.

"Aku juga nggak tau. Entah kenapa aku yakin kalau... dia juga suka." Kataku malu.

"YEEEEE!!! SELAMAT BERJUANG SYIFA!! KAMI MENDUKUNGMU!!"

Aku melotot pada Diyah. Aku tidak membekap mulut Diyah karena kata-katanya masih ambigu.

"Ya ampun, Syifaaaa... Jarang banget cewek ambil langkah pertama loh."

Aku hanya tersenyum.

"Kapan kamu mau bilang?" Tanya Rahma bersemangat.

"Semoga minggu ini."

Kulihat Maura tidak sesemangat Diyah dan Rahma. Memang dia yang menyuruhku melupakan perasaanku pada Agi. Jadi dia serius ya?

"Kenapa Maura?" Akhirnya aku bertanya pada Maura.

"Eh, nggak papa kok. Semangat ya." Jawab Maura, tapi masih tidak bersemangat.

***

Istirahat

Aku jajan sendirian karena ketiga temanku belum mengerjakan PR. Sebaliknya dari kantin, seseorang mendatangiku. Ternyata Kak Septi.

"Kamu Syifa kan?"
"Iya."
"Nanti pulang sekolah kita KIR."
Hari ini ekskul?
"Iya, nanti saya ke sana."

Kak Septi pun pergi bersama temannya dan aku pergi ke kelas.

***

Sepulang sekolah, aku menuju ruang KIR. Di dalam sudah ada lebih banyak orang daripada yang sebelumnya dan salah satunya adalah Agi.

Oh iya, dia kan ketua ekskul.

Di sana juga ada Kak Yoga, orang yang tempo hari meminjam pulpenku. Kalau tidak salah namanya Kak Prian dan ada Kak Septi juga.

"Mulai minggu depan, kami kelas dua belas tidak mengikuti ekskul lagi. Kami harap kalian semua dapat meneruskan ekskul KIR ini dengan baik." Kak Yoga mulai bicara dan entah kenapa aku jadi sedih. Kelas dua belas tidak akan ekskul lagi. Aku baru saja masuk ekskul kembali.

"Baiklah, sekarang saya yang akan bicara." Agi sekarang mulai bicara. Aku tidak menyangka kalau aku akan mendengarnya menjelaskan sesuatu yang panjang. Maksudku, seperti menjelaskan panjang-lebar.

Agi meminta kami untuk membuat suatu karya ilmiah di mading sekolah. Misalnya cara melakukan sesuatu. Kami akan menulisnya di selembar HVS dan boleh dihias sesuai keinginan kita.

Dua jam kami membicarakan masalah di atas. Jam setengah tiga baru kita diizinkan pulang.

Aku pun segera pulang dan menunggu di gerbang. Pak Bagas belum datang.

Kulihat Agi yang sedang berjalan keluar. Aku ingin tahu kenapa dia duel basket dengan Kak Angga.

"Agi!" Dia menoleh.

Kenapa aku jadi diam? Aku harus menanyakannya!

"Aku mau tanya." Dia pun diam.

"Kenapa kamu duel basket sama Kak Angga?" Akhirnya aku menanyakannya, ekspresinya masih sama seperti sebelum aku menanyakannya.

"Itu urusan laki-laki. Kamu nggak perlu khawatir. Bukan masalah besar kok."

Aku harus tahu jawabannya sekarang.

"Itu bukan jawaban!"

"Itu adalah jawabanku! Kamu nggak perlu tahu!"

Ini pertama kalinya aku melihatnya menunjukkan sedikit kemarahannya.

Aku terdiam.

"Syifa... maaf, aku nggak bermaksud." Dia minta maaf?

"Eh, itu bukan salahmu kok. Aku aja yang terlalu kepo. It's fine kalau aku nggak boleh tahu." Aku membalik badanku kembali ke arah jalan raya.

Kulihat Agi melewatiku dan menuju gerbang.

"Tunggu, Agi!" Tahanku dan seketika itu juga dia berhenti.

"Aku ingin bicara denganmu. Tapi nggak sekarang. Bagaimana kalau besok? Sepulang sekolah?" Seketika itu juga aku memutuskan akan menyatakannya besok. Apa aku sudah gila?

Dia kelihatan memikirkan ajakanku.

"Kalau ingin bicara katakan saja sekarang."

Hah?!?! Sekarang??! Apa Agi sudah gila? Tidak, dia kan tidak tahu aku mau bicara apa.

"Se--sekarang?" Tanyaku panik.

"Iya, sekarang. Kenapa?"

Aku harus mengatakannya sekarang?

"Nggak bisa besok aja?"
"Kalau bisa sekarang kenapa nggak sekarang aja? Memangnya kamu ingin bicara apa?"

"A-aku..." Kataku gugup dan dia mendekat padaku.

OMG! Jangan dekat-dekat begitu!!
Aku harus mengatakannya???

"Agi... aku..." dan dia malah mendekatkan telinganya padaku.

Issshh!! Kalau dia terlalu dekat begitu, aku bakal semakin tidak karuan.

"Agi, aku suka." Aku mengatakannya!

"Hah? Aku nggak dengar."

"Aku suka Agi!" Aku benar-benar mengatakannya!!?

Kali ini ekspresinya benar-benar berubah.

To Be Continued~

Note: Akhirnya chapter 13 terbit juga. Yhaaaa, Syifa nembak Agi?!?! o_O Kok author ikutan shock? Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 13 ^^

BREATHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang