Aku mencoba untuk menyembunyikannya di dalam hatiku selamanya.
Tetapi mencintai sendirian itu terlalu menyakitkan.
Bermimpi, menginginkannya, menonton semuanya sendirian, itu terlalu sulit. (Accident by Davichi)"Jangan kayak begini di perpus!" Marahku, yang sebenarnya panik. Bahkan Bu Siti sampai melihatku dengan heran.
Agi terdiam.
"Itu menyinggungmu? Maaf."
Bukannya menyinggung! Tapi kenapa dia melakukannya padaku?!?
Aku yang terlalu malu untuk menjawab pun mengambil tasku dan kabur ke kelas.
***
Sesampainya di kelas, Diyah, Rahma, dan Maura sedang ngobrol.
"Kamu kenapa, Syif? Mukamu merah. Kamu sakit?" Maura mulai menanyaiku.
"Aku... aku suka sama Agi."
Mereka bertiga terdiam.
"Kamu serius? Kamu yang... gak pernah ngomong sama dia bisa.... suka?" Diyah bertanya dengan hati-hati.
"Aku--aku udah bisa ngomong dengannya. Dia.. benar-benar enak diajak ngomong."
Mereka terperangah.
"Syif, aku aja yang dua tahun sekelas jarang banget ngomong sama dia." Rahma mulai bersuara.
"Yang pasti aku tahu kalau dia bukan cowok dingin. Aku tahu dia sering membantuku meskipun aku nggak tahu apa itu. Meskipun kadang-kadang dia kejam, tapi dia masih menanyakan tujuanku saat pulang sekolah dan dia masih mengkhawatirkanku."
"Syifa, aku menyarankan kalau sebaiknya kamu lupakan saja perasaan itu. Agi cuma... merasa kasihan sama kamu." Ucap Maura dan aku terbelalak. Tetapi Diyah segera memukul lengannya. Tidak keras sih, tapi lumayan keras juga.
"Si Maura mah biarin aja, Syif. Aku sangat mendukung kamu sama Agi. Semangat ya!!" Kubekap mulut Diyah karena suaranya terlalu keras!
"Berisik Yah!" Kulepas bekapan ku.
"Maaf, refleks. Akhirnya temanku menemukan jodoh juga!" Pelan sih suaranya, tapi masih lumayan keras.
"Dia belum tentu jodohku."
"Pasti iya! Agi dan Syifa. Kyaa!" Diyah mulai menyebalkan dan... menjijikkan.
Aku cuma bisa menatap dan mendengar komentar dari mereka. Akhirnya aku memberitahu mereka juga.
***
Istirahat.
Sebaliknya dari kantin bersama Diyah, Rahma, dan Maura.
"Syifa! Agi tuh! Lagi sama Kak Angga." Aku langsung menoleh ke arah lapangan. Sebenarnya lebih tepatnya ke arah tengah lapangan. Mereka mau apa di tengah lapangan?? Dan kenapa ada Kak Angga?!?!
Aku tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan karena aku ada jauh di pinggir lapangan.
"Kak Angga mau nantang Agi masa'??" Rahma mulai mengambil kesimpulan yang tidak-tidak.
"Rahma! Apa jadinya kalau Agi berantem di tengah lapangan?!" Marahku dan aku panik.
Tiba-tiba Kak Angga melempar bola basket ke arah Agi dan Agi menangkapnya.
Jangan bilang kalau mereka mau main basket? Tapi kalau cuma main, kenapa orang-orang jadi berkumpul di pinggir lapangan?
Menurutku ini bukan 'permainan biasa'.
"Eh, itu Angga sama Agi ngapain?" Orang di sebelahku mulai bertanya pada temannya.
"Gue denger mereka mau duel."
Apa?!?! Mau duel??!! Mereka bicara apa??
"Dih, kenapa mau duel? Emang Agi salah apa?"
Aku juga penasaran.
"Masalah Yoga."
Jeder! Hatiku langsung risih begitu mendengar nama kak Yoga.
"Emang Yoga kenapa?"
"Nggak tahu. Kalau lu penasaran, tanya aja tuh sama yang lagi di lapangan."Agi membuka kemeja sekolahnya dan dia sudah memakai dalaman baju olahraga.
Ganteng banget sih.
Sadar, Syifa!! Aku menampar diriku sendiri. Ini bukan saatnya bilang dia ganteng!
"Diyah, kita ke kelas aja." Ajakku dan Diyah tidak bergeming.
Huh! Kenapa semuanya jadi pada serius begitu sih?!
Kulihat Agi menoleh ke arahku? Benarkah? Atau dia menoleh ke orang lain?
Dia tersenyum. OMG!
Aku menunjuk diriku sendiri untuk memastikan kalau dia memang tersenyum padaku dan dia mengangguk. Kulihat mulutnya bergerak mengatakan sesuatu,
"Aku pasti menang."
Agi segera menoleh ka arah Kak Angga.Jangan bersikap seperti itu Agi! Kamu membuatku semakin berharap!
Aku meninggalkan Diyah, Rahma, dan Maura dan pergi ke kelas.
***
Pulang sekolah, Diyah yang menonton pertandingan istirahat tadi mengatakan hal yang mengejutkan.
"Agi menang, Syif. Selamat ya."
Dia benar-benar menang?
"Kenapa kasih selamatnya ke aku? Ke Agi aja tuh."
Aku segera meninggalkan Diyah yang masih membereskan buku-bukunya.
Trrr... Trrr...
Kubuka handphoneku, SMS dari mama.
Pak Bagas jemput di depan komplek. Jadi kamu naik angkot saja.Kenapa Pak Bagas cuma jemput di depan komplek sih? Huh!
Aku pun segera pergi ke halte.
Selagi menunggu angkot, aku memainkan handphoneku. Sedang asyik-asyiknya bermain, sebuah motor berhenti di depanku. Itu motornya Agi. Dia membuka kaca helmnya.
"Mau pulang?" Tanyanya to the point.
"Iyalah. Masa' mau nginep?"Kali ini aku sama sekali tidak mengharapkan dia akan mengantarku karena aku sudah kena harapan palsu dua kali.
"Kamu ikut aku aja."
Aku tidak salah dengar? Dia-akan-mengantarku?!
"Nggak usah." Tolakku walau sebenarnya aku sangat ingin.
"Yakin? Kalau emang nggak mau, aku duluan."
Aku berpikir untuk yang kedua kalinya. Kapan lagi aku bisa diantar Agi? Mungkin hari ini dia lagi kesambet, makanya dia mau mengantarku.
"Ya sudah." Dengan hati-hati aku naik ke motornya. Motor mulai melaju pelan.
Kenapa aku jadi deg-degan begini?
Kutatap punggungnya dari belakang. Agi yang kusukai mengantarku pulang? Ini bukan mimpi kan?
Entah kenapa aku merasa yakin kalau Agi juga menyukaiku.
Aku akan bicara dengannya. Aku akan menyatakannya.
To Be Continued~
Note: Akhirnya chapter 12 terbit juga. Akhirnya Agi mau nganterin pulang Syifa. Vote dan komentar kalian akan sangat kuhargai untuk membangun cerita ini agar menjadi lebih baik. Sampai jumpa di chapter 13 ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATH
RomanceHanya sebuah kisah fiksi cinta SMA yang sederhana--menjurus mainstream.