Jam 9 malam Denis tiba di rumah dengan wajah dongkol nan kesal. Keinginan untuk segera menemui kedua orang tuanya membuat sesak tak tertahan di hati Denis.
"Assalamualaikum yah bun" sambil melempar ke sembarang tempat tas kerjanya. Orang tuanya sedang asyik menonton TV di ruang keluarga.
"Eh dah pulang den" jawab Ayahnya yang hanya meliriknya sedikit lalu kembali menonton TV, tanpa menjawab salamnya.
"Yah bun Denis mau ngomong" dada Denis naik turun berusaha sekuat tenaga mengendalikan emosinya. Nafasnya dia atur berulang kali sembari terus mengingatkan dirinya agar jangan dia berteriak-teriak kalap lagi pada kedua orang tuanya, seperti yang dia lakukan lalu-lalu sebelum mengenal agama dengan baik.
Denis lalu mengambil posisi duduk tepat di sebelah bundanya dan mulai berbicara dengan nada berat.
"Ayah Bunda, maksudnya apa Sekar datang ke kantor Denis kemudian seenaknya ngajak nikah? bukankah harusnya tunangan dulu?" tarikan nafas di atur lebih baik lagi, sesak sekali dadanya menahan kedongkolan.
"Ingat Denis jangan berteriak-teriak" ingatnya membatin
"Itu sih Sekar yang minta Denis" ayahnya hanya menjawab secukupnya
"Tapi yah... inikan harus di bicarakan dulu bersamaku, jangan seenakanya begitu dong" suaranya sudah sedikit melambung, kekesalannya mulai tampak. Jawaban sekedar dari ayahnya seakan menganggap ini masalah yang sepele memancing keluar amarah itu.
"Begini Denis, 2 hari yang lalu itu Sekar datang , duh dia cantik sekali dan kamu tau penampilannya semakin sopan tidak seperti dulu lagi, bunda tambah suka deh sama dia, hehehe." Bundanya berhenti menjawab karena senyum-senyum kegirangan, lalu menjutkan lagi "nah dia datang dan bilang dia tidak mau tunangan dia maunya langsung menikah, juga dia sudah membicarakan dengan dengan keluarga besarnya dan mereka setuju. Yah Bunda sama Ayah langsung setuju dong, kami senang malah. Iya kan yah" Bundanya menjelaskan dengan lembut kemudian mengedipkan mata minta persetujuan sang Ayah lalu di balas dengan anggukan mantap bahagia.
Tapi itu tidak berlaku bagi Denis
"AKU NGGAK SETUJU" nada bicaranya sudah meninggi
"Maksud kamu?" Ayahnya refleks berbalik wajah dari TV melihat Denis dengan tatapan mengerikan, tatapan yang selama ini Denis benci.
"Pokoknya aku nggak setuju! Kalian tidak harus selamanya mengatur hidupku. Ini pilihan hidupku ayah, bunda... aku yang nanti akan menjalani semuanya bukan kalian. Oke, oke Aku akan menikah tapi bukan dengan perempuan itu" persetan dengan Birrul Walidaiyn yang selama ini dia pelajari suaranya sudah meninggi, kalap. dia sudah benar-benar tidak tahan dengan perlakuan orang tuannya yang semena-mena.
Ayahnya sudah terlihat sangat geram dan tentu saja bundanya sangat kaget dengan penghujung perkataan Denis 'perempuan itu'
"DENIS!" Kali ini bunda" maksud kamu apa mengatakan Sekar seperti itu hah?"
"Bunda dia itu bukan perempuan baik-baik" Denis mencoba membela diri dengan sedikit menurunkan suaranya berharap orang tuanya mau mengerti.
"MAKSUD KAMU APA BICARA SEPERTI ITU?" atmosfir kemarahan Denis sudah merambat ke sang Ayah, sebentar lagi mungkin posisi Denis akan anfal.
"Iya! dia itu bukan perempuan baik-baik seperti yang kalian pikirkan selama ini. dia itu, dia itu PEL*CUR"
PLAKK!
Satu tamparan dari Bunda yang posisinya berada tepat di samping Denis
"BERANI-BERANINYA KAMU BIACARA SEPERTI ITU KEPADA SEKAR! SEKARANG JUGA KAMU KELUAR DARI RUMAH INI" Ayah sudah tidak tahan melihat Denis dan mengusirnya. Anak kurang ajar!
TBC
hufffttt sebenarnya aku yang tahan nafas nulis part ini.
Dan pastinya ekspresiku ........... HAHAHAHAHASelamat membaca semoga bermanfaat.
Eh tapi si Denis jangan di contoh yah. Kita harus tetap Birrul Walidayn (berbakti kepada kedua orang tua). Maaf juga jika ada typo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
Spiritual"apa? Menikah?" "kamu sudah gila?" teriak Denis frustasi "kamu kira aku juga mau menikah dengan mu? Ha?" "lebih baik aku benar-benar gila" balas sekar membara # Menerima mu kembali adalah aib bagi ku. Tapi melepas mu, seperti melepas separuh jiwaku...