Kadang raga kalah akan rasa memaksa menuruti kata tanpa lisan, hati. Saat itu rindu ikut menyemai membungkus jiwa, hingga logikapun lumpuh.
Tapi bagaimana jika di tuntut fitrah? Halal lah menjadi jawaban.
Dia milik ku
***Reina terbangun di saat gelap membungkus sunyi, kepalanya terasa berat pandanganya kurang jelas.
Suara parunya memanggil-manggil ummi, abah dan adiknya tapi tidak ada jawaban. sesak terasa menyadari tubuhnya tidak bisa bergerak, dia bingung dan bertanya-tanya apa yang harus dia lakukan. Reina ingin minum, tenggorokannya terasa kering, dia lalu mengumpulkan sisa-sisa kekuatannya pada lengan kanan agar bisa meraih gelas di meja samping tempat tidur.Susah. Keluhnya di hati
Reina terus berusaha, air matanya menetes tapi terus beristigfar sambil memaksa juluran lengannya pada gelas.
Pankk!!!
Gelas terjatuh.
Terdengar suara kaki berlari menuju kamarnya.
"Astagfirullah nduk kamu nda ppa?",
Umminya langsung menyambar reina dengan wajah panik.
" minum" ucap reina tertahan
"Baik tunggu ummi ambilkan, kamu jangan gerak ya nak"
Apa yang terjadi pada reina, dia pun tak mengerti, yang dia tau hanya hatinya yang sakit, tapi entah kenapa seluruh tubuh ikut merespon seakan protes terhadap hati yang luka.
"Ayo nduk minum dulu"
Umminya kembali dengan segelas air kemudian membantu reina untuk meminumnya. Rasa sakit bercampu iba menusuk di hati sang ummi tak kuasa melihat putri kesayangan terbujur tak berdaya. Jeritan batin meraung tapi bibir terkunci. Apa daya dan kekuatan beliau hanyalah seorang hamba yang taat akan kehendak Tuhan. Ingin hati meraipkan semua kesedihan sang buahati apadaya diri tak mampu.tinggal doalah satu-satunya senjata. Semoga Sang Pemilik kekuasan segerakan kebahagiaan.
Umminya menatap sendu putri tercinta dengan deraian air mata."Sabar ya nduk , insya Allah ada hikma di balik semua ujian ini, kamu harus bisa terima kenyataan nak. Jangan melawan takdir Allah, karna kau tak mampu nak" ucap sang ummi lirih sambil memeluk si putri yang semakin tersedu dalam kaku.
***
Affand mengangkat tubuh sang kakak ke atas kursi roda lalu mengiringnya dengan lembut menuju ruang keluarga, suasana pagi di rumah sederhana ini adalah suasana paling indah dan menyenagkan, di mana mereka semua berkumpul menikmati teh pagi sebelum kembali sibuk dengan aktifitas masing-masing. Di rumah ini tidak seperti rumah-rumah lain yang menyediakan sarapan dengan aneka hidangan, di sini sudah menjadi kebiasaan pagi adalah jadwal minum teh dan menyantap kue pukkis buatan ummi.
"Reina, sampai kapan kamu mau begini nduk?" abah membuka percakapan saat beberapa menit hanya ada bunyi gelas.
Reina hanya terdiam.
"Nduk, abah mu bertanya nak" ummi menyambung
Reina tetap diam.
Reina juga tidak ingin seperti ini, badan hanya tinggal tulang berbungkus kulit, wajah pucat, tubuh kaku. Sungguh dia membenci keadaannya. Tapi harus bagaimana lagi, hatinya tak mau mengalah, perasaan lukanya seakan menghasut seluruh anggota tubunya untuk ikut merasakan sakit. Sekarang Dia hanya bisa ikhlas dan sabar.
Cinta, iyah dia jatuh cinta, jatuh cinta pada orang yang salah. Reina menyadari itu, sangat sadar. Namun perasaan itu tidak bisa lenyap seperti yang di inginkan orang-orang. Perasaan itu masih utuh, sama seperti dulu, masih berharapa pada yang sama, denis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrah Cinta
Spiritual"apa? Menikah?" "kamu sudah gila?" teriak Denis frustasi "kamu kira aku juga mau menikah dengan mu? Ha?" "lebih baik aku benar-benar gila" balas sekar membara # Menerima mu kembali adalah aib bagi ku. Tapi melepas mu, seperti melepas separuh jiwaku...