Part 10

2.8K 187 0
                                    

Rooftop,

Sekarang didepan gue ada rival, Raffin maksud gue. Dia lagi natap gue sambil senyum dengan senyum andalannya. Terlihat ramah dan tampan. Gue aja kurang bisa menerima takdir, kalau Raffin jadi rival gue dalam dunia akademik. Ternyata dia anak yang pinter, dan musti gue kalahin. Padahal, gue penginnya bisa berteman baik sama dia tanpa ada lubang sekecil apapun.

"Hmm, raf? Gue mau tanya beberapa hal ke lo, boleh kan?" Ucap gue dengan nada ramah yang biasa gue lontarkan ke semua orang.

"Tanya aja, gue bakal jawab pertanyaan lo," jawab Raffin santai.

"Hmm, tentang Reffin. Gue mau tau tentang kehidupan dia," mata gue melirik kesana-kemari untuk jauhin tatapan Raffin. Rada canggung.

"Ohh.. ngga masalah. Gue harus mulai dari mana dulu?"

"Tentang penyakit yang dia alami,"

Senyuman Raffin tiba-tiba hilang, dan digantikan oleh ekspresi datarnya. Jarang-jarang gue liat ekspresi dia yang kaya gini. Ada apa memangnya?

"Lo tau sendiri kan, kalo Reffin punya penyakit leukimia. Tentunya dia harus hati-hati untuk jaga pola hidup. Dan itu ngga gampang, banyak pantangan yang harus dihadapi. Penyakit yang dialami Reffin memang belum parah, tapi tetep aja.. gue.."

Raffin berhenti bicara. Mungkin dia ngga sanggup untuk ngelanjutin kalimatnya. Itu menyakitkan bagi Raffin yang mempunyai saudara kembar dengan penyakit yang diderita cukup membuat kehidupan Reffin tidak normal seperti orang-orang kebanyakan.

"Oke, gue ngerti. Lo cukup jelasin sampai situ aja. Gue ngga mau liat lo sedih banget kaya gini. Buat gue ngerasa bersalah, dan gue berusaha untuk baik-baik sama Reffin," ucap gue sambil nepuk pundak Raffin yang kepalannya lagi nunduk.

"Gue boleh tanya satu hal lagi?" Tanya gue dengan nada lirih, tentunya yang masih bisa didengar sama si Raffin. Karena gue ngucapin pertanyaan itu dengan hati-hati.

Raffin natap gue dan masih dengan ekspresi wajahnya yang datar. Dia anggukin kepala.

"Waktu kelas sepuluh, dia itu sekelas sama gue, dikelas mipa. Tapi kenapa sekarang di kelas sebelas, dia ada di kelas ips?"

"Lo bisa tanya banyak hal ke orangnya sendir rin, gue balik dulu,"

Anjir. Dia ninggalin gue. Dia jalan menuju pintu keluar, dan siap untuk ninggalin gue sendirian di atas gedung sekolah.

"Oiya, jangan kaget kalo gue bakal buat lo dapetin ranking kedua. Karna gue akan selalu jadi yang pertama,"

Raffin ngelanjutin jalannya.

Songong.

Elah, tuh anak udah mulai ngeluarin sifat buruknya. Sesempurna-sempurnya orang, pasti ada sisi buruknya. Dan hari ini gue udah liat sisi buruk Raffin. Songong, kadang dia cuek dan jutek.

Ngga beda jauh sama Reffin. Maklum, anak kembar. Selain wajahnya yang mirip, sifat juga mirip.

Liat aja, ntar bukan gue yang dapet ranking dua. TAPI LO!!

➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖➖

Sepulang sekolah, gue pengin banget mampir ke ruang seni musik untuk main piano disana. Dan apa salahnya kalo gue kesana? Toh ngga ada yang ngelarang gue.

Karena udah waktunya siswa untuk pulang, gue bisa mampir ruang seni musik bentar.

Dari kelas, gue jalan menuju ruang seni musik sambil jalan santai dengan raut wajah gue yang ramah. Dan sesekali senyum ke orang yang gue kenal maupun engga. Terkadang gue juga nyapa ke temen yang gue tau namanya.

Setelah beberapa menit jalan, akhirnya gue sampai diruang  seni musik. Gue masuk ruangan luas ini setelah buka pintunya. Disini gue bisa liat piano yang terpajang rapih dengan debu diatasnya.

Gue naruh tas biru gue di asal tempat. Gue ngambil kain yang tergeletak dideket jendela untuk bersihin debu yang nempel di piano.

Setelah selesai bersihin piano, gue duduk di kursi, dan siap untuk menekan tuts yang ada di hadapan gue sekarang ini.

Suara piano terdengar. Cukup membuat suasana hening disekolah, jadi terasa nyaman.

Ya, semua siswa memang udah pulang. Kecuali mereka yang masih pengin ada disekolah kaya gue ini. Biasanya setiap hari ada jadwal ekstrakulikuler, tapi ekstrakulikuler dimulai minggu depan. Jadi, untuk sore ini, sekolah udah sepi.

Gue masih menekan tuts sambil nyanyi-nyanyi. Dari lagu ke lagu. Kebiasaan, saat gue lagi main piano, pasti tanpa sadar bibir gue suka senyum sendiri. Semoga ini bukan gejala gila ato semacamnya. Gue cuma seneng aja denger suara piano.

CEKLEK

Gue berhenti main piano setelah denger pintu yang ke buka. Ada seseorang datang, dan dia adalah Reffin.

Tbc
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰

VOTE VOTE VOTE

[2] We And MusicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang