Author pov
6 tahun kemudian...
Malam yang indah dan menyenangkan bagi sejumlah ratusan orang yang sedang berpesta di sebuah lapangan sekolah. Para alumni mengadakan acara Prom Night yang sangat meriah dengan diikuti oleh alumni satu angkatan. Semua yang hadir selalu memperlihatkan senyumannya masing-masing, mengingat malam ini sungguh indah dengan bertemu teman-teman lama mereka.
Ada yang membawa pasangan dan ada yang tidak. Para alumni yang datang ada juga yang masih memakai pakaian kerja mereka, memperlihatkan status dari orang tersebut. Tapi tidak dengan Raffin, ia rapih dengan jas yang dikenakannya, hari ini ia meninggalkan waktu bekerjanya untuk menghadiri acara lanka itu untuk sekedar bertemu teman lama dan menghibur diri.
Hidangan tentu sudah disiapkan dengan sebaik mungkin, pengisi acara juga akan tampil pada waktu yang sudah ditentukan, dan tempat duduk sudah ditata rapih oleh para admin yang mengadakan acara Prom Night dalam rangka reunian.
"Waahh!! Kayanya udah kumpul nih, mengingat waktu yang semakin malam, kita mulai aja acara ini. Gue, Jenif, sebagai MC akan membacakan tata urutan acara. Yang pertama penampilan dari tamu special kita, yang kedua makan-makan, dan yang terakhir pesta kembang api. Acara yang singkat memang, tapi acara ini pasti bakal asik banget deh," ucap Jenif dengan nada bicaranya yang khas dan senyumannya yang membuat dirinya terlihat cantik, ditambah lagi dengan gaun putih yang membalut indah di tubuh rampingnya.
Raffin tersenyum mengingat perempuan yang berada di atas panggung tersebut adalah mantan pacarnya yang tidak pernah ia cintai, juga terpaksa untuk ia pacari. Konyol memang, tapi itulah pengalaman masa SMA-nya yang terlihat sedikit buruk. Diam-diam Raffin mencari sosok perempuan yang sudah enam tahun terakhir tidak ia ketahui keberadaan dan keadaannya. Perempuan yang sudah membuat Raffin jatuh cinta, siapa lagi kalau bukan Irene. Perempuan cantik dengan jari-jemarinya yang pandai bermain piano dan yang pernah menciumnya saat mereka berada di Paris.
"Oke, untuk yang pertama, kita akan dengerin musik indah dari seorang musisi yang langsung datang dari luar negeri, untuk kalian yang mau nonton dan dengerin, siap-siap kagum deh pokoknya," Jenif tertawa kecil melihat para temannya yang terlihat sangat penasaran dengan orang yang disebut olehnya.
"Ini dia... IRENE AND JOHNNY!!" teriak Jenif disusul suara tepuk tangan dari para alumni yang hadir dan siap melihat pertunjukan dari temannya yang sewaktu itu menghilang tiba-tiba tanpa kabar apapun.
Raffin berdiri mematung melihat Irene yang berjalan dengan anggungnya menggunakan gaun putih panjang hingga menutupi kaki jenjangnya dengan lengan mulusnya yang terbuka hingga pundak. Di belakang Irene ada seorang laki-laki yang asing bagi penglihatan Raffin, yang jelas dia bukan orang Indonesia, wajahnya terlihat jelas bahwa dia berasal dari luar negeri. Sepintas, Raffin berfikir bahwa lelaki tersebut mungkin adalah kekasih Irene. Tetapi, dengan cepat, Raffin menghilangkan pikiran tersebut. Ia masih mencintai perempuan yang hobi bermain piano itu.
Sebuah alunan musik piano yang dimainkan oleh Irene membuat para alumni yang hadir kagum dan sesekali merasakan isi yang terkandung dalam lagu tersebut. Kesedihan, kesepian, kekelaman, dan keputusasaan. Irene membawakan lagu yang membawa dirinya pergi ke Paris bersama temannya. Lagu ciptaan Mahler Shympony nomor 9. Tidak hanya suara piano yang terdengar, suara merdu dari sebuah biola yang dimainkan oleh laki-laki bule itu ikut terdengar hingga kedalam hati dan tulang para pendengar.
Suasana yang begitu indah dan pemainnya membawa para pendengar untuk ikut bersama kembali ke masa lalu sang pemain piano yang menyedihkan.
"Gimana? Lo seneng kan bisa liat Irene lagi?" Raffin terkejut mendengar seseorang yang bertanya tiba-tiba sudah berada disampingnya persis. Ia adalah Jenif.
"Jenif? Apa lo yang undang dia ke sini?"
"Gue tanya ke lo, ko lo balik tanya,"
Raffin mendengus kesal.
"Hahahaha.. iya Raff, gue yang undang dia. Jadi gimana? Lo seneng kan? Lo bisa bilang terima kasih sekarang Raff, ngga usah malu-malu,"
Raffin tertawa kecil mendengar perkataan Jenif yang menurutnya konyol itu.
"Iya gue bahagia banget bisa ketemu dia lagi, makasih banyak jen," Raffin menunjukan senyumannya.
"Gue balik dulu ya, bye.." Jenif berjalan pergi meninggalkan Raffin sendirian yang sedang berdiri tepat didepan meja yang diatasnya terdapat banyak makanan dan minuman. Meja tersebut terbalut kain putih dengan hiasan vas bunga yang berisikan beberapa bunga yang cantik. Terlihat elegan dan sempurna.
Raffin ikut melambaikan tangannya kepada Jenif.
Tepat mereka selesai bicara, musik yang dibawa oleh dua orang yang berada dipanggung tersebut juga sudah selesai memainkan musiknya. Keduanya turun dari panggung setelah dengan kompak memberi hormat dengan membungkukan badannya empat puluh lima derajat.
Suasana kembali ramai seusai penampilan Irene dan Johnny selesai. Jenif sebagai MC, dengan cepat kembali ke panggung dan mengatakan acara berikutnya.
"Wah, musik yang luar biasa kan? Dan yang mau tanya-tanya atau mgobrol-ngobrol sama Irene juga Johnny, silahkan aja. Dan untuk acara selanjutnya, yuk yang pada laper, disana udah ada beberapa meja yang diatasnya ada banyak macam makanan. Waktunya makan!!"
Raffin sedikit melamun, otaknya memikirkan Irene dan matanya memandang gelas yang dipegangnya dengan pandangan kosong. Dengan segera ia menyadarkan dirinya sediri, tidak mau kembali ke masa lalunya yang buruk itu.
Teman-teman Raffin terlihat sedang memilih-milih makanan yang sekiranya cocok dengan seleranya masing-masing. Raffin tidak ingin makan. Ia hanya mengambil minuman, itupun bukan karena ia sedang haus, melainkan ia sedang menghormati acara. Ia sedang tidak nafsu.
"Hai, Raff?" suara lembut Irene mengejutkan Raffin yang sedang minum, ia tersedak dibuatnya. Dan akhirnya Raffin terbatuk-batuk tanpa henti, ia berusaha menghentikan batuknya dan beberapa detik kemudian batuknya reda.
"Sorry rin," Raffin memasang wajah malunya. Irene dan Johnny tertawa melihat tingkah Raffin yang lucu. Tidak biasanya Raffin bersikap konyol seperti itu, Raffin adalah tipe orang yang tenang.
Ada sesuatu yang menonjol di penglihatan Raffin, ia mengerutkan dahinya ketika melihat tangan Irene bergandengan dengan tangan laki-laki putih dan tinggi yang bernama Johnny itu. Merasa dilihati, dengan cepat Irene melepaskan gandengan tangannya. Raffin semakin curiga, apa benar kalau Johnny adalah kekasih Irene? Mungkin iya.
TBC
〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰〰Di atas ada mulmednya Irene dan Raffin.
jangan lupa vote plus comment hehe..
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] We And Music
Teen FictionBaginya piano adalah temannya. Bahkan dari piano ia bertemu lelaki yang ia cintai.