Sore ini, keluarga gaje yang menjadi tunawisma mendadak melakukan aktivitas didalam gua. Hidan yang bau badannya udah harum mewangi sampai ke Kumogakure langsung nyebur ke dalam sumur sedalam 10.700 km dari permukaan laut.
"Ibu, kak Hidan masuk sumur" lapor Dei. Konan yang lagi nyuci pun menengok, kemudian kembali fokus pada cucian yang numpuk setinggi gunung Everest.
"Biarin aja" katanya cuek. Dei pun ikut cuek dan malah nutup sumurnya pake semen (?).
Si kepala keluarga bermuka absurd a.k.a Pein terlihat sedang melukis di dinding gua, membuat anggota keluarga lainnya berfikir apakah ini masih jaman prasejarah atau apaan. Pas diliat hasil gambarannya adalah stickman biasa.
"Ayah, itu apa?" tanya Zetsu sambil berusaha menerka-nerka gambaran Pein.
"Oh, ini kamu" kata Pein dengan enteng. Zetsu kebingungan sendiri.
"Buset!" teriak Itachi dari belakang punggung Pein. Pein dan yang lainnya pun berbalik dan mendapati Tobi yang baru selesai ngelukis Monalisa di dinding dan lukisannya sebagus milik Leonardo da Vinci.
"Buset, ini balita apa seniman?" komentar Kisame. Semua menatap lukisan itu dengan kagum.
"Berbi kali" ujar Sasori asal ngomong.
"Lempung kali" Dei ikut-ikutan asbut (asal nyebut).
"Eh, kakak Kakuzu mana?" tanya Zetsu. Semua saling tengok.
"Palingan malak di dugem atau di pasar gelap" komentar Konan.
Tobi yang udah bosen ngelukis pun berpindah tempat. Kali ini dia duduk di depan piano yang entah dari mana dan sejak kapan ada disana. Dia pun menekan tuts piano, dan ternyata, oh ternyata, dia memainkan Fur Elise dengan kecepatan Presto.
"Gila ni anak" ujar Pein terbengong (?) melihat anak bungsunya yang baru satu tahun ini.
"Temponya berapa nih?" tanya Dei.
"Ini sebuah seni" ucap Konan.
"Bukan bu, seni adalah ledakan. Katsu!!" Dei menimpali sambil mengeluarkan salah satu lempungnya dan DUAR!! Meledaklah sang lempung wathir.
"Belajar dari mana lu Dei?" tanya Kisame.
"Gak tau, tiba-tiba kepikiran taunya meledak" kata Dei seenak jidat.
JDER!!!
Terdengar suara ledakan dari arah sumur. Semua menengok. Tampak sosok Hidan yang mukanya udah belepotan sama debu, dan keliatannya dia marah.
"DEIDARAAAA!!!" teriaknya.
"Apa kak?" tanya Dei watados. Hidan mendekati Dei sambil membawa sambit yang udah digedein pake senter pembesar Doraemon. Sayangnya sambit itu malah mengenai kepala Hidan.
"Hidan, muka lu penuh debu kayak Cinderella. Mau dipanggil Cinderhidan gak?" tanya Zetsu.
"Kenapa jadi CInderhidan?" tanya Pein heran.
"Kan cinder itu bahasa Inggrisnya debu" jelas Zetsu.
"Cinder mah abu kali! Wah, bahasa Inggrisnya ngaco" komentar Kisame.
"Emang lu bisa bahasa Inggris?" tanya Itachi menantang.
"Bisa kok, kak!" bela Kisame. Sebuah seringai nempel di muka Itachi pake lem super glue.
"Coba bahasa Inggris-in 'Kuring tukang karung, lamun karung kuring kurang, tarang kuring kerang kerung'!" tantang Itachi-niichan. Kisame terlihat gugup. "Yaudah kalo gitu yang lebih gampang" Kisame menelan ludah, bersiap mendengar tantangan dari 'My Lovely Brother'-nya pak Wawas- /plak/ -tantangan dari 'My Lovely Brother yang kakek-kakek awet muda' //plak-plak//
KAMU SEDANG MEMBACA
Akatsuki Family [DISCONTINUED]
أدب الهواة[DISCONTINUED] (read below) Bagaimana jika Akatsuki berkeluarga? Dapat kah Konan dan Pein mengurus anak-anak Akatsuki yang nakal dan tidak bisa diam? Apakah Itachi akan menikah dan memberikan cucu pada orangtuanya? Cekidot! Warning : Gaje, garing, O...