Matahari masih bersinar cukup cerah dengan langit yang masih berwarna biru menenangkan, namun sekarang mulai terlihat adanya awan-awan putih di atas sana seolah menemani matahari yang sedari tadi sendirian. Masih dengan hembusan angin yang cukup dingin, Mijoo dan Sehun masih terus berjalan menyusuri satu jalan cukup besar yang akan membawa mereka pada tujuan.
Dalam keheningan Mijoo dan Sehun terus saja berjalan beriringan, tidak ada yang mencoba untuk membuat suasana di antara mereka sedikit mencair atau apalah itu. Mijoo merasa canggung sekali dengan keadaan ini begitupun dengan Sehun, lidahnya seolah kelu jika lawan bicaranya adalah Mijoo, sedangkan di antara teman-teman satu kumpulannya Sehun menjadi salah satu yang paling berisik.
Kini Mijoo dan Sehun sudah memasuki salah satu tempat makan sederhana namun terlihat sekali kenyamanan didalam sana. Jajaran bangku-bangku beserta meja yang terbuat dari kayu bewarna pucat sudah tertata rapi, tak lupa ada beberapa tanaman sebagai hiasan dan jendela berkaca lebar di samping pintu utama. Di sini terjual begitu banyak jajanan yang biasa ditemukan, seperti kue beras pedas, mie saus kacang, hingga ramen dengan modifikasi khas dari tempat ini. Sebenarnya tempat ini adalah tempat favorit dari Mijoo dan juga Jiae, walau Jiae jarang sekali kemari mengingat jarak dari rumahnya ketempat ini yang cukup jauh.
Mijoo dan Sehun sudah duduk di salah satu bangku, dengan buku menu yang sedang mereka baca dengan serius seolah buku hafalan sekolah mereka. Hingga akhirnya sang pelayan menyadarkan mereka dan membuat mereka dengan segera menyebutkan pesanan.
Tak butuh waktu lama hingga pesanan yang mereka pesan sampai di hadapan, membuat selera makan mereka tiba-tiba semakin meningkat. Sehun maupun Mijoo menyantap pesanan mereka dalam diam, itulah yang sedari tadi terjadi pada mereka.
"Mood-mu sudah kembali Sehun?" Mijoo menatap Sehun yang kini masih sibuk dengan makanannya, setelah sebelumnya dia menyedot sedikit milkshake cokelat kesukaannya.
Sehun mengangkat kepalanya dan menelan sisa makanan yang tadi sempat ia kunyah masuk ke perutnya, meminum dengan cepat milktea-nya lalu menatap Mijoo dan tersenyum lebar seperti anak kecil yang baru saja dikabulkan permintaanya, hingga membuat Mijoo memutar matanya jengah.
Mijoo menatap kearah jendela yang berada di belakang Sehun, Mijoo merasa keadaan di luar sana sudah mulai tidak secerah seperti awal ia memasuki tempat makan ini bersama Sehun.
"Sehun, kurasa hari ini akan hujan, cepat habiskan makananmu."
"Benarkah? Bukankah tadi matahari masih bersinar terang?" Sehun mengikuti arah pandang Mijoo saat ini.
Sehun akhirnya meminum sisa milktea-nya hingga habis tak bersisa, lalu beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju tempat pembayaran. Mijoo yang melihat itu sontak ikut melangkahkan kakinya mengikuti Sehun, bukankah seharusnya Mijoo yang membayar?
"Sehun, bukankah aku yang seharusnya membayar?" Mijoo menarik ujung jaket Sehun.
Sehun tak menggubris sedikit pun perkataan Mijoo, ia masih sibuk berurusan dengan kasir tempat makan itu dan mengeluarkan uang dari dompetnya. Satu hal yang ada dipikiran Sehun, bukankah ini bisa jadi alasan bagi Sehun untuk mengajak Mijoo makan bersama kembali? Cerdik memang.
Mijoo menyerah dengan aksinya mencoba menghentikan Sehun hingga kini ia hanya diam di samping Sehun yang sedang membayar makanan mereka. Sebenarnya Mijoo merasa tidak enak Sehun terus mengeluarkan uang untuk dirinya, bukankah dia juga masih pelajar?
"Ayo, kau tidak ingin kehujanan bukan?"
Sehun menarik pergelangan tangan Mijoo dan membawanya keluar dari tempat makan itu, kembali menyusuri jalan yang tadi mereka lewati lalu mereka akan sampai pada taman tadi siang dan mengambil sepedah Mijoo yang sengaja mereka tinggal di tempat parkir sepedah yang tersedia di sana. Mana mungkinkan jika Mijoo harus bersepedah sendirian dan Sehun berlari mengejarnya? Mijoo tidak setega itu.
Belum seberapa jauh mereka keluar dari tempat makan tadi, namun kini hujan sudah terlanjur turun cukup deras, bahkan langit sudah gelap menghitam. Hujan ini sontak membuat Mijoo dan Sehun berlarian mencari tempat untuk berteduh. Tangan Sehun tak lepas dari pergelangan tangan Mijoo, seolah mengajak untuk tidak berada jauh-jauh dari si pemiliknya.
Kini Sehun dan Mijoo sudah berdiri di depan toko yang entah toko apa itu, saat mereka sampai di sana, toko itu sudah tutup dan sudah sangat sepi. Mereka berteduh tepat di depan pintu utama toko, walau sepatu dan sebagian kaki mereka masih harus merasakan dinginnya air hujan, tapi syukurlah setidaknya mereka tidak akan terlalu basah di sini.
Mijoo sesekali menyatukan kedua tangannya dan mencoba menggosok-gosok keduanya berusaha membuat kehangatan, sekali lagi ia menyesali tindakannya yang hanya memakai celana pendek. Sehun memperhatikan Mijoo yang kedinginan, ia bisa lihat ujung-ujung rambut Mijoo yang meneteskan air dan jari-jarinya yang memutih.
Sehun sontak membuka jaket varsity baseball-nya dan bergerak mendekat ke arah Mijoo lalu melingkarkan jaketnya ke atas bahu Mijoo mencoba membantunya menghilangkan rasa dingin. Mijoo jelas saja terkejut dan berakhir dengan tatapan mereka yang bertemu, Mijoo berhenti menggosokan tangannya.
Tiba-tiba saja Sehun menangkup kedua tangan Mijoo lalu menggosok-gosokan keduanya bersamaan dengan tangannya, mencoba menyalurkan kehangatan di sana. Sehun bisa melihat manik mata Mijoo dari jarak sedekat ini, tidak ia sangka ternyata itu sangat indah.
Sehun terus menatap Mijoo seolah tidak ada sedikit pun yang ingin ia lewatkan. Entah apa yang ada di pikiran Sehun saat ini, tapi badannya seperti bergerak sendiri mendekatkan bagian wajahnya dengan milik Mijoo, menghapus jarak yang ada hingga satu pertemuan di antara mereka terjadi. Pertemuan yang membuat tubuh mereka terasa menghangat dan degupan jantung mereka yang semakin tidak terarah.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Falling // osh
أدب الهواةLee Mijoo perempuan yang paling dipermasalahkan oleh Oh Sehun. ©nyom