"Apa kau haus Jiae?" Mijoo mengalihkan pandangannya pada Jiae yang kini ada di sampingnya, menulis beberapa jawaban yang ia rasa tepat dari buku paket bersampul biru.
"Tentu saja, tapi sepertinya aku harus menahannya sebentar lagi. Uhhh~ tugas ini begitu banyak." Jiae menghembuskan napasnya keras, tanpa sedikitpun mengalihkan perhatiannya dari buku, ia menjawab pertanyaan Mijoo yang kini tertawa kecil.
"Baiklah, aku akan ke kantin." Mijoo mulai merapihkan buku-buku di atas mejanya.
"Tak apa jika sendirian?" Jiae menatap Mijoo cemas, entahlah rasanya ia tidak begitu yakin membiarkan Mijoo pergi keluar dari kelas mereka sendirian, sudah jelas sekali karena apa alasannya.
"Aku hanya pergi ke kantin Jiae-ya, tidak akan ada yang menculikku."
"Kau yakin? Aku bahkan harus makan sendirian saat kau di culik oleh Oh Sehun." Jiae mencibir, bibirnya mengerucut sebal. Ia masih sangat ingat saat Mijoo tiba-tiba di bawa pergi oleh Sehun dan ia harus makan sendirian di kantin, walau sebenarnya ada beberapa teman satu kelas mereka yang menemani, tapi apa arti Jiae tanpa Mijoo?
Mijoo terdiam, kembali teringat akan kejadian yang Jiae maksud. Pergerakan tangannya merapihkan buku melambat dan bibirnya membuat lengkungan kecil yang indah. Mijoo teringat semua kejadian hari itu, bahkan mungkin rasanya di dalam dekapan Sehun masih bisa ia ingat. Jadi, sekarang Mijoo adalah kekasih Oh Sehun? Seketika, lengkungan kecil yang indah milik Mijoo hilang. Matanya mengerjap cepat dan Mijoo menggelengkan kepalanya. Jiae memang belum mengetahui soal Mijoo yang menjadi kekasih Sehun, Mijoo masih belum yakin ini waktu yang tepat.
"Aku yakin," kata Mijoo. Ia beranjak dari tempat duduknya dan mulai melangkah menuju pintu kelas mereka setelah sebelumnya tersenyum pada Jiae.
Mijoo berjalan dengan kedua tangannya yang berada di saku baju seragam. Bersenandung ringan menyanyikan sebait lagu yang entah kenapa sedang ia senangi akhir-akhir ini. Tangannya sesekali melambai pada siapa saja yang menyapanya, memang tak sedikit yang mengenal Mijoo di sekolah ini.
Kini Mijoo sudah berada di kantin sekolahnya, mendekati satu showcase berjajarkan bermacam-macam minuman kemasan di dalamnya. Mata Mijoo menyapu setiap deretan minuman yang terlihat begitu segar saat diteguk nanti. Pergerakan matanya terhenti saat menangkap satu kaleng minuman susu berkarbonat berwarna biru di dalam lemari pendingin ini. Mijoo memasukan dua buah koin uang kedalam lubang di tepian lemari pendingin ini, menekan tombol yang berada tepat di depan minuman yang ia maksud dan melakukannya sekali lagi, kini minuman itu sudah ada di tangan Mijoo.
Melangkah keluar dari kawasan kantin dengan dua minuman dingin yang berada di masing-masing tangannya, Mijoo sesekali meringis merasakan sensasi dingin di telapak tangan. Satu getaran yang berasal dari ponsel di saku jas sekolahnya membuat Mijoo berhenti seketika dari acara berjalannya.
Mijoo berjongkok, meletakkan kedua minuman kaleng yang sedari tadi ia bawa di tangannya ke atas lantai lorong sekolah. Mijoo meraih ponsel yang berada di saku jas seragam, lalu meletakkan kedua minuman kaleng ke dalam masing-masing saku jas seragamnya.
Mijoo mengusap pelan layar ponsel miliknya dan menemukan satu pesan dari beberapa digit angka yang tersusun sedemikian rupa. Dahi Mijoo mengkerut setelah sebelumnya ia membaca isi dari pesan yang ia dapat, apa maksud dari isi pesan ini? merindukan Mijoo? Oh ayolah, bahkan Mijoo tidak mengenal nomer ponsel siapa ini.
Sekali lagi Mijoo membaca dengan seksama isi dari pesan yang begitu saja muncul di ponselnya, mengedikkan bahu lalu dengan acuh mulai melangkahkan kaki. Mijoo menghentakkan sepatunya hingga menimbulkan suara di sepanjang lorong penghubung antara kantin dengan aula utama sekolah. Keadaan di sepanjang lorong ini cukup hening, hanya ada beberapa murid yang berlalu lalang termasuk Mijoo, sebenarnya masih beberapa menit lagi menuju jam istirahat.
Ponsel yang kini ada di genggaman Mijoo kembali bergetar jauh lebih lama dari getaran sebelumnya. Mijoo kembali menghentikan langkahnya dan memusatkan pandangannya pada ponsel, nomer ponsel yang tadi mengirim pesan kembali tertera di layar ponsel Mijoo. Satu usapan kembali menerpa layar mengkilat ponsel Mijoo yang kini mulai mendekat ke arah daun telinga Mijoo.
"Yak, Lee Mijoo."
Detak jantung Mijoo seketika semakin cepat berdetak, ia tahu suara siapa ini. Tapi darimana ia tahu nomer ponsel Mijoo? Setahu Mijoo dia belum pernah memberi tahu berapa nomer ponselnya. Tapi bukankah seharusnya wajar seorang Oh Sehun mengetahui nomer ponsel Mijoo? Entahlah, tapi Mijoo masih merasa aneh dengan hal ini.
"Berbaliklah."
Mijoo mengerutkan dahinya sekali lagi, apa maksudnya ini? Gurauan seorang Oh Sehun? Haruskah Mijoo berbalik? Ada ragu di dalam diri Mijoo untuk melakukannya, bisa saja ini hanya lelucon yang Sehun buat bukan? Namun dengan bodohnya Mijoo malah mengikuti apa yang di perintahkan suara dari ponselnya, memutar tubuhnya kearah yang tadi ia lewati.
Satu orang bertubuh tegap dengan rambut kecokelatan yang terlihat begitu lembut sudah berdiri beberapa meter di hadapan Mijoo saat ini, dengan ponsel yang ada di telinganya. Mijoo masih terdiam, terpaku menatap Sehun yang seolah terlihat -cukup, cool Mijoo rasa, Sehun mengenakan kembali varsity baseball miliknya dengan satu tangan yang berada di saku celana.
"Aku merindukanmu."
Kata-kata Sehun seolah menggelitik seluruh saraf yang Mijoo miliki, hingga bernapas saja seolah hal yang sulit bagi Mijoo saat ini. Satu gumpalan di dalam tubuhnya kembali berdenyut tak karuan, mengapa Mijoo merasa tak berpijak?
"Ap----"
"Tidak bisakah kau kemari?"
***
![](https://img.wattpad.com/cover/58158515-288-k604716.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Falling // osh
FanfictionLee Mijoo perempuan yang paling dipermasalahkan oleh Oh Sehun. ©nyom