Part 9

3.2K 259 1
                                    

Gadis itu adalah gadis yang sempurna di mata Iqbaal. Gadis ia cintai sejak dulu. Ia masih tidak percaya kalau (namakamu) sekarang sudah menjadi kekasihnya. Menjadi miliknya. Ia kini tengah membayangkan wajah (namakamu) disaat gadis itu sedang mengukir senyumnya. Bagi Iqbaal senyum (namakamu) seperti pelangi yang datang sehabis hujan gelap.

Iqbaal sampai tidak sadar kalau ia sudah senyum-senyum sendiri membuat Bastian dan Kiki meliriknya dengan tatapan bingung.

"Kenapa lo? Sakit?" Tanya Bastian meletakkan punggung tangannya di kening Iqbaal. "Tapi gak panas." Kata Bastian lalu kembali menurukan tangannya.

"Wah, ada angin apa nih yang bisa membuat seorang Iqbaal bisa cengar cengir begini." Kata Kiki dengan tatapan jailnya.

"Gak kenapa-napa." Jawab Iqbaal kalem.

"Ohh gue tau nih!" Seru Bastian. "Pasti efek jatuh cinta ini mah." Ceplos Bastian yang sudah duduk di samping kursi Iqbaal dengan cengiran lebarnya.

"Apaan sih Bas," kilah Iqbaal.

"Beneran Baal? Cerita sama kita bisa kali." Ucap Kiki ikut memojokkan Iqbaal.

"Nanti. Udah ada dosen tuh." Tunjuk Iqbaal menggunakan dagunya ke arah Pak Ahmad yang sudah melangkah masuk ke dalam kelas.

Bastian dan Kiki langsung duduk di tempatnya. Bukan apa-apa, Pak Ahmad itu dosen killer yang ditakuti sama semua mahasiswa. Bastian dan Kiki tidak mau mencari masalah dengan Pak Ahmad. Nilainya bisa terancam apalagi Pak Ahmad itu dosen mata kuliah inti.

"Sekarang kumpulkan tugas yang bapak berikan minggu lalu." Perintah Pak Ahmad dengan nada tegas.

Semuanya langsung mengeluarkan makalah berjumlah dua puluh lima halaman itu dari dalam tas lalu meletakkannya di atas meja Pak Ahmad.

Sementara Iqbaal mengorek semua isi tasnya namun ia tidak menemukan tugasnya. Iqbaal mencari di bawah bangkunya namun ia juga tidak menemukannya. Ia terdiam sebentar lalu berdecak sebal. Iqbaal baru ingat kalau tugasnya tertinggal di meja teras.

"Siapa yang tidak mengumpulkan tugas?" Tanya Pak Ahmad mengedarkan pandangan tajam pada seluruh penghuni kelas. Pak Ahmad sudah menghitung jumlah makalah yang dikumpulkan sebanyak dua puluh lima makalah dan tersisa satu orang yang belum mengumpulkan. Karena ia sudah menghitung jumlah di dalam kelas sebayak dua puluh enam orang.

Iqbaal mengangkat satu tangannya ke udara. "Saya pak." ucap Iqbaal.

Semua teman kelas Iqbaal memandangnya dengan tatapan horor. Pasalnya Pak Ahmad ini adalah Dosen yang disegani seluruh mahasiswa. Tidak ada yang berani pada pria berumur setengah abad itu apalagi Pak ahmad adalah dosen mata kuliah inti.

Pak Ahmad menatap Iqbaal dengan tajam. "Kamu tau apa resikomya kalau tidak mengumpulkan tugas?" Tanyanya.

"Tau Pak." Jawab Iqbaal balas menatap Pak Ahmad. Diantara teman-temannya, Iqbaal tidak pernah takut akan tatapan tajam Pak Ahmad. Kalau temannya akan menunduk bila ditatap seperti itu tetapi Iqbaal malah balas menatapnya.

Pak Ahmad sudah mengambil absennya juga memegang pulpen di tangan kanannya. Ia mencari nama lengkap Iqbaal. Pak Ahmad sudah mengahafal nama Iqbaal karena sudah ketiga kalinya laki-laki itu tidak mengumpulkan tugas.

"Selamat pagi." Sapa seorang gadis cantik yang berdiri di depan pintu. Pak Ahmad baru saja ingin memberi tinta merah kalau saja gadis itu tidak datang.

Seluruh mata para lelaki langsung mengalihkan tatapannya pada gadis itu. Menganggumi kecantikan dirinya. Gadis itu mengenakan dress froral selutut memperlihatkan kulit putihnya. Rambutnya lurus kecoklatan dengan jepitan bunga menjepit poninya menambah kesan manis di wajahnya.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang