Part 17

2.5K 210 0
                                    

Kalau kalian tanya apa yang penting dalam sebuah hubungan, itu adalah kejujuran.

*

Aldi mengernyit heran melihat bangku yang tadi diduduki Salsha sudah kosong bahkan tas gadis itu juga tidak ada disana. Ia mengedarkan pandangannya mencari keberadaan gadis itu namun ia tidak menemukan Salsha. Bahkan ia juga sudah memeriksa ke toilet tetapi gadis itu juga tidak ada disana.

Aldi mengeluarkan ponselnya dari saku celana mengirimkan sebuah pesan untuk Salsha.

Alvaro Maldini: Lo dimana?

Beberapa menit pesan itu dibaca oleh Salsha dan Aldi menerima balasan dari cewek itu.

Salshabila Adriani: Maaf Di, gue tadi ada telepon dari nyokap katanya disuruh pulang sekarang

Alvaro Maldini: Yaudah, lo hati-hati dijalan.

Salshabila Adriani: Siip

Setelah itu Aldi kembali memasukkan ponselnya lalu ia membayar pesannya yang bahkan belum ia sentuh sama sekali. Ia melangkah keluar kedai menuju parkiran dimana mobilnya terparkir.

Disisi lain Salsha menghela nafasnya karena telah berbohong pada Aldi. Padahal ia sekarang  mengikuti kemana Iqbaal dan gadis itu pergi. Anggap saja sekarang Salsha itu seperti penguntit yang mengikuti pergerakan Iqbaal dan (namakamu). Tapi ia tidak perduli sekarang Salsha hanya ingin memastikan apakah benar gadis itu adalah kekasih Iqbaal atau tidak.

Salsha bersembunyi di balik pohon  disebuah taman yang pernah ia datangi sewaktu Aldi mengajaknya kesini untuk pertama kali. Saat Aldi yang menceritakan tentang perasaannya yang uring-uringan perihal kalau kata istilah gaulnya 'galau' gara-gara seorang cewek bernama (namakamu) yang merupakan sahabat kecilnya ternyata tidak menaruh perasaan lebih pada Aldi.

Salsha tidak bisa mendengar percakapan mereka dari jauh bahkan ia belum bisa melihat jelas wajah gadis itu. Tetapi kenapa Salsha merasa familiar dengan gadis itu ia merasa pernah melihatnya entah dimana. Salsha berusaha mengingat-ngingat namun ia tidak bisa mengingatnya sebelum bisa melihat gadis itu dari jarak dekat.

Ia membuka tasnya dan kebetulan ada masker yang bisa menutupi wajahnya. Salsha memang selalu membawa masker kemana-mana karena ia alergi dengan debu. Ia pun memutuskan berjalan ke arah mereka kebetulan sekali di dekat mereka ada penjual balon.

Salsha melancarkan asksinya dengan berpura-pura membeli balon sesekali ia mencuri lirik ke arah bangku yang diduduki oleh kedua orang itu.

"Neng gak ada uang kecil kalau neng kasihnya segini," Kata penjual Balon itu melihat selembar lima puluh ribuan yang disodorkan oleh Salsha.

"Bapak ambil aja kembaliannya." Ujar Salsha membuat penjual balon itu menunjukkan raut wajah bahagia. Ia pun berterima kasih pada Salsha yang hanya ditanggapi dengan anggukan.

Salsha kemudian berjalan melewati Iqbaal. Ia tiba-tiba tersandung di depan mereka lebih tepatnya pura-pura. Gadis itu yang pertama kali berdiri melihat Salsha terjatuh kemudian mengampiri Salsha yang meringis karena sikunya benar-benar berdarah untungnya balon yang dibelinya tidak meletus.

"Mbak gak apa-apa?" Tanya gadis yang sedari tadi duduk bersama Iqbaal dengan nada khawatir.

Salsha menggeleng lalu bangkit dibantu oleh gadis itu. "Nggak apa-apa."

Gadis itu melihat siku Salsha yang tergores dan megeluarkan sepercik darah. "Ya ampun mbak, sikunya berdarah." Ujar (namakamu) khawatir. "Aku kebetulan bawa obat merah di tas tapi ada disana." tunjuk (namakamu) pada sebuah bangku yang diduduki Iqbaal.

Salsha mengarahkan tatapannya ia bisa melihat dari sana Iqbaal tengah memperhatikan mereka. "Ayo mbak aku obatin lukanya dulu takutnya infeksi kalau gak diobatin." ujar gadis itu menyentuh bahu Salsha pelan.

DifferentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang