Be Alright- Justin Bieber(Namakamu) merasa Aldi terus saja mendiaminya semenjak kejadian kemarin. Aldi sama sekali tidak mengajaknya berbicara. Biasanya kalau pagi-pagi begini, Aldi akan menyuruh (namakamu) sarapan. Namun laki-laki itu malah terus berada di dalam kamarnya. Tadi (namakamu) juga sudah memanggilnya untuk ikut sarapan tapi Aldi tidak kunjung membuka pintu kamarnya. Seolah-olah suara (namakamu) tidak terdengar.
"Aldi gak sakit kan, Baal?" Tanya (namakamu) lalu memberikan Iqbaal setangkup roti berisi selai cokelat.
"Enggak tau." Jawab Iqbaal cuek kemudian memakan roti buatan (namakamu).
(Namakamu) terdiam memikirkan Aldi yang mungkin masih kecewa dengannya. Ia merasa bersalah dengan ucapan yang ia lontarkan. Seharusnya ia tidak mengatakan hal itu tapi jika (namakamu) tidak mengatakannya maka Aldi akan terus berharap padanya. (Namakamu) tidak mau itu terjadi. (Namakamu) tidak ingin menyakiti Aldi terlalu lama.
"Kamu kenapa?" Tanya Iqbaal melihat (namakamu) tengah melamunkan sesuatu.
(Namakamu) tersadar dari lamunannya lalu mengulas senyum pada Iqbaal. "Aku baik-baik aja." Kata (namakamu) ia memandangi rotinya tanpa semangat.
Iqbaal tahu sudah dua hari ia melihat Aldi dan (namakamu) tidak saling berbicara. Tetapi ia tidak tahu penyebab mereka saling diam.
Iqbaal bangkit dari duduknya setelah menghabiskan sarapannya. "Aku ke kamar dulu" Ujarnya.
Sepeninggal Iqbaal, (namakamu) langsung mengeluarkan sesak yang sedari tadi ia rasakan. Perlahan air matanya jatuh mengenai pipi dan dari tempatnya berdiri, Iqbaal bisa melihat (namakamu) begitu terluka dengan tangisannya yang memilukan.
Sementara Aldi di dalam kamarnya, ia memandangi fotonya bersama (namakamu) ketika ia berumur delapan tahun. Di foto itu (namakamu) terlihat manis dengan dress merah maroon dan rambutnya dikepang dua. Senyum lebar menghiasi di wajah keduanya dengan tangan Aldi merangkul bahu (namakamu).
Andai Aldi bisa mengulang waktu ia ingin terus menjadi seorang Aldi yang berumur delapan tahun. Dimana ia bisa bersama (namakamu) tanpa harus memiliki perasaan yang bernama cinta. Andai Aldi bisa mengatur hatinya ia ingin tidak mencintai (namakamu) yang jelas-jelas tidak mencintainya.
Namun itu semua diluar kuasanya. Aldi tidak tahu bagaimana hari-harinya melihat (namakamu) selalu bersama Iqbaal. Hatinya sakit melihat kemarin (namakamu) tampak mesra bergandengan tangan dengan Iqbaal.
Aldi mengusap wajah (namakamu) di foto itu. "Aku harus apa (namakamu)?" Aldi bertanya dengan matanya menatap foto itu. "Aku harus apa? Setelah tahu hati kamu cuma untuk Iqbaal." Ujar Aldi.
Aldi membawa foto itu ke dalam dekapannya. Memeluknya erat seolah ia sedang memeluk (namakamu). Ia memejamkan matanya mengingat semua kebersamannya dengan (namakamu). Mengingat masa kecil yang ia lalui bersama (namakamu). Aldi tidak akan melupakan itu semua karena kenangan itu sudah menjadi bagian dari hidupnya.
"Lo jangan jadi pengecut." Suara Iqbaal membuat Aldi menoleh kearah pintu. Disana Iqbaal berdiri dan memandangnya tajam.
Aldi segera menyimpan foto itu di bawah bantalnya. Menghampiri Iqbaal dengan tatapan tidak kalah tajamnya. "Maksud lo apa?" Tanyanya ketus.
Iqbaal menarik kerah baju Aldi memberikan satu pukulan tepat di wajah adiknya. "Lo udah bikin (namakamu) nangis!" Bentak Iqbaal penuh amarah. "Lo lupa janji lo yang gak pernah buat dia nangis lagi!"
Aldi melepas tangan Iqbaal yang mencengkram kerah bajunya. Dibiarkan begitu saja nyeri di wajahnya. "Gimana dengan lo? Semenjak dia datang kesini sikap lo ke dia itu secara gak langsung bikin dia sedih. Tapi (namakamu) selalu sabar hadapain lo." Ujar Aldi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Different
FanficTuhan hanya menciptakan satu hati untukku Dan satu hati ini hanya terukir namamu saja -Iqbaal Dhiafakhri