I. Satu

34.6K 1.2K 14
                                    


Ku harap ada yang suka dan mau baca cerita ini....AMIN



Aku berdiri di depan cermin besar di kamarku. Baju tanpa lengan berwarna ivory yang di masukkan kedalam rok abu-abu sepanjang lutut di padukan dengan blazer hitam. Make up tipis yang membalut wajahku dan tak lupa sepatu pantofel setinggi lima centi untuk menunjang penampilanku.

Hari ini adalah hari pertamaku untuk bekerja dan aku belum tau akan bekerja sebagai apa. Lusa papaku dengan teganya membuang jauh rencana yang sudah kususun rapi bahkan sebelum lulus kuliah.

"Papa sudah minta teman papa untuk menerimamu bekerja di perusahaannya" aku yang sedang memotong wortel menoleh secepat kilat.

"Loh..loh, kenapa ga diperusahaan papa aja?" protesku lalu menghampiri papa yang berjalan ke arah ruang tengah meupakan wortel yang sedang ku potong.

"Ya sebelum kamu di perusahaan papa kamu harus punya pengalaman lah, punya koneksi dimana-mana. Entar kalau sudah di perusahaan papa kan tinggal pake" aku mencibir ucapan papaku yang kelewat santai itu. Katanya tinggal pake emang aku apaan coba.

"Terus aku kerja jadi apa?"

"Kalau gue ngga salah denger sih Office Girl kak" Aldi tersenyum mengejek sambil memakan keripik kentang yang kemarin aku beli. Aku menatapnya sebal karena ucapannya dan keripik kentangku yang sedang di embatnya, lalu aku beralih ke arah papa lagi. Papa sudah melangkah pergi membawa laptopnya.

"Pa jangan gitu dong" rengekku sambil menghentak-hentakan kaki layaknya anak kecil. Papa berhenti di depan tangga lalu menoleh kearahku sambil mengangkat satu alisnya. "Itu masih mending dari pada papa minta kamu buat nikah?" aku ternganga mendengar balasan papa yang langsung naik ke atas tanpa menunggu balasanku.

"Kak, itu kode keras kalau loe ngga peka" bisik Aldo yang bukan seperti bisikan dan masih asyik dengan setoples keripik kentangku.

"Diem loe bocah!" balasku sewot sebelum ikut beranjak menyusul papa diruang kerjanya. Namun semua berakhir dengan papa yang mengacuhkanku tanpa membalas semua ucapanku.

Aku melihat papa yang sedang sarapan ditemani Aldo. Aku menghampiri mereka dan ikut duduk di seberang Aldo tanpa berniat mengucapkan selamat pagi dan semacamnya. Ku dengar Aldo bersiul menggoda namun aku mengacuhkannya. Aku masih tidak terima dengan keputusan papa maka beginilah aksi ngambekku.

"Ya ampun kak. Lo mah pagi-pagi muka udah di tekuk gitu. Belum juga bos lo ngomong udah di tentang duluan ntar" adikku mencoba mengejekku. Aku memandangnya dengan senyum miring.

"ku harap begitu"

Papa berdehem namun ku acuhkan. Untuk kali ini aku masih memblokir otakku untuk mengingatkan bahwa lelaki paruh baya di sampingku adalah ayahku. Intinya orang ngambek itu tak pernah salah dan harus di maklumi.

Setelah menyelesaikan sarapan aku langsung mencium pipi papa dan memasang wajah angkuh ke adikku yang rese itu berangkat tanpa pamit. Aku berangkat menggunakan taxi karena entah mengapa mungkin ini gara-gara aku tak pamit mobilku bannya kempes. Bisa sih berangkat bareng papa atau Aldo tapi gengsiku lebih tinggi dari sekedar minta tumpangan.

Aku sampai di depan sebuah bangunan yang besar mungkin sebelas duabelas dengan perusahaan papa. Berjalan masuk lalu menuju meja resepsionis berada. Mereka terlihat sedang sibuk dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berdandan, ada yang menelpon adapula yang bergosip.

"Permisi" sapaku. Resepsionis yang sedang bergosip berhenti dan salah satu dari mereka menghampiriku.

"Bisa saya bantu?" tanyanya terdengar sopan. Aku melirik name tag yang bertulis Rika A.

Handsome WidowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang