Suara derit pintu yang terdorong membuatku menarik senyum canggung. Aku sudah berusaha agar senyumku terlihat natural namun sepertinya itu gagal. Semua orang di dalam ruangan menatapku tanpa terkecuali. Sebelumnya aku telah mengetuk pintu sebanyak tiga kali untuk sopan santun.
"Selamat pagi" aku mengangguk kecil, memberikan senyum terbaikku kepada calon-calon rekan kerjaku. Seorang wanita bertubuh langsing dengan postur proposional dan pakaian yang melekat sempurna di tubuhnya mendekatiku. Sempurna itulah kata yang pantas untuknya. Pasti banyak sekali laki-laki disini bahkan diluar sana tergila-gila dengan wanita ini.
"Apa kau yang bernama Khaira?" aku mengangguk menanggapi pertanyannya. Ia menatapku dari atas kepala sampai ujung sepatu. Duh jadi minder sendiri kalau dilihat seperti itu. Pakain yang kukenakan saat ini tidak mengecewakan. Kemeja putih dengan blezer berwarna pastel dipadukan celana kain panjang dan sepatu berhak lima centi. Rambut yang kuikat tinggi menambah kepercayaan diriku dan
"Meskipun aku atasanmu tapi kamu cukup memanggilku Lilian. Oh, jangan sungkan meminta bantuanku jika kamu membutuhkan" ia tersenyum ramah "Ok kalian semua, beri salam kepada teman baru kita ini!"
Mereka memperkenalkan diri bergantian dengan ramah. Tak ada kesan sinis ataupun sengit seperti di dalam novel-novel yang pernah kubaca. Aku menempati bilik diantara Soni dan Rahma. Mereka sesekali bertanya kepadaku apa ada yang belum aku mengerti namun sejauh ini aku masih bisa mengatasinya.
Kemarin setelah aku dipaksa Arsya agar mau pulang bersama mereka aku meminta atau lebih tepatnya merengek kepada Pak Wirga. Sungguh itu seperti aku tak punya malu.
"Pak saya mohon, saya tidak mau jadi sekertaris. Pekerjakan saya di divisi yang masih membutuhkan pekerjaan saja Pak" kedua telapak tanganku tertangkup jadi satu dengan memasang wajah sememelas mungkin. Pak Wirga menatapku aneh namun siapa peduli.
"kenapa?"
"he?"
"kenapa kamu tidak mau jadi sekertarisku?" ia mengulang dengan pelan seperti aku tak akan mengerti jika ia mengulang dengan cepat.
"sekertaris bukan bidangku pak" jawabku lesu dengan muka berusaha meyakinkan.
"nilaimu bagus, bukankah kamu bisa belajar?" menurutku itu adalah sindiran 'bukankah dengan nilaimu yang bagus otakmu dapat dengan mudah menangkap jika memang otakmu benar-benar pintar sesuai dengan nilaimu'
"nilaiku bagus mungkin karena faktor keberuntungan pak" aku membalas sinis "otak saya kurang dapat bekerja keras, jadi saya menginginkan menjadi karyawan biasa saja dari pada saya menyusahkan bapak nanti jika saya menjadi sekertaris bapak"
Pak Wirga diam, nampak berpikir. "baiklah, namun dengan satu syarat"
Aku kaget mendengar ada yang memanggil namaku. Kualihkan pandangnku kerah siapa saja yang tadi memanggilku.
"di pintu" bisik Rahma yang sudah mengintip dari pembatas bilik kami. Aku segera berdiri dan langsung menghamburkan tatapanku kearah pintu berada. Disana seorang pria tampan dengan setelan jas yang melekat sempurna di tubuhnya yang kekar dengan seorang anaklaki-laki yang tengah menunjukan giginya yang rapi kepadaku.
Pria tampan titisan dewa yunani itu berjalan begitu tegas yang dapat menggetarkan hati setiap wanita tak terkecuali. "Arsya aku titipkan denganmu" ia memberikan anak laki-lakinya kepadaku dan tanpa menunggu jawabanku ia sudah berbalik meninggalkan divisiku dengan mengangguk kecil kepada para karyawannya.
"HAAAA" teriakan itu membuatku bingung. Kali ini bukan Arsya yang berteriak melainkan para karyawati yang berteriak histeris setelah Pak Wirga hilang dari pandangan mata. Semua karyawati begitu heboh menanyakan penampilan mereka tadi di depan ayah anak laki-laki yang masih ku gendong sekarang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Handsome Widower
RomansaIni berawal dari sahabatku yang mengancam tidak akan mengundangku ke pernikahannya tanpa membawa pasangan yang PAS. Entah apa maksudnya dengan kata PAS, akhirnya dengan terpaksa dan keengganan aku meminta bosku untuk menemaniku ke acara pernikahan s...