10. Sepuluh

13.3K 1K 37
                                    

Assalamu'alaikum....

baru baik ini kemaren--ampe sekarang juga--sibuk. maaf ya jika kelanjutannya ini kurang menarik :D

terimakasih atas vote yang di berikan dan jangan lupa tinggalkan bintang lagi ya

luphyu :*


---------------------------------------------------------


Author POV

Suasana ruangan yang seharusnya terasa hangat menjadi terkesan dingin dengan tatapan intimidasi yang dilakukan Wirga. Sedangkan yang di intimidasi hanya bertopang dagu dengan ekspresi bosan yang begitu kentara. Wirga memecah keheningan yang menurutnya seperti seabad.

"Aku harap kau menjauhi Khaira, Dit!" suara rendah itu tidak main-main. Rahangnya mengeras memperlihatkan pemiliknya benar-benar menahan emosinya.

Berbeda dengan Wirga yang sudah di puncak emosi, Dito membalasnya dengan santai. "Kalau aku bilang tidak mau bagaimana?" ia mengeluarkan senyum miringnya.

Wirga menggeram "Ku peringatkan, jangan membuat kesalahan untuk kedua kalinya Dit. Jangan mencoba menggoda gadisku lagi!" kemudian Wirga memunculkan smirk nya "karna aku takut kalau kamu akan jatuh untuk kedua kalinya pula"

Dito mengatupkan bibirnya. Ia merasa harga dirinya tersentil. Namun dengan segera ia menghembuskan nafasnya. Berdiri dan memberikan senyum lebarnya.

"Aku tidak akan jatuh untuk kedua kalinya" ia berjalan menuju pintu berwarna coklat itu dengan santai. Sebelum ia membuka pintu terlebih dahulu ia menolehkan kepalanya kesamping tanpa membalik badan dengan senyum yang masih terlihat mengembang.

"Karena aku bukan tipe laki-laki yang akan menyakiti seseorang yang aku cintai" ia memberikan senyum jenaka yang terlihat menyebalkan di mata Wirga.

"Apa maksudmu?!"

"Setidaknya aku bukan laki-laki yang lebih memilih di gandeng wanita lain daripada wanita yang aku cintai" setelah selesai mengatakan itu Dito keluar meninggalkan Wirga yang mematung. Ia menggeram dan mengepalkan kedua tangannya di kedua sisi tubuhnya.

#

Khaira POV

Setelah di ejek Dito karena pertanyaanku yang bisa di bilang over confidence, aku memutuskan langsung datang ke apartemen Pika dan langsung meminta Pika untuk membuatkanku roti bakar.

"Ayolah Pik, loe ngga kasian ama gue?! Loe ngga inget jasa-jasa gue saat pernikahan loe?"

"Ok ok, iya" balas Pika sebal namun tetap saja ia pergi kedapur untuk membuatkanku roti bakar. Aku mengikuti Pika dengan senyum lebarku. Aku duduk di pantry dengan anteng memperhatikan Pika yang sibuk membuat roti bakar.

"Loe kalau mau makan roti bakar kenapa ngga mampir beli di luar aja sih?! Kenapa mesti ke rumah gue dan yang jelas nyusahin gue!" semburnya sewot.

"Yaelah Pik, inget tuh yang masih biji. Kalem, sabar. Bahaya lho marah-marah mulu" ingatku akan dirinya yang tengah mengandung empat minggu. Ia mendengus mendengarnya terus bergumam sambil mengusap-usap perutnya yang masih kecil. Sebenarnya udah keliatan melendung sih tapi aku yakin 100% kalau perutnya itu melendung bukan karena jabang bayi melainkan lemak yang menumpuk akibat nyidam malam hari.

"Tau ga Pik—"

"Ga tau!" potongnya menyebalkan.

"Aish, gue mau cerita tentang bos gue nih eh malah di potong, ngga jadi kalau gitu" aku melipat tanganku di depan dada sambil cemberut. Aku tidak peduli jika Pika meledekku seperti anak kecil.

Handsome WidowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang