"Silakan," ucap Bu Dian pada seorang cewek yang kelihatan mencolok karena memakai aksesoris serba orange, baik di kepala, tangan dan kakinya.
Cewek itu mengangguk sopan, lalu berdiri dari bangkunya yang berada di deret nomor dua dari depan. Perlahan, dia melangkahkan kedua kaki itu ke depan kelas lalu menatap seluruh siswa yang sekarang jelas-jelas menjadikannya pusat perhatian.
"Selamat pagi," ucap cewek itu sambil tersenyum ragu. "Nama saya Jingga Matahari, biasa dipanggil Tari."
Sesaat setelah Tari memperkenalkan dirinya, kasak-kusuk dan gumam tak jelas mulai terdengar dari seluruh penjuru kelas, membuat keningnya berkerut - tidak mengerti.
"Ada yang salah, ya, sama nama gue?" tanya Tari dalam hati.
Belum sempat kerutan di kening itu hilang, cewek tadi kembali dibuat tercengang dengan hadirnya seorang cowok ke kelasnya sedetik kemudian. Bukan cowok itu sih yang membuatnya tercengang, tapi lebih pada cara dia datang.
Bukan. Bukan dalam artian cowok itu datang naik kuda terbang atau apa, nggak semencengangkan itu juga. Tapi, untuk ukuran murid yang jelas-jelas datang sangat terlambat, dia kelihatan terlalu tenang. Cuma dengan mengganggukkan kepalanya pada sang wali kelas, seakan nggak melakukan kesalahan apapun, cowok tadi segera berlalu ke sebuah bangku yang terletak di pojok paling belakang. Tanpa kata, apalagi permintaan maaf, dia duduk di sana, sendirian.
Yang kemudian membuat Tari lebih tercengang lagi adalah karena seisi kelas itu, termasuk Bu Dian, wali kelas mereka, menganggap kalau kelakuan tadi adalah salah satu bentuk tindakan normal. Tindakan yang nggak perlu di khawatirkan. Tindakan yang nggak memerlukan hukuman, minimal jeweran telinga.
Tanpa sadar, Tari bergumam dalam hati. "Mirip Ari ih."
"Baik. Tari ini baru pindah dari Bandung dan jelas belum terbiasa dengan Jakarta. Jadi, Ibu harap kalian bisa membantunya," jelas Bu Dian membuyarkan fokus Tari yang masih terpaku pada cowok tadi.
"Baik Bu." Beberapa anak menjawab dengan koor yang seragam, sedangkan beberapa yang lain cuma manggut-manggut tanda mengerti.
"Oke. Kalau ada yang punya pertanyaan lain, nanti bisa kalian tanyakan sendiri waktu istirahat. Nah, sekarang kamu boleh kembali ke bangku," tambah Bu Dian pada Tari.
Tari mengangguk sopan lalu kembali ke tempat duduknya yang semula. Buat cewek itu, SMA Kencana 7 memang sekolah barunya. Mulai hari ini, dia resmi menjadi salah satu penghuni baru kelas XII IPA 2 di sana. Kelas yang tanpa pernah diketahuinya, akan memberikan pengalaman paling 'ajaib' sepanjang sejarahnya menggunakan seragam putih abu-abu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Jingga Memang Untuk Matahari (Fanfiction Jingga dan Senja Series)
FanfictionFanfiction dari novel bestseller Jingga dan Senja Series by Esti Kinasih. Tentang seorang cewek yang penuh dengan nuansa matahari dan seorang cowok yang justru menyimpan luka di balik semarak jingga. Read the story and I bet you won't regret to know...