BAB 24

3.1K 194 9
                                    

NOTE: First of all, saya mau berterima kasih atas votes juga comments teman-teman sekalian di chapter sebelumnya. Terima kasih banyak atas segala apresiasi teman-teman buat cerita ini. Selamat menikmati chapter 24. Selamat menikmati bagian-bagian akhir dari cerita Jingga Memang Untuk Matahari :)


BAB 24


"Ari!" seru seorang laki-laki paruh baya saat dilihatnya cowok itu berjalan mendekat.

"Pa," jawab Ari kaku. Setelah kepergiannya dari rumah tiga tahun silam serta kedatanganya kembali beberapa minggu yang lalu, ini memang jadi pertemuan mereka yang pertama. Pertemuan yang terjadi atas permintaan Ari.

"Ari... Apa kabar kamu?" tanya ayahnya sambil mengabaikan tangan Ari yang terulur kepadanya. Sebagai gantinya, laki-laki itu segera mendekap tubuh cowok yang kini sudah lebih tinggi dari tubuhnya sendiri.

Ari tersentak mendapati pelukan tiba-tiba itu. Alih-alih membalasnya, Ari hanya diam terpaku. Terpaku bukan hanya karena terkejut, tapi juga karena sadar bahwa banyak yang harus dilakukannya dalam pertemuan ini. Dan pelukan ayahnya, ternyata jauh melampaui apa yang Ari harapkan.

"Kamu sehat?" tanya laki-laki itu ketika Ari tak kunjung bereaksi.

"Sehat. Papa, apa kabar?" tanya Ari dengan suara tercekat. Entah kapan terakhir kali Ari menyebut kata itu. Papa.

"Papa juga sehat," jawab ayahnya diiringi senyuman hangat.

Deg!

Sekali lagi, ayahnya berhasil membuat Ari tersentak. Senyum itu masih sama. Tidak berubah sama sekali. Senyum kebapakan yang selalu menentramkan hati tiap kali Ari melihatnya.

"Ari mau pesen apa? Udah lama Papa nggak makan bareng Ari," ujar papanya sambil memberikan Ari sebuah buku menu.

Ari bergeming.

"Kamu kenapa?" tanya sang ayah saat dilihatnya air muka Ari berubah.

Ari hanya menjawabnya dengan gelengan kepala serta sebuah senyum samar. Rindu. Sebuah rasa yang walaupun tidak saling mereka ucapkan, sudah menyeruak jelas di hati masing-masing.

Perlahan, Ari membuka buku menu tersebut lalu menyebutkan makanan yang hendak dia pesan pada seorang pelayan yang sudah ayahnya panggil.

Sambil mengangguk sopan, pelayan tersebut meninggalkan keduanya setelah mencatat pesanan mereka.

"Papa nggak nyangka kamu udah lebih tinggi dari Papa sekarang," ucap ayah Ari sambil terkekeh.

"Papa sih, nggak pernah nengokin Ari," jawab Ari juga sambil tersenyum, seolah hal itu tidak penting. Dusta tentunya, karena Ari jelas merindukan kunjungan sang ayah yang sayangnya, tidak pernah ada.

Ayah Ari tersenyum penuh arti. "Maafin Papa ya, Ri. Maaf karena Papa terpaksa ninggalin kamu dan mama. Maaf karena Papa udah terlalu..."

"Pa..." ucap Ari memotong rentetan maaf itu. "Ari tahu," sambungnya singkat.

Sang ayah kembali menatap Ari penuh arti. Hari ini, laki-laki itu semakin sadar kalau putranya yang dulu masih kecil, kini sudah beranjak dewasa. Saat dilihatnya wajah Ari yang begitu tenang, rasa malu mulai menyelinap dalam hatinya. Malu, karena dulu telah meninggalkan Arinya begitu saja. Malu, karena hingga saat ini, justru Ari yang mencarinya lebih dulu.

"Gimana sekolah kamu?" tanya Ayah Ari memutuskan untuk mengubah topik pembicaraan mereka pada sesuatu yang lebih ringan.

"Sekolah? Lumayan..."

Jingga Memang Untuk Matahari (Fanfiction Jingga dan Senja Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang