BAB 18

3K 157 12
                                    


Pagi itu, Tari berangkat sekolah dengan mata 5 watt dan kepala yang luar biasa pening. Ini memang bukan masalahnya, ini masalah Ari. Tapi jujur, Tari tidak tega melihat muka Ari yang dulu sudah selalu mendung, sekarang berbadai.

Semalam, Ari yang terlihat begitu kalut membuat Tari ikut diam seribu bahasa. Perjalanan pulang itu berlalu dalam kebisuan total. Hanya mobil yang Ari pacu dengan kecepatan setengah gila yang membuat Tari tahu, sesuatu yang besar dan benar-benar buruk, sudah terjadi.

Gontai, Tari melangkahkan kakinya menyusuri koridor utama sebelum nantinya berbelok ke kiri menuju tangga kelas XII. Pikirannya sendiri sudah kembali pada kejadian semalam tadi, saat Ari mengatakan bahwa hari ini dia tidak akan masuk sekolah. "Kalo ada properti yang harus dibeli mendadak, WhatsApp aja," tuturnya sebelum meninggalkan Tari di depan pagar rumahnya semalam.

"Ngelamunin Ari ya? Serius banget!" ejek sebuah suara dari balik punggung Tari.

"Suara ini..." batin Tari malas. Tari yang sadar akan hadirnya sosok itu segera menghentikan langkahnya. Perlahan, Tari berbalik untuk menghadapi Fio dan dua temannya yang sudah berdiri dengan senyum licik di wajah mereka.

"Apa sih mau lo?" tanya Tari lelah bercampur sinis. Tari sendiri sebenarnya tidak mau ambil pusing dengan cewek yang satu ini. Tapi, kepalanya yang pening membuat ejekan tadi dengan mudah menyulut emosinya yang memang sedang labil.

"Mau gue?" tanya Fio sambil terkikik ala tokoh-tokoh antagonis di dalam sinteron, membuat Tari muak setengah mati. "Mau gue gampang aja, Tar. Jauhin Ari!"

Tari menghela napas dalam-dalam. Sama sekali tidak kaget mendengar ancaman Fio. Setelah Fio melihat dia dan Ari semalam, Tari sudah bisa menduga kalau cewek ini pasti marah besar.

"Kenapa gue harus ngejauhin Ari?" tantang Tari.

"Karena kalo enggak..." ucap Fio sambil mengulur-ulur suaranya. "Elo harus rela liat mama papanya cerai," sambungnya diiringi sebuah senyman manis. Begitu manis sampai Tari tidak percaya kalo cewek semanis ini bisa punya pikiran sejahat nenek sihir.

"Maksud lo?" tanya Tari dengan suara yang mendadak terdengar hati-hati. Menghadapi Fio sepertinya memang tidak bisa sembarangan. Entah bagaimana, Tari yakin cewek ini punya rencana licik. Dan menghadapi cewek licik sudah pasti lebih berbahaya dari pada menghadapi cewek yang jelas-jelas mengajaknya untuk melakukan perang terbuka.

"Tari... Tari... Masih nggak nangkep juga ya? Nggak nyangka ternyata elo itu bego ya!" ejek Fio penuh kemenangan.

Tari bergeming. Sebisa mungkin, dia tidak mau tersulut lagi.

"Oh, atau jangan-jangan, Ari belom cerita kalo bokapnya mau nikah sama nyokap gue?" tanya Fio pura-pura kaget.

Skak mat! Kalimat tadi sukses membuat mata Tari membulat sempurna. "Jadi... Semalem itu... Yang sama nyokap lo... Bokapnya Ari?" tanya Tari perlahan.

Fio mengangguk dengan wajah prihatin yang jelas penuh kebohongan. "Jadi Ari bener-bener belom cerita ya sama elo? Mau gue ceritain?" tanya Fio dengan mimik mengejek.

"Fi!" desis Tari tajam. "Mau lo apa sih? Sampai kapan pun, orangtua Ari nggak akan cerai!"

"Oh ya?" tanya Fio pura-pura takut.

"Emang, mereka udah lama nggak tinggal bareng. Udah bertahun-tahun. Tapi lo liat kan? Sampe sekarang mereka nggak cerai. Gue yakin, sebenernya mereka masih saling cinta! Jadi nggak usah lo ngancem-ngancem gue!" ujar Tari sok tahu.

Faktanya, Tari sama sekali buta soal ocehan Fio tadi. Tapi satu yang pasti, Tari tidak akan membiarkan Fio mengancamnya begitu saja! "Nggak! Jangan mimpi gue bakal tunduk dibawah rezim kekuasaan lo!"

Jingga Memang Untuk Matahari (Fanfiction Jingga dan Senja Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang