BAB 14

3.4K 192 8
                                    

Hari demi hari berlalu dalam sebuah kebiasaan baru untuk Tari dan juga Ari. Sekarang, mendekati hari H pementasan, hampir setiap hari kedua anak itu pergi mencari barang-barang yang mereka perlukan. Mulai dari menjelajah mall, pasar, sampai toko barang antik, mereka kerjakan berdua.

Bagi Tari, kebersamaan itu telah memberikannya kesempatan untuk semakin mengenal sosok Ari. Banyaknya waktu yang mereka habiskan berdua membuatnya sadar kalau kesempatan untuk mengetahui rahasia Ari semakin terbuka lebar. Tapi biarlah. Biarpun sadar kalau kini peluangnya jadi sedikit lebih besar, Tari tetap tidak mau buru-buru.

Belajar dari kesalahan Fio yang terlihat begitu agresif dan pemaksa, Tari lebih memilih untuk membuat cowok itu nyaman dengan kehadirannya. Harapannya jelas, supaya suatu saat nanti misteri itu akan terbuka dengan sendirinya.

Berbeda dengan misi yang Tari emban, bagi Ari, walaupun cowok itu tetap terlihat tenang dan cuek di permukaan, kebersamaan mereka sudah membawanya pada rasa nyaman yang luput dari kesadaran. Sejak hari itu, saat dia tahu arti nama Tari, semarak jingga yang memenuhi dia tak lagi membuat mata Ari terbakar.

"Jangan lupa ya, Tar. Jamnya harus keliatan kuno," jelas Dita.

"Iya... Iya...," jawab Tari mulai bosan karena Dita sudah mengulangi informasi itu paling tidak sepuluh kali sejak pagi tadi.

"Terus, bedcover-nya harus putih. Kalo bisa ada corak gold-nya, biar ada kesan zaman-zaman victorian gitu."

"Iya, Dit."

"Hem, ya udah deh, itu aja," sambungnya saat melihat Ari sudah berdiri di sisi Tari. "Semuanya udah gue jelasin sama Tari," jelas Dita pada Ari.

Ari cuma mengangguk lalu menatap Tari sambil menaikkan alisnya. "Udah?"

"Udah," jawab Tari. "Ver, gue jalan dulu ya," pamit Tari pada Vero yang berdiri di belakang Ari.

"Oke," jawab Vero. Walaupun nada suaranya terdengar normal, kedipan matanya benar-benar membuat Tari ingin mencubit cewek itu tanpa ampun. Kalau saja Ari tidak sedang berada di sisinya saat ini, Tari jamin Vero pasti pulang dalam keadaan mengenaskan!

***

"Apa yang harus kita beli?" tanya Ari begitu keduanya sudah berada di dalam Everest hitam cowok itu.

"Banyak," keluh Tari. "Ada jam. Harus jadul kata Dita. Terus bedcover. Harus putih. Kalo bisa ada corak gold-nya. Habis itu ada ranjang bayi. Ya ampun! Ranjang bayinya harus dari kayu. Modelnya harus jadul juga. Beli di mana coba?"

"Di toko matrial," jawab Ari datar.

"Hah? Emang ada?" tanya Tari melongo.

Ari tergelak. "Ya nggak ada lah, Tari!" jawab Ari gemas. "Udah tenang aja. Kayaknya gue tahu harus cari di mana," jawab Ari santai.

Tari menurut. Jakarta memang bukan daerah jajahannya, jadi percaya pada Ari memang satu-satunya yang dia bisa.

Tidak lama kemudian, mobil hitam itu memasuki lapangan parkir sebuah toko yang cukup besar – Room Solution. "Ahhhh...." gumam Tari saat melihat nama toko itu. Tari tahu toko ini. Toko yang terkenal memiliki berbagai barang lucu dengan desain yang unik.

Ari benar, satu-persatu barang yang tadi Tari sebutkan bisa mereka temukan dengan mudah di sini. Selain jam dan bedcover dengan model kuno, keduanya juga berhasil menemukan sebuah ranjang bayi dengan desain klasik. Ranjang berwarna putih tulang yang terbuat dari kayu.

"Udah semua?" tanya Ari sambil berjalan di sisi Tari.

"Kayaknya sih udah," jawab Tari sambil tak hentinya melirik ke kiri dan kanan. Barang-barang lucu yang memenuhi toko ini benar-benar membuat cewek itu berharap punya dua mata tambahan.

Jingga Memang Untuk Matahari (Fanfiction Jingga dan Senja Series)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang